Sejarah seksio sesarea
Seksio sesarea berkembang sejak akhir
abad 19 sampai 3 dekade terakhir abad 20. Selama periode itu sudah terjadi penurunan angka kematian
ibu dari 100% menjadi 2%. Selain itu, ada 3 perkembangan penting dari teknik
operasi. Pertama, perkembangan metode penjahitan rahim dengan benang untuk
menghentikan perdarahan. Kedua, perkembangan dari cara tindakan yang aseptik
dan ketiga perubahan dari insisi/sayatan pada rahim dari cara klasik menjadi
sayatan melintang pada segmen bawah rahim (uterus).
Menurut Bensons dan Pernolls, angka kematian
pada seksio sesarea adalah 40-80 tiap 100.000 kelahiran hidup. Angka ini
menunjukkan risiko 25 kali lebih besar dibanding persalinan per vaginam. Tetapi
untuk kasus karena infeksi mempunyai angka 80 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan persalinan per vaginam. Komplikasi tindakan anestesi sekitar 10% dari
seluruh angka kematian ibu. Pada seksio sesarea yang direncanakan, angka
komplikasinya kurang lebih 4,2%. Seksio sesarea darurat berangka kurang lebih 19%.
Harus diakui bahwa seksio sesarea merupakan operasi besar dengan berbagai
risikonya.
Operasi Cesar atau dalam
bahasa medis lebih dikenal dengan seksio cesarea (SC) sudah menjadi bagian dari
kebudayaan manusia sejak dari zaman dulu dalam bentuk mitos. Menurut mitologi
Yunani, Apollo mengangkat Asclepius, dari perut ibunya yang bernama Coronis.
Sejumlah referensi tentang SC juga ditemukan dalam kebudayaan Hindu, Mesir, dan
Romawi.
Istilah ini diyakini berasal
dari proses kelahiran Julius Cesar dengan cara membelah perut ibunya (Aurelia).
Tetapi anehnya Sang ibu masih hidup saat Julius Cesar menyerang Inggris. Pada
saat tersebut, prosedur ini hanya dilakukan pada ibu hamil yang sudah mati atau
dalam keadaan hampir mati, yang gunanya disamping untuk menyelamatkan nyawa
bayi, jika tidak berhasil (bayinya mati) maka ibu dan bayi bisa dikuburkan
secara terpisah.
Asal kata lain yang mungkin
adalah kata "caedare," yang bearti memotong dan istilah kata
"caesones" yang dipakai untuk mengatakan bayi yang dilahirkan dari
ibu yang sudah meninggal. Sampai abad ke 16 prosedur ini di kenal dengan
istilah operasi cesarea, sampai tahun oleh Jacques Guillimeau memperkenalkan
istilah "seksio" dalam buku karangannya, sehingga sejak itu istilah
"operasi" di ganti dengan "seksio".
Sebelum ini ibu yang
menjalani SC selalu meninggal, karena teknik yang belum sempurna serta risiko
infeksi ibu akibat tindakan yang tidak steril serta antibiotika yang memadai.
Mungkin laporan pertama tentang ibu dan bayi yang sama2 selamat setelah menjalani
prosedur ini adalah yang dilakukan oleh Jacob Nufer, pada istrinya sekitar
tahun 1500-an. Namun catatan ini akhirnya diragukan kebenarannya. Sedangkan
sekarang prosedur ini merupakan tindakan yang sangat aman, sehingga dokter dan
pasien sama sama tidak takut untuk melakukan SC .
2.2 Definisi
Seksio sesarea adalah suatu cara
melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding depan perut atau vagina, atau suatu histerotomy untuk
melahirkan janin dari dalam rahim (mochtar,1998). Dikatakan juga seksio sesarea adalah memindahkan fetus
dari uterus melalui insisi yang dibuat dalam dinding abdomen dan uterus
(Long,1996).
Istilah sectio
caesarea berasal dari bahasa latin caedere yang artinya memotong. Sedangkan definisi
sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina.
2.3 Etiologi
Pada persalinan normal bayi akan keluar
melalui vagina, baik dengan alat maupun dengan kekuatan ibu sendiri. Dalam
keadaan patologi kemungkinan dilakukan operasi sectio caesarea. Adapun penyebab
dilakukan operasi sectio caesarea adalah :
a.
Kelainan dalam bentuk janin
1) Bayi
terlalu besar
Berat bayi lahir sekitar 4000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayii
sulit keluar dari jalan lahir.
