Laman

Cari Materi

Selasa, 28 Agustus 2018

PEMANTAUAN IBU DAN JANIN KALA II PERSALINAN


A.      Pemantauan Ibu Saat Persalinan
Persalinan kala II dimulai ketika pembukaan lengkap sampai lahirnya seluruh tubuh janin. Terdapat reflek meneran dari ibu pada tiap kontraksi uterus. Tekanan abdomen disertai dengan kontraksi uterus akan mendorong janin keluar dari jalan lahir. Pada kala II, kemajuan persalinan ditentukan berdasarkan derajat desensus (slide 9 ) Pada primigravida, umumnya kala II berlangsung selama ± 50 menit ; multigravida ± 20 menit.
1.         Kontraksi.
Kontraksi uterus pada persalinan mempunyai sifat tersendiri. Kontraksi menimbulkan nyeri, merupakan satu-satunya kontraksi normal muskulus. Kontraksi ini dikendalikan oleh syaraf intrinsik, tidak disadari, tidak dapat diatur oleh ibu bersalin, baik frekuensi maupun lama kontraksi.
Sifat khas :
a.       Rasa sakit dari fundus merata keseluruh uterus sampai berlanjut ke punggung bawah.
b.      Penyebab rasa nyeri belum diketahui secara pasti. Beberapa dugaan penyebab antara lain :
-          Pada saat kontraksi terjadi kekurangan O2 pada miometrium
-          Penekanan ganglion syaraf di serviks dan uterus bagian bawah
-          Peregangan serviks akibat dari pelebaran serviks
-          Peregangan peritoneum sebagai organ yang menyelimuti  uterus.
Pada waktu selang kontraksi atau periode relaksasi diantara kontraksi memberikan dampak berfungsinya sistem-sistem dalam tubuh, yaitu :
a.       Memberikan kesempatan pada jaringan otot-otot uterina untuk beristirahat agar tidak menurunkan fungsinya oleh karena kontraksi yang kuat secara terus-menerus.
b.      Memberikan kesempatan kepada ibu untuk beristirahat karena rasa sakit selama kontraksi.
c.       Menjaga kesehatan janin karena pada saat kontraksi uterus mengakibatkan konstriksi pembuluh darah plasenta sehingga bila secara terus-menerus berkontraksi, maka akan menyebabkan hipoksia, anoksia dan kematian janin.
Pada awal persalinan kontraksi uterus terjadi selama 15 sampai 20 detik. Pada saat memasuki fase aktif, kontraksi terjadi selama 45-90 detik rata-rata 60 detik. Dalam satu kali kontraksi terjadi tiga fase, yaitu fase naik, puncak dan turun. Pada saat fase naik lamanya dua kali fase lainnya. Pemeriksaan kontraksi uterus meliputi, frekuensi, durasi atau lama, intensitas atau kuat lemah. Frekuensi dihitung dari awal timbulnya kontraksi sampai muncul kontraksi yang berikutnya. Pada saat memeriksa durasi / lama kontraksi, perlu diperhatikan bahwa cara pemeriksaan kontraksi uterus dilakukan dengan palpasi pada perut. Karena bila berpedoman pada rasa sakit yang dirasakan ibu bersalin saja kurang akurat.
Pada saat awal kontraksi biasanya ibu bersalin belum merasakan sakit, begitu juga pada saat kontraksi sudah berakhir, ibu bersalin masih merasakan sakit. Begitu juga dalam menentukan intensitas kontraksi uterus / kekuatan kontraksi uterus, hasil pemeriksaan yang disimpulkan tidak dapat diambil dari seberapa reaksi nyeri ibu bersalin pada saat kontraksi. Ambang rasa nyeri tiap individu berbeda. Pada ibu bersalin yang belum siap menghadapi persalinan, kurang matang psikologis, tidak mengerti proses persalinan yang ibu hadapi akan bereaksi serius dengan bertriak keras saat kontraksi walaupun kontraksinya lemah. Sebaliknya ibu bersalin yang sudah siap menghadapi persalinan, matang psikologis, mengerti tentang proses persalinan, mempunyai ketabahan, kesabaran yang kuat, pernah melahirkan, di dampingi keluarga dan di dukung oleh penolong persalinan yang profesional, dapat menggunakan teknik pernafasan untuk relaksasi maka selama kontraksi yang kuat tidak akan bertriak. Intensitas dapat diperiksa dengan cara jari-jari tangan ditekan di perut, bisa atau tidak uterus ditekan. Pada kontraksi yang lemah akan mudah dilakukan, tetapi pada kontraksi yang kuat, hal itu tidak mudah dilakukan. Bila dipantau dengan monitor janin, kontraksi uterus yang paling kuat pada fase kontraksi puncak tidak akan melebihi 40mmHg.
Kontraksi uterus bervariasi pada setiap bagian karena mempunyai pola gradien. Kontraksi yang kuat mulai dari fundus hingga berangsur-angsur berkurang dan tidak ada sama sekali kontraksi pada serviks. Hal ini memberikan efek pada uterus sehingga uterus terbagi menjadi 2 zona yaitu zona atas dan zona bawah uterus. Zona atas merupakan zona yang berfungsi mengeluarkan janin karena merupakan zona yang berkontraksi dan menebal, dan sifatnya aktif. Zona ini terbentuk akibat kontraksi otot.
Sedangkan zona bawah terdiri dari isthmus dan serviks uteri. Pada saat persalinan isthmus uteri disebut segmen bawah rahim. Zona ini sifatnya pasif tidak berkontraksi seperti zona atas. Zona bawah menipis dan membuka akibat dari sifat pasif dan pengaruh dari kontraksi zona atas sehingga janin dapat melewatinya.
2.         Tanda-tanda kala II
Tanda dan gejala persalinan kala II seperti :
ü  ibu ingin meneran
ü  perineum menonjol
ü  vulva dan anus membuka
ü  meningkatnya pengeluaran darah dan lendir
ü  kepala telah turun di dasar panggul.
Diagnosis pasti persalinan kala II adalah bila saat dilakukan pemeriksaan dalam didapatkan: pembukaan cervix lengkap dan  kepala                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                              bayi terlihat pada introitus vagina.

3.         Keadaan umum ibu kala II
Keadaan umum  ibu perlu dilakukan pemeriksaan seperti :
  Suhu, nadi, pernafasan, tekanan darah setiap 30 menit
  Kandung kemih
  Hidrasi: cairan, mual, muntah
  Kelemahan dan keletihan fisik, tingkah laku dan respon terhadap persalinan serta nyeri dan kemampuan koping
  Upaya ibu meneran
  Frekuensi dan lama kontraksi setiap 30 menit

4.         Kemajuan persalinan Kala II
Kemajuan persalinan kala II dapat dilihat dari :
a.      Uterus
Terjadi perbedaan pada bagian uterus ;
a.       Segmen atas : bagian yang berkontraksi, bila dilakukan palpasi akan teraba keras saat berkontraksi.
b.      Segmen bawah : terdiri atas uterus dan serviks, merupakan daerah yang teregang, bersifat pasif. Hal ini mengakibatkan pemendekan segmen bawah rahim.
c.       Batas antara segmen atas dan segmen bawah uterus membentuk lingkaran cincin retraksi fisiologis. Pada keadaan kontraksi uterus inkoordinasi akan membentuk cincin retraksi patologis yang dinamakan bandl.
Perubahan bentuk :
Bentuk uterus menjadi oval yang disebabkan adanya pergerakan tubuh janin yang semula membungkuk menjadi tegak sehingga uterus bertambah panjang 5-10cm.
b.      Perubahan ligamentum rotundum
Pada saat kontraksi uterus ligamentum rotundum yang mengandung otot-otot polos ikut berkontraksi sehingga ligamentum rotundum menjadi pendek.
Faal ligamentum rotundum dalam persalinan :
a.       Fundus uteri pada saat persalinan bersandar pada tulang belakang, ketika persalinan berlangsung berpindah kedepan mendesak ke dinding perut bagian depan ke depan pada setiap kontraksi. Perubahan ini menjadikan sumbu rahim searah dengan sumbu jalan lahir.
b.      Fundus uteri terhambat karena adanya kontraksi ligamentum rotundum pada saat kontraksi uterus, hal ini memnyebabkan fundus tidak dapat naik ke atas. Bila pada waktu kontraksi fundus naik ke atas maka kontraksi itu tidak dapat mendorong anak ke bawah.
c.       Effasment dan dilatasi serviks
Pengaruh tidak langsung dari kontraksi uterus adalah terjadinya effasment dan dilatasi serviks. Effasment adalah pemendekan atau pendataran ukuran dari panjang kanalis servikalis. Ukuran normal kanalis servikalis 2-3cm. Ketika terjadi effasment ukuran panjang kanalis servikalis menjadi semakin pendek dan akhirnya sampai hilang. Pada pemeriksaan dalam teraba lubang dengan pinggir yang tipis. Proses effasement ini diperlancar dengan adanya pengaturan seperti pada celah endoservik yang mempunyai efek membuka dan meregang.
Dilatasi adalah pembesaran ukuran ostium uteri interna (OUI) yang kemudian disusul dengan pembesaran ukuran ostium uteri eksterna (OUE). Pembesaran ini berbeda antara primigravida dan multigravida. Ostium uteri interna sudah sedikit membuka pada multigravida.
Proses dilatasi ini di bantu atau dipermudah oleh tekanan hydrostatic cairan amnion. Tekanan hydrostatic cairan amnion terjadi akibat dari kontraksi uterus.
d.      Station
Station adalah salah satu indikator untuk menilai kemajuan persalinan yaitu dengan cara menilai keadaan hubungan antara bagian paling bawah presentasi terhadap garis imaginasi atau bayangan setinggi spina ichiadika. Penilaian station dengan ukuran cm. station 0 (nol) berarti bagian bawah presentasi setinggi spina ichiadika. Hasil +1, +2, +3,+4, dan +5 berarti presentasi berada di bawah spina ichiadika setinggi 1, 2, 3, 4, 5 cm diatas garis imaginasi spina ichiadika. Hasil -1, -2, -3, -4 dan -5 berarti presentasi berada di atas1, 2, 3, 4, 5 cm di bawah garis imaginasi spina ichiadika.
Perlu berhati-hati dalam menentukan hasil pemeriksaan station karena hasil pemeriksaan dapat keliru bila terdapat molding atau tulang tengkorak janin dan saling menumpuk atau terjadi kaput suksedanium.