2) Ancaman gawat janin
Keadaan gawat janin pada tahap persalinan, memungkinkan dokter memutuskan
untuk segera melakukan operasi. Apalagi jika ditunjang oleh kondisi ibu yang
kurang menguntungkan.
3)
Janin abnormal
Janin sakit atau abnormal, misalnya gangguan Rh, kerusakan genetic, dan
hidrosephalus (kepala besar karena otak berisi cairan), dapat menyebabkan
diputuskannya dilakukan operasi.
4) Bayi kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada
kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau
salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
b.
Kelainan panggul
Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan
atau panggul patologis dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan.
Terjadinya kelainan panggul ini dapat disebabkan oleh terjadinya gangguan
pertumbuhan dalam rahim (sejak dalam kandungan), mengalami penyakit tulang (terutama
tulang belakang), penyakit polio atau mengalami kecelakaan sehingga terjadi
kerusakan atau patah panggul.
c. Faktor
hambatan jalan lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir,
misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan
kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit
bernafas
2.4 Prognosis
Dulu angka morbiditas dan mortalitas
pada ibu dan janin tinggi, pada masa sekarang oleh karena kemajuan yang pesat
dalam teknik operasi, anastesi, penyediaan cairan dan darah, indikasi dan
antibioti angka ini sangat menurun. Angka kematian ibu pada rumah-rumah sakit
dengan fasilitas operasi yang baik dan tenaga-tenaga yang cekatan kurang dari 2
per 1000.
2.5 Syarat
·
Uterus
dalam keadaan utuh (karena pada sectio cesarea, uterus akan diinsisi). Jika
terjadi ruptura uteri, maka operasi yang dilakukan adalah laparotomi, dan tidak
disebut sebagai sectio cesarea, meskipun pengeluaran janin juga dilakukan per
abdominam.
·
Berat janin
di atas 500 gram.
2.6 Indikasi
Melahirkan dengan cara bedah atau seksio sesarea tidak bisa
diputuskan bagitu saja oleh dokter karena resiko yang mungkin dialami akibat
pembedahan harus dipertimbangkan, baik dari segi kesehatan ibu maupun
bayinya. Seksio ini seharusnya dilakukan jika keadaaan medis memerlukannya. Artinya
janin atau ibu dalam keadaaan gawat darurat dan hanya dapat diselamatkan jika
persalinan dilakukan dengan jalan seksio sesarea. Itu sebabnya harus ada
alasan yang jelas untuk melakukan tindakan pembedahan. Hal ini karena bentuk operasi
apapun selalu mengandung resiko sehingga harus ada indikasi yang jelas.
Tindakan operasi diputuskan oleh penolong persalinan, bertujuaan
untuk memperkecil terjadinya resiko yang membahayakan jiwa ibu atau
bayinya. Namun, dalam kehamilan sehat, persalinan secara alami jauh lebih
aman. Meskipun demikian kini banyak pasien yang dengan sengaja meminta
persalinan dengan jalan operasi walaupun tanpa alasan medis yang tepat. Pada
keadaan ini semuanya memang kembali pada etika profesi kedokteran. Pada
umumnya dokterakan menilai dan mengambil keputusan yang terbaik dalam membantu
suatu proses persalinan. (bramantyo, 2003)
Adapun indikasi Secsio
Sesarea terhadap janin Yaitu :
1. Bayi terlalu besar
Berat bayi lahir sekitar 4.000 gram atau lebih (giant baby),menyebabkan bayi
sulit keluar dari jalan lahir. Umumnya, pertumbuhan janin yang berlebihan (makrosomia)
karena ibu menderita kencing manis Keadaan ini
dalam ilmu kedokteran disebut bayi besar objektif. Apabila dibiarkan
terlalu lama di jalan lahir dapat membahayakan keselamatan janinnya.
2. Kelainan Letak
Ada dua kelainan letak janin
dalam rahim, yaitu :
a. Letak Sungsang
Sekitar 3-5% atau 3 dari 100 bayi terpaksa lahir dalam posisi
sungsang. Resiko bayi lahir sungsang pada persalinan alami diperkirakan 4
kali lebih besar dibandingkan lahir dengan letak kepala yang normal. Oleh karena
itu, biasanya langkah terakhir untuk mengantisipasi terburuk karena persalinan
yang tertahan akibat janin sungsang adalah operasi. Namun, tindakan operasi
untuk melahirkan janin sungsang baru dilakukan dengan beberapa pertimbangan, yaitu
posisi janin yang beresiko terjadinya “macet” di tengah proses persalinan.