Proses pengeluaran janin pada kala 2 (persalinan letak belakang kepala):
a.          Kepala masuk pintu atas panggul : sumbu kepala janin dapat tegak lurus dengan pintu atas panggul (sinklitismus) atau miring / membentuk sudut dengan pintu atas panggul (asinklitismus anterior / posterior).
b.         Kepala turun ke dalam rongga panggul, akibat : 1) tekanan langsung dari his dari daerah fundus ke arah daerah bokong, 2) tekanan dari cairan amnion, 3) kontraksi otot dinding perut dan diafragma (mengejan), dan 4) badan janin terjadi ekstensi dan menegang.
c.          Fleksi : kepala janin fleksi, dagu menempel ke toraks, posisi kepala berubah dari diameter oksipito-frontalis (puncak kepala) menjadi diameter suboksipito-bregmatikus (belakang kepala).
d.         Rotasi interna (putaran paksi dalam) : selalu disertai turunnya kepala, putaran ubun-ubun kecil ke arah depan (ke bawah simfisis pubis), membawa kepala melewati distansia interspinarum dengan diameter biparietalis.
e.          Ekstensi : setelah kepala mencapai vulva, terjadi ekstensi setelah oksiput melewati bawah simfisis pubis bagian posterior. Lahir berturut-turut : oksiput, bregma, dahi, hidung, mulut, dagu.
f.          Rotasi eksterna (putaran paksi luar) : kepala berputar kembali sesuai dengan sumbu rotasi tubuh, bahu masuk pintu atas panggul dengan posisi anteroposterior sampai di bawah simfisis, kemudian dilahirkan bahu depan dan bahu belakang.
g.         Ekspulsi : setelah bahu lahir, bagian tubuh lainnya akan dikeluarkan dengan mudah. Selanjutnya lahir badan (toraks,abdomen) dan lengan, pinggul / trokanter depan dan belakang, tungkai dan kaki.


B.       Pemantauan Janin selama persalinan
1.         Konsep Dasar Pemantauan Kesejahteraan Janin
Pemantauan kesejahteraan janin merupakan bagian penting dalam penatalaksanaan kehamilan dan persalinan. Teknologi yang begitu cepat berkembang memberikan banyak harapan akan semakin baiknya kualitas pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, melahirkan dan nifas. Kemajuan ini tidak mudah untuk diikuti oleh negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, selain mahalnya harga peralatan, juga terbatasnya sumber daya manusia yang handal dalam pengoperasionalan alat canggih tersebut.
2.         Indikasi Pemeriksaan
Beberapa keadaan dibawah ini memerlukan pemantauan janin yang baik karena berkaitan dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas perinatal, misalnya pertumbuhan janin terhambat (PJT), gerakan janin berkurang, kehamilan post-term (≥ 42minggu), preeklampsia/hipertensi kronik, diabetes mellitus prakehamilan, DM yang memerlukan terapi insulin, ketuban pecah pada kehamilan preterm, dan solusio plasentae. Identifikasi pasien yang memiliki risiko tinggi mutlak dilakukan karena hal ini berkaitan dengan tatalaksana yang harus dilakukan. Kegagalan mengantisipasi adanya faktor risiko dapat berakibat fatal.
3.         Tata Cara Pemantauan Kesejahteraan Janin
Banyak cara yang dapat dipakai untuk melakukan pemantauan kesejahteraan janin, dari cara sederhana hingga yang canggih. Pembahasan pada makalah ini memang dibuat sederhana agar mudah dipahami oleh paramedis, dokter atau pembaca lainnya.
Cara sederhana
Dengan cara sederhana, pemantauan dilakukan melalui :
1.         analisa keluhan ibu (anamnesis)
2.         pemantauan gerak harian janin
3.         pengukuran   tinggi fundus uteri dalam sentimeter
4.         pemantauan  denyut jantung janin (DJJ)
5.         dan analisa penyakit pada ibu.
Adanya keluhan dari klien (pasien)  harus dicermati dan dianalisa dengan baik karena keluhan tersebut mengungkapkan adanya sesuatu yang mungkin tidak baik bagi kesehatan ibu dan atau janin yang dikandungnya. Sambil melakukn anamnesis yang teliti, perhatikan juga keadaan fisik dan psikologis dari ibu tersebut. Anamnesis yang baik, dapat menegakkan diagnosis dengan baik pula. Misalnya gerak janin yang berkurang atau keluarnya darah pervaginam merupakan tanda adanya abnormalitas yang harus dicari penyebabnya.