Apabila posisi bokong di bawah rahim dengan satu atau dua kaki menjuntai maka
kelahiran bayinya harus dengan operasi sesar.
b. Letak Lintang
Kelainan lain yang paling sering terjadi adalah letak lintang atau miring.
Letak yang demikian menyebabkan poros janin tidak sesuai dengan arah jalan
lahir. Pada keadaan ini, letak kepala pada posisi yang satu dan bokong pada sisi
yang lain. Pada umumnya, bokong akan berada sedikit lebih tinggi dari pada kepala janin, sementara bahu berada pada bagian atas panggul.
Konon,punggung dapat berada di depan, belakang, atas, maupun bawah. Kelainan
letak lintang ini hanya terjadi sebanyak 1%. Letak lintang ini biasanya ditemukan
pada perut ibu yang menggantung atau karena adanya kelainan bentuk rahimnya. Keadaan
ini menyebabkan keluarnya bayi terhenti dan macet dengan persentasi
tubuh janin di dalam jalan lahir. Apabila dibiarkan terlalu lama, keadaan
ini dapat mengakibatkan janin kekurangan oksigen dan menyebabkan kerusakan
pada otak janin. Oleh karena itu, harus segera dilakukan operasi untuk mengeluarkannya.
3. Gawat janin
Diagnosis gawat janin berdasarkan pada denyut jantung janin yang abnormal.
Gangguan pada bayi juga dapat diketahui dari adanya kotoran dalam air ketuban.
Normalnya, air ketuban pada bayi cukup bulan berwarna agak putih keruh,
seperti air cucian beras yang encer. Akan tetapi, jika janin mengalami gangguan,
ia akan membuang kotorannya di dalam air ketuban sehingga warnanya menjadi
kehijauan. Apabila proses persalinan sulit dilakukan melalui vagina maka bedah
caesar merupakan jalan keluar satu-satunya.
4.
Janin Abnormal
Janin sakit atau abnormal, misalnya gangguan Rh, kerusakan
genetik, dan hidrosephalus.
5.
Faktor Plasenta
Ada beberapa kelainan plasenta yang menyebabkan keadaan gawat darurat
pada ibu atau janin sehingga harus dilakukan persalinan dengan operasi.
a. Plasenta previa
b. Plasenta lepas
c. Plasenta accreta
d. Vasa previa
6. Kelainan Tali Pusat
Berikut ini ada dua kelainan tali pusat yang biasa terjadi
a. Prolapsus tali pusat
Prolapsus tali pusat adalah keadaan menyembul sebagian atau seluruh
tali pusat. Pada keadaan ini tali pusat, tali pusat sudah berada didepan atau disamping
bagian terbawah janin atau tali pusat sudah berada di jalan lahir sebelum
bayi.
b. Terlilit tali pusat
Dalam rahim, tali pusat ikut “berenang” bersama janindalam kantung
ketuban. Ketika janin bergerak, letak dan posisi tali pusatpun biasanya ikut
bergerak dan berubah. Kadang akibat gerak janin dalam rahim, letak dan posisi
tali pusat membelit tubuh janin, baik dibagian kaki, paha, perut, lengan, atau
lehernya.
7.
Gamelli
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi dari pada
kelahiran satu bayi. Oleh karena itu, pada kelahiran kembar dianjurkan dilakukan
di rumah sakit karena kemungkinan sewaktu-waktu dapat dilakukan tindakan
operasi tanpa direncanakan. Meskipun dalam keadaan tertentu, bisa saja bayi
kembar lahir secara alami. (Bramantyo 2003)
Adapun indikasi berdasarkan faktor dari ibu yaitu :
1.
Usia
Ibu yang melahirkan pertama kali diatas usia 35 tahun atau wanita usia 40 tahun ke atas. Pada usia ini seseorang memiliki penyakit yang beresiko misalnya hipertensi jantung, kencing manis dan eklamsia.
Ibu yang melahirkan pertama kali diatas usia 35 tahun atau wanita usia 40 tahun ke atas. Pada usia ini seseorang memiliki penyakit yang beresiko misalnya hipertensi jantung, kencing manis dan eklamsia.
2.
Tulang Panggul
Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul
ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin.
3.
Persalinan sebelumnya dengan operasi
4.
Faktor hambatan jalan lahir
Gangguan jalan lahir terjadi adanya tumor atau myoma. Keadaan ini
menyebabkan persalinan terhambat atau tidak maju adalah distosia
5.
Ketuban pecah dini
Berdasarkan penelitian yang dilakukan sekitar 60-70% bayi yang
mengalami ketuban pecah dini akan lahir sendiri 2×24 jam. Apabila bayi tidak
lahir lewat waktu, barulah dokter akan melakukan tindakan operasi seksio
sesarea
2.7 Kontra indikasi
1.
Janin sudah mati atau berada dalam keadaan jelek sehingga kemungkinan hidup
kecil.
2.
Jalan lahir ibu mengalami infeksi yang luas
3.
Dokter kurang berpengalaman, keadaan tidak menguntungkan bagi pembedahan dan
bila tidak tersedia tenaga asisten yang memadai
Ada beberapa kontraindikasi
untuk melakukan persalinan
sesar. Yaitu
jika janin masih hidup dan usia kehamilan yang
layak, maka persalinan sesar dapat dilakukan
dalam pengaturan yang
sesuai.
Dalam beberapa kasus, persalinan sesar harus dihindari. Jarang,
status ibu dapat
mempengaruhi (misalnya, dengan
penyakit paru parah)
sedemikian rupa sehingga suatu operasi dapat membahayakan
kelangsungan hidup ibu. Dalam situasi sulit
seperti itu, rencana perawatan menguraikan kapan
dan jika melakukan
intervensi harus dilakukan
dengan keluarga dalam
pengaturan pertemuan multidisiplin.
Sebuah kelahiran sesar mungkin
tidak dianjurkan jika janin memiliki kelainan
karyotypic dikenal (trisomi 13 atau
18) atau dikenal
anomali kongenital yang dapat mengakibatkan
kematian (anencephaly).
2.8 Tipe
– tipe seksio sesarea
Seksioo sesarea dapat dilakukan melaui :
I. Abdomen (seksio sesarea abdominalis)
1. Seksio sesarea tranperitonealis
a. Seksio sesarea klasik atau corporal dengan insisi memanjang pada
korpus uteri
b. Seksio sesarea ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi
pada segmen bawah rahim
2. Seksio sesarea ekstra peritonealis yaitu tanpa membuka
peritoneum perietalis, dengan demikian tidak membuka kavum abdominal
II. Vagina (seksio sesarea vaginalis).
III. Menurut jurusan sayatan pada rahim seksio dilakukan dengan
sebagai berikut :
1. Sayatan memanjang (longitudinal) menurut Kronig
2. Sayatan melintang (transversal) menurut Kerr
3. Sayatan huruf T (T-incision)
Seksio
sesarea klasik
Dengan sayatan memanjang
pada korpus uteri kira-kira sepanjang 10 cm
Keuntungannya :
1. Mengeluarkan janin lebih cepat
2. Tidak dijumpai kompliksi kandung kemih tertarik
3. Sayatan biasa diperpanjang atau distal
Kerugiannya :
Untuk persalinan berikutnya
lebih sering terjadi rupture uteri spontan
Seksio
sesarea isthnika (profunda)
Dengan sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim (low
cervical transversal) kira-kira 10 cm.
Keuntungannya :
1. Menjahit
luka lebih mudah
2. Menurut Evidance Medicine sekarang tidak dilakukan penjahitan peritoneum
(reperitonealisasi) karena peritoneum tumbuh sendiri dari bawah
keatas (tertutup sendiri)
3. Pendarahan kurang
4. Dibandingkan
dengan cara klasik kemungkinan rupture uteri spontan kurang
(lebih kecil)
Kerugiannya :
1. Luka biasa melebar kiri dan kanan dan kebawah sehingga dapat menyebabkan
arteri uterine putus menyebabkan pendarahan yang banyak
2. Keluhan pada kandung
kemih pasca operasi tinggi.
2.9 Komplikasi
Resiko operasi seksio sesarea terhadap bayi lebih banyak dan
serius, sehingga jauh lebih berbahaya dibandingkan persalinan normal.