1.         Pemantauan Gerak Janin

A.       Pengertian

Pola gerakan janin adalah tanda reliabel tentang kesejahteraan janin, dimana gerakan janin yang mengikuti pola teratur dari waktu ketika gerakan ini dirasakan. Data sedikitnya 10 gerakan perhari dianggap lazim.

Perhitungan gerakan janin harus dimulai pada usia kehamilan 34 - 36 minggu bagi wanita yang beresiko rendah mengalami insufisiensi uteroplasenta. Sedangkan bagi wanita yang faktor resikonya telah diidentifikasi, perhitungan gerakan janin dilakukan pada usia kehamilan 28 minggu.

Gerakan janin normal yaitu sekelompok atau beberapa kelompok aktivitas tungkai dan tubuh janin yang menunjukkan normalitas. Gerakan janin pada primigravida dirasakan pada kehamilan 18 minggu, sedangkan pada multigravida pada kehamilan 16 minggu.


B.        Hal yang mempengaruhi gerak janin

·            kapan gerakan muncul

·            usia kandungan
·            kadar glukosa
·            stimulus suara
·            status perilaku janin
·            penggunaan obat-obatan & kebiasaan merokok
·            hipoksia
·            asidemia
·            polihidramnion
·            oligohidramnion
Pemantauan gerak janin sudah lama dilakukan dan banyak tata cara yang diperkenalkan, tetapi tidak ada satupun yang lebih superior dibanding lainnya. Gerak janin ini dipantau sejak kehamilan 28minggu setelah his tempat susunan saraf pusat dan autonom berfungsi dengan optimal. Pemantauan ini terutama dilakukan pada kehamilan resiko tinggi terhadap terjadinya kematian janin atau asfiksia. Misalnya pada kasus pertumbuhan janin terhambat.
Ada tiga cara pemantauan,yaitu cara :
1.         Cardiff dancara
2.         Sadovsky
3.         Count to ten (menghitung sampai 10)

1.         Menurut Cardiff
Pemantauan dilakukan mulai jam 9 pagi, tidur miring ke kiri atau duduk dan menghitung berapa waktu yang diperlukan untuk mencapai 10 gerakan janin. Bila hingga jam 9 malam tidak tercapai 10 gerakan, maka pasien harus segera ke dokter / bidan untuk penanganan lebih lanjut.
2.         Bila memakai metoda Sadovsky
Pasien tidur miring ke kiri, kemudian hitung gerakan janin. Harus dapat dicapai 4 gerakan janin dalam satu jam, bila belum tercapai, waktunya ditambah satu jam lagi, bila ternyata tetap tidak tercapai 4 gerakan, maka pasien harus segera berkonsultasi dengan dokter / bidan.
3.         Count to ten (menghitung sampai 10)
a.          Jadwalkan satu sesi perhitungan per hari
b.         Jadwalkan sesi pada waktu yang sama setiap hari
c.          Catat berapa lama biasanya dibutuhkan untuk merasakan 10 kali gerakan
d.         Setidaknya harus terdapat 10 kali gerakan teridentifikasi dalam 10 jam
e.          Apabila gerakan kurang dari 10 kali dalam 10 jam, jika dibutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai 10 kali gerakan, atau jika tidak terasa gerakan dalam 10 jam, maka hubungi bidan.

2.         Denyut Jantung Janin
a.         Pengertian
Denyut jantung janin normal adalah frekuensi denyut rata-rata saat wanita tidak sedang bersalin, atau diukur di antara dua kontraksi. Rentang normal adalah 120 sampai 160 denyut/menit. Bunyi denyut jantung janin seperti bunyi detik jam dibawah bantal.

b.         Alat Pemeriksa Denyut Jantung Janin

Denyut jantung janin secara obyektif dapat diketahui oleh pemeriksa dengan menggunakan :
1.        Auskultasi periodik
Tersedia beberapa instrumen untuk mendeteksi denyut jantung janin seperti : Fetoskop (18 – 20 minggu), stetoskop Pinard/Laenec (18-20 minggu), Stetoskop ultrasonografi dopler (12 minggu).

 







2.         Electronic Fetal Monitoring
Ada dua alat pemantauan janin secara elektronik yaitu : alat eksternal (transducer eksternal) dan alat internal (elektroda spiral dan kateter tekanan intrauterin).

c.          Cara Mendengarkan Denyut Jantung Janin

Dengan menggunakan stetoskop Pinard
1.         Tempat mendengarkan harus tenang, agar tidak mendapat gangguan dari suara lain.
2.         Ibu hamil diminta berbaring terlentang, kakinya lurus, bagian yang tidak perlu diperiksa ditutup, pintu/jendela ditutup.
3.         Alat disediakan. Pemeriksaan ini sebagai lanjutan dari pemeriksaan palpasi.
4.         Mencari daerah/tempat dimana kita akan mendengarkan. Setelah daerah ditentukan, stetoskop Pinard dipakai, bagian yang berlubang luas ditempatkan ke atas tempat/daerah dimana kita akan mendengarkan. Sedangkan bagian yang lubangnya sempit ditempatkan pada telinga kita, letaknya tegak lurus.
5.         Kepala pemeriksa dimiringkan, perhatian dipusatkan pada denyut jantung janin. Bila telah terdengar suatu detak, maka untuk memastikan apakah yang terdengar itu bunyi jantung janin, detak ini harus disesuaikan dengan detak nadi ibu. Bila detakan itu sama dengan nadi ibu, yang terdengar bukan jantung janin, tetapi detak aorta abdominalis dari ibu.
6.         Setelah nyata bahwa yang terdengar itu betul-betul denyut jantung janin, maka dihitung untuk mengetahui teraturnya dan frekuensi denyut jantung janin itu.

Dengan menggunakan doppler
1.         Nyalakan doppler, untuk memeriksa apakah doppler dapat digunakan
2.         Usapkan jelly pada abdomen ibu, tepat pada daerah yang telah ditentukan. Kegunaan jelly adalah sebagai kontak kedap udara antara kulit abdomen dengan permukaan sensor.
3.         Tempatkan sensor pada daerah yang akan didengarkan, kemudian tekan tombol start untuk mendengarkan denyut jantung janin.
4.         Lakukan penyesuaian volume seperlunya dengan menggunakan tombol pengatur volume.
5.         Lihat denyut jantung janin pada angka yang ditunjukkan melalui monitor.

d.         Cara Menghitung Denyut Jantung Janin

Menghitung denyut jantung janin yaitu selama satu menit penuh. Hal ini dikarenakan pada setiap detik itu terdapat perbedaan denyut serta membandingkan dengan rentang normal selama satu menit.


e.          Hal Yang Dapat Diketahui Dalam Pemeriksaan DJJ

1.         Dari adanya denyut jantung janin :
·         tanda pasti kehamilan
·         anak hidup
2.         Dari tempat denyut jantung janin terdengar
·         presentasi janin
·         posisi janin (kedudukan punggung)
·         sikap janin
·         adanya janin kembar
3.         Dari sifat denyut jantung janin
·         keadaan janin

f.          Bunyi Yang Sering Terdengar Ketika Memeriksa Denyut Jantung Janin.

1.         Desir tali pusat
Disebabkan semburan darah melalui arteri umbilikalis. Suara ini terdengar seperti siulan nyaring yang singkron dengan denyut jantung janin. Suara ini tidak konstan, kadang-kadang terdengar jelas ketika diperiksa pada suatu waktu namun pada pemeriksaan lain tidak terdengar.
2.         Desir uterus
Terdengar sebagai suara hembusan lembut yang singkron dengan denyut ibu. Bunyi ini biasanya paling jelas terdengar saat auskultasi segmen bawah uterus. Suara ini dihasilkan oleh pasase darah melalui pembuluh-pembuluh uterus yang berdilatasi dan dijumpai tidak saja pada kehamilan tetapi juga pada setiap keadaan yang menyebabkan alirah darah ke uterus meningkat, hingga pengaliran darah menjadi luas.
3.         Suara akibat gerakan janin
Suara gerakan ini seperti suara pukulan, dikarenakan janin mendapat reaksi dari luar.
4.         Gerakan usus
Suara ini seperti berkumur-kumur, dihasilkan oleh berjalannya gas atau cairan melalui usus ibu.

g.         Frekuensi Denyut Jantung

1.         Bradikardi
Frekuensi denyut jantung janin yang kurang dari 110 denyut/menit. Keadaan ini dianggap sebagai tanda akhir hipoksia janin.
Penyebabnya :
·         Hipoksia janin tahap lanjut
·         Obat-obatan Beta-adrenergetik (propanolol; anestetik untuk blok epidural, spinal, kaudal, dan pudendal)
·         Hipotensi pada ibu
·         Kompresi tali pusat yang lama
·         Blok jantung kongenital pada janin




2.         Takikardia
Frekuensi denyut jantung janin yang lebih dari 160 denyut/menit. Keadaan ini dianggap sebagai tanda awal hipoksia janin.
Penyebabnya :
·         Hipoksia janin dini
·         Demam pada ibu
·         Obat-obatan parasimpatik (atropin, hidroksizin)
·         Obat-obatan Beta-simpatomimetik (ritodrin, isoksuprin)
·         Amnionitis
·         Hipertiroid pada ibu
·         Anemia pada janin
·         Gagal jantung pada janin
·         Aritmia jantung pada janin

3.         Variabilitas
Variabilitas denyut jantung janin digambarkan sebagai ketidakteraturan irama jantung normal. Variabilitas denyut demi denyut normal dianggap antara 6 dan 25 denyut/menit.
a.   variabilitas jangka pendek yaitu ketidaksamaan satu denyut dengan denyut berikutnya.
b.   variabilitas jangka panjang yaitu tampak sebagai siklus ritmik/ gelombang dasar dan biasanya terdapat tiga sampai lima siklus permenit.