Berikut ini resiko secsio sesarea terhadap bayi :
1. Tersayat
Ada dua pendapat soal kemungkinan tersayatnya bayi saat operasi
sesar. Pertama, habisnya air ketuban yang membuat volume ruang di dalam
rahim menyusut. Akibatnya, ruang gerak bayi pun berkurang dan lebih
mudah terjangkau pisau bedah. Kedua, pembedahan lapisan perut selapis
demi selapis yang mengalirkan darah terus- menerus. Semburan darah membuat
janin sulit terlihat. Jika pembedahan dilakukan kurang dari hati-hati, bayi
bisa tersayat di bagian kepala atau bokong. Terlebih, dinding rahim sangat tipis.
2. Masalah Pernafasan
Bayi yang lahir lewat operasi cesar cenderung mempunyai masalah pernafasan
: yaitu nafas cepat dan tak teratur. Ini terjadi karena bayi tak mengalami
tekanan saat lahir seperti bayi yang lahir alami sehingga cairan paru-parunya
tak bisa keluar. Masalah pernafasan ini akan berlanjut hingga beberapa
hari setelah lahir.
3. Angka Apgar Rendah
Rendahnya angka Apgar merupakan efek anestesi dan operasi cesar, kondisi
bayi yang stress menjelang lahir, atau bayi tak distimulasi sebagaimana bayi
yang lahir lewat persalinan normal. Berdasarkan penelitian, bayi yang lahir lewat
operasi sesar butuh perawatan lanjutan dan alat Bantu pernafasan lebih tinggi
dibandingkan bayi lahir normal. PG (Somad, 2005).
Sedangkan komplikasi yang dapat terjadi pada ibu yaitu :
· Perdarahan
· Infeksi
· Trombophlebitis
· Cedera, dengan atau tanpa fistula pada traktus urinarius
dan usus
· Obstruksi usus
· Perlekatan organ-organ pelvis pascaoperasi
· Emboli air ketuban
2.10 Anatomi Fungsional dan Fisiologi
Anatomi fungsional yang dibahas pada
kasus post operasi sectio caesarea terdiri dari anatomi dinding perut dan otot
dasar panggul.
Anatomi dinding perut
Dinding perut dibentuk oleh otot-otot perut dimana disebelah atas
dibatasi oleh angulus infrasternalis dan di sebelah bawah dibatasi oleh krista
iliaka, sulkus pubikus dan sulkus inguinalis.
Otot-otot dinding perut tersebut terdiri dari otot-otot dinding perut
bagian depan, bagian lateral dan bagian belakang.
1) Otot
rectus abdominis
Terletak pada permukaan abdomen menutupi linea alba, bagian depan
tertutup vagina dan bagian belakang terletak di atas kartilago kostalis 6-8.
origo pada permukaan anterior kartilago kostalis 5-7, prosesus xyphoideus dan
ligamen xyphoideum. Serabut menuju tuberkulum pubikum dan simpisis ossis pubis.
Insertio pada ramus inferior ossis pubis. Fungsi dari otot ini untuk flexi
trunk, mengangkat pelvis.
2) Otot
piramidalis
Terletak di bagian tengah di atas simpisis ossis pubis, di depan otot
rectus abdominis. Origo pada bagian anterior ramus superior ossis pubis dan
simpisis ossis pubis. Insertio terletak pada linea alba. Fungsinya untuk
meregangkan linea alba.
3) Otot
transversus abdominis
Otot ini berupa tendon menuju linea alba dan bagian inferior vagina
musculi recti abdominis. Origo pada permukaan kartilago kostalis 7-12. insertio
pada fascia lumbo dorsalis, labium internum Krista iliaka, 2/3 lateral ligamen
inguinale. Berupa tendon menuju linea alba dan bagian inferior vagina muskuli
recti abdominis. Fungsi dari otot ini menekan perut, menegangkan dan menarik
dinding perut.
4) Otot
obligus eksternus abdominis
Letaknya yaitu pada bagian lateral abdomen tepatnya di sebelah inferior
thoraks. Origonya yaitu pada permukaan luas kosta 5-12 dan insertionya pada
vagina musculi recti abdominis. Fungsi dari otot ini adalah rotasi thoraks ke
sisi yang berlawanan.
5) Otot
obligus internus abdominis
Otot ini terletak pada anterior dan lateral abdomen, dan tertutup oleh
otot obligus eksternus abdominis. Origo terletak pada permukaan posterior
fascia lumbodorsalis, linea intermedia krista iliaka, 2/3 ligamen inguinale
insertio pada kartilago kostalis 8-10 untuk serabut ke arah supero medial.
Fungsi dari otot ini untuk rotasi thoraks ke sisi yang sama.