Penyebab variabilitas meningkat :
·         hipoksia ringan dini
·         stimulasi janin oleh palpasi rahim, kontraksi rahim, aktivitas janin, dan aktivitas ibu
Penyebab variabilitas menurun :
·         Hipoksia/asidosis
·         Depresi sistem saraf pusat oleh obat-obatan tertentu
·         Prematuritas
·         Siklus tidur janin
·         Aritmia jantung janin

h.         Frekuensi Denyut Periodik

1.         Akselerasi
Adalah peningkatan sementara denyut jantung janin di atas nilai normal. Akselerasi denyut jantung janin yang timbul saat gerakan janin terjadi merupakan indikasi janin sehat.
Penyebab :
·         Gerakan janin spontan
·         Pemeriksaan dalam
·         Presentasi sungsang
·         Tekanan fundus
·         Kontraksi rahim
·         Palpasi perut
2.         Deselerasi
Adalah penurunan sementara denyut jantung janin di bawah nilai normal. Disebabkan oleh respon parasimpatik, dapat dalam bentuk benigna atau bentuk yang tidak menyenangkan.
Tiga tipe deselerasi :
-          Deselerasi dini yaitu penurunan sementara denyut jantung janin di bawah nilai normal sejalan kontraksi rahim.
Penyebab : Kompresi kepala sebagai akibat kontraksi rahim, pemeriksaan dalam, tekanan fundus, pemasangan alat pemantau internal.
-          Deselerasi lambat yaitu penurunan sementara denyut jantung janin di bawah nilai normal pada fase kontraksi.
Penyebab : insufisiensi uteruplasenta disebabkan oleh hiperaktivitas atau hipertonisitas rahim, hipontensi supin pada ibu, anastesi spinal atau epidural, plasenta previa, solusio plasenta, gangguan hipertensi, IUGR, diabetes mellitus dan amnionitis.
-          Deselerasi variasi yaitu penurunan sementara denyut jantung janin mendadak yang bervariasi dalam durasi, intensitas, dan waktu awitan kontraksi.
Penyebab : kompresi tali pusat disebabkan oleh lilitan tali pusat, tali pusat pendek, tali pusat membelit, tali pusat prolaps.
-          Deselerasi memanjang didefinisikan sebagai deselerasi tersendiri yang berlangsung 2 menit atau lebih, tetapi kurang dari 10 menit dari awitan untuk kembali ke normal.
Penyebab : pemeriksaan panggul, pemasangan elektroda spiral, penurunan janin yang cepat, penggunaan manuver valsava, prolaps tali pusat, kejang ibu termasuk eklampsi dan epilepsi, hipotensi ibu pada posisi terlentang.
3.         Non stress test (NST)
a.         Pengertian
Non stress test (NST) adalah pemeriksaan kesehatan janin dengan menggunakan kardiotokografi pada umur kehamilan > 32 minggu. Pemeriksaan ini dilakukan dengan maksud menilai kesehatan janin melalui hubungan perubahan denyut jantung janin dengan gerakan janin yang dirasakan ibu.
b.         Indikasi  Pelaksanaan Non stress test
Semua kondisi yang dapat menyebabkan janin lahir dalam keadaan buruk, antara lain :
Kondisi ibu
Kondisi Janin
Kondisi yang berhubungan dengan kehamilan
-    Hipertensi kronis
-    Diabetes mellitus
-    Anemia berat
-    Penyakit vaskuler kolagen
-    Gangguan fungsi ginjal
-    Penyakit jantung
-    Pneumonia dan penyakit paru-paru berat
-    Penyakit dengan kejang
-     Pertumbuhan janin terhambat
-     Kelainan kongenital minor
-     Aritmia jantung
-     Isoimunisasi
-     Infeksi janin (toksoplasmosis, sifilis, dsb)
-     Riwayat kematian janin
-    kehamilan multipel
-    Ketuban pecah pada kehamilan kurang bulan
-    Polihidramnion
-    Oligohidramnion
-    Plasentasi abnormal
-    Solusio plasenta
-    Kehamilan lewat waktu

c.          Prosedur Pelaksanaan

1.         Pasien ditidurkan secara santai semi fowler, 450 miring ke kiri. Hal ini untuk menghindari hipotensi supine.
2.         Tekanan darah diukur setiap 10 menit
3.         Dipasang kardiotokografi
4.         Pada ibu diberikan tombol penanda yang harus ditekan apabila ibu merasakan gerak janin.
5.         Frekuensi denyut jantung janin dicatat selama 10 menit pertama untuk mendapatkan data dasar denyut jantung janin.
6.         Pemantauan tidak boleh kurang dari 20 menit. Apabila pada 20 menit pertama didapatkan hasil nonreaktif, lanjutkan pemantauan 20 menit lagi. Pastikan bahwa tidak ada hal-hal yang mempengaruhi hasil pemantauan (misalnya pemakaian sedativa) apabila hasilnya tetap nonreaktif.
7.         Pemeriksaan NST ulangan dilakukan berdasarkan pertimbangan hasil NST secara individual.


 


  

d.         Pembacaan Hasil




Reaktif




Tidak Reaktif




-      Denyut jantung janin antara 120-160 kali per menit
-      Variabilitas denyut jantung janin 6-15 per menit
-      Ada gerakan janin, terutama gerakan multipel dan berjumlah 5 gerakan atau lebih dalam pemantauan 20 menit, dengan kenaikan minimal 15 denyut/menit selama minimal 15 detik.

-      Denyut jantung janin basal 120-160 kali per menit
-      Variabilitas kurang dari 6 denyut/menit
-      Gerak janin tidak ada atau kurang dari 5 gerakan dalam 20 menit
-      Tidak ada akselerasi denyut jantung janin meskipun diberikan rangsangan dari luar

Selain itu ada hasil yang kurang baik (non reassuring). Keadaan ini interpretasinya sukar, dapat disebabkan pemakaian obat seperti : barbiturat, demerol, fenotiasid dan metildopa. Pada keadaan non reassuring dan pasien tidak menggunakan obat-obatan, dianjurkan agar NST diulangi keesokan harinya. Bila reaktivitas tidak membaik, dilakukan pemeriksaan uji beban kontraksi (OCT/Oxytocin Challenge Test).

e.          Penyebab Umum Nonreaktivitas Pada Nst

Penyebab pada janin :
-    Usia kandungan (28-32 minggu)
-    Tahap tidur yang dalam
-    Hipoksia
-    Oligohidramnion
-    Sistem saraf pusat atau kelainan jantung
-    Irama sirkardian
Penyebab pada ibu :
-      Penyakit (Mis, diabetes, hipertensi)
-      Obat-obatan (Mis.beta bloker, depresan SSP, tokolitik, steroid)
-      Penggunaan obat-obatan terlarang
-      Kebiasaan merokok
-      Korioamnionitis
-      Dehidrasi

4.         Pengamatan mekoneum dan cairan ketuban
Caranya dengan amniocentesis atau amnioskopi.Pada keadaan normal otot sfingter ani janin berkontraksi, mekoneum tidak keluar, tidak bercampur dengan cairan ketuban sehingga cairan ketuban tetap jernih.
Pada hipoksia akut, terjadi hiperperistaltik otot-otot tubuh janin, tetapi terjadi juga relaksasi sfingter ani sehingga mekoneum akan keluar dan bercampur dengan cairan ketuban, menyebabkan warna kehijauan.
Pada infeksi, terjadi juga koloni kuman dalam selaput dan cairan ketuban (korioamnionitis), menyebabkan juga warna keruh atau kehijauan.
Pemeriksaan rasio lecithin/sphyngomyelin (L/S ratio) pada cairan ketuban dapat untuk menilai prediksi pematangan paru janin (pembentukan surfaktan).

5.         Pengamatan hormon yang diproduksi oleh plasenta
Estriol dan Human Placental Lactogen (HPL) adalah hormon plasenta spesifik yang dapat diperiksa kadarnya pada darah ibu, untuk menilai fungsi plasenta. Jika abnormal, berarti terjadi gangguan fungsi plasenta dan berakibat risiko pertumbuhan janin terhambat sampai kematian janin. Namun pemeriksaan ini makan waktu lama, bisa terlambat bertindak kalau menunggu hasilnya.




6.         Pemeriksaan darah dan analisis gas darah janin
Pengambilan sampel darah bisa dari tali pusat (umbilical cord blood sampling), atau dari kulit kepala janin (fetal scalp blood sampling). Pada janin dengan hipoksia, terjadi asidosis.

7.         Kardiotokografi (CTG)
Menggunakan dua elektrode yang dipasang pada fundus (untuk menilai aktifitas uterus) dan pada lokasi punctum maximum denyut jantung janin pada perut ibu.
Dapat menilai aktifitas jantung janin pada saat his / kontraksi maupun pada saat di luar his / kontraksi. Menilai juga hubungan antara denyut jantung dan tekanan intrauterin.
1.         Janin normal : pada saat kontraksi : jika frekuensi denyut jantung tetap normal atau meningkat dalam batas normal, berarti cadangan oksigen janin baik (tidak ada hipoksia).
2.         Pada janin hipoksia : tidak ada akselerasi, pada saat kontraksi justru terjadi deselerasi / perlambatan, setelah kontraksi kemudian mulai menghilang (tanda insufisiensi plasenta).
3.         Jika ada deselerasi dini : dalam batas normal, observasi. Kemungkinan akibat turunnya kepala, atau refleks vasovagal.
4.         Jika ada deselerasi lambat : indikasi untuk terminasi segera.
5.         Jika ada deselerasi variabel (seperti deselerasi dini tetapi ekstrim), hal ini merupakan tanda keadaan patologis misalnya akibat kompresi pada tali pusat (oligohidramnion, lilitan tali pusat, dan sebagainya). Juga indikasi untuk terminasi segera.
Batasan waktu untuk menilai deselerasi : tidak ada. Seharusnya penilaian ideal sampai waktu 20 menit, tapi dalam praktek, kalau menunggu lebih lama pada keadaan hipoksia atau gawat janin akan makin memperburuk prognosis.
Kalau grafik denyut datar terus : keadaan janin non-reaktif. Uji dengan bel (“klakson”…ngooook), normal frekuensi denyut jantung akan meningkat.

C.       Pemantauan bayi saat lahir

Ketika bayi lahir Lihat :

1.         Gerakan dada naik turun,
2.         Frekuensi dan dalamnya pernafasan selama 1 menit.
3.         Nafas tersengal-sengal berarti nafas tidak efektif dan perlu tindakan, misalnya apneu. Jika pernafasan telah efektif yaitu pada bayi normal biasanya 30 – 50 x/menit dan menangis, kita melangkah ke penilaian selanjutnya
Jika terjadi kelainan maka bayi harus segera di resusitasi yaitu ada beberapa syarat :
1)         Apakah bersih dari mekonium ?
2)         Apakah bernafas dan menangis dengan adekuat ?
3)         Apakah tonus otot baik ?
4)         Apakah warna kulit kemerahan ?
5)         Apakah lahir dengan cukup bulan ?

Tanda yang penting untuk melakukan Resusitasi :
1.     Pernafasan
Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau bahwa pernafasan tidak adekuat.  Lihat gerakan dada naik turun, frekuensi dan dalamnya pernafasan selama 1 menit. Nafas tersengal-sengal berarti nafas tidak efektif dan perlu tindakan, misalnya apneu. Jika pernafasan telah efektif yaitu pada bayi normal biasanya 30 – 50 x/menit dan menangis, kita melangkah ke penilaian selanjutnya.


2.     Denyut jantung – frekuensi
Apabila penilaian denyut jantung menunjukkan bahwa denyut jantung bayi  tidak teratur. Frekuensi denyut jantung harus > 100 per menit. Cara yang termudah dan cepat adalah dengan menggunakan stetoskop atau meraba denyut tali pusat. Meraba arteria mempunyai keuntungan karena dapat memantau frekuensi denyut jantung secara terus menerus, dihitung selama 6 detik (hasilnya dikalikan 10 = frekuensi denyut jantung selama 1 menit).
Hasil penilaian ;
·            Apabila frekuensi>100x / menit dan bayi bernafas spontan, dilanjutkan dengan menilai warna kulit.
·            Apabila frekuensi < 100x / menit walaupun bayi bernafas spontan menjadi indikasi untuk dilakukan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)

3.     Warna Kulit
Apabila penilaian warna kulit menunjukkan bahwa warna kulit bayi pucat  atau bisa sampai sianosis. Setelah pernafasan dan frekuensi jantung baik, seharusnya kulit menjadi kemerahan. Jika masih ada sianosis central, oksigen tetap diberikan. Bila terdapat sianosis purifier, oksigen tidak perlu diberikan, disebabkan karena peredaran darah yang masih lamban, antara lain karena suhu ruang bersalin yang dingin.
Nilai APGAR tidak dipakai untuk menentukan kapan kita memulai resusitasi atau untuk membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi.
Resusitasi dilakukan dengan tujuan : 
1.         Memberikan ventilasi yang adekuat
2.         Membatasi kerusakan serebi
3.         3.Pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen kepada otak, jantung dan alat – alat vital lainnya
4.         Untuk memulai atau mempertahankan kehidupan ekstra uteri

Resusitasi pada bayi diperlukan bila bayi dalam kondisi sebagai berikut :
1.         Okulasi jalan nafas, misal tersedak, masalah pemberian makanan atau karena ada lendir.
2.         Abnormalitas konginital yang tidak terdeteksi.
3.         Sisa pengaruh depresi pernafasan setelah berkurangnya efek naloxone
4.         Infeksi

Resusitasi bayi dilakukan pada bagian tubuh yang disesuaikan dengan masalah / kondisi bayi , antara lain :
1.         Untuk persalinan dimana ketuban mengandung mekoneum
Bila terdapat mekoneum dalam ketuban, petugas yang