Otot dasar panggul
Otot dasar panggul terdiri dari
diagfragma pelvis dan diagfragma urogenital. Diagfragma pelvis adalah otot
dasar panggul bagian dalam yang terdiri dari otot levator ani, otot
pubokoksigeus, iliokoksigeus, dan ischiokoksigeus. Sedangkan diafragma
urogenetik dibentuk oleh aponeurosis otot transverses perinea profunda dan
mabdor spincter ani eksternus. Fungsi dari otot-otot tersebut adalah levator
ani untuk menahan rectum dan vagina turun ke bawah, otot spincter ani eksternus
diperkuat oleh otot mabdor ani untuk menutup anus dan otot pubokavernosus untuk
mengecilkan introitus vagina.
Fisiologi nifas
Perubahan yang terjadi
selama masa nifas post sectio caesarea antara lain.
(1) Uterus, setelah plasenta dilahirkan,
uterus merupakan alat yang keras karena kontraksi dan reaksi otot-ototnya.
Fundus uteri ±3 jari di bawah pusat. Ukuran uterus mulai dua hari berikutnya,
akan mengecil hingga hari kesepuluh tidak teraba dari luar. Invulsi uterus
terjadi karena masing-masing sel menjadi kecil, yang disebabkan oleh proses
antitoksis dimana zat protein dinding pecah, diabsorbsi dan dibuang melalui air
seni. Sedangkan pada endomentrium menjadi luka dengan permukaan kasar, tidak
rata kira-kira sebesar telapak tangan. Luka ini akan mengecil hingga sembuh
dengan pertumbuhan endometrium baru di bawah permukaan luka, mulai dari pinggir
dan dasar luka,
(2) pembuluh darah uterus yang
saat hamil dan membesar akan mengecil kembali karena tidak dipergunakan lagi,
(3) dinding perut melonggar dan
elastisitasnya berkurang akibat peregangan dalam waktu lama .
2.11 Patologi
Pada operasi sectio caesarea transperitonial ini terjadi, perlukaan baik
pada dinding abdomen (kulit dan otot perut) dan pada dinding uterus.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyembuhan dari luka operasi antara lain
adalah suplay darah, infeksi dan iritasi. Dengan adanya supply darah yang baik
akan berpengaruh terhadap kecepatan proses penyembuhan. Perjalanan proses
penyembuhan sebagai berikut :
·
sewaktu incisi (kulit
diiris), maka beberapa sel epitel, sel dermis dan jaringan kulit akan
mati. Ruang incisi akan diisi oleh gumpalan darah dalam 24 jam pertama akan
mengalami reaksi radang mendadak,
·
Dalam 2-3 hari kemudian, exudat akan mengalami resolusif proliferasi (pelipatgandaan) fibroblast
mulai terjadi.
·
Pada hari ke-3-4 gumpalan darah mengalami organisasi, (4) pada hari ke 5
tensile strength (kekuatan untuk mencegah terbuka kembali luka) mulai timbul,
yang dapat mencegah terjadi dehiscence (merekah) luka.
·
Pada hari ke-7-8, epitelisasi terjadi dan luka akan sembuh. Kecepatan
epitelisasi adalah 0,5 mm per hari, berjalan dari tepi luka ke arah tengah atau
terjadi dari sisa-sisa epitel dalam dermis.
·
Pada hari ke 14-15,
tensile strength hanya 1/5 maksimum.
·
Tensile strength mencapai maksimum dalam 6 minggu. Untuk itu pada
seseorang dengan riwayat SC dianjurkan untuk tidak hamil pada satu tahun
pertama setelah operasi.
Komplikasi yang bisa
timbul pada sectio caesarea adalah sebagai berikut :
·
Infeksi puerperal yang terdiri dari infeksi ringan dan infeksi berat.
Infeksi ringan ditandai dengan kenaikan suhu beberapa hari dalam masa nifas,
infeksi yang berat ditandai dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi bisa terjadi
sepsis, infeksi ini bisa terjadi karena karena partus lama dan ketuban yang telah
pecah terlalu lama.
·
Perdarahan bisa terjadi pada waktu pembedahan cabang-cabang atonia uteria
ikut terbuka atau karena atonia uteria.
·
Terjadi komplikasi lain karena luka kandung kencing, embolisme paru dan
deep vein thrombosis.
·
Terjadi ruptur uteri pada kehamilan berikutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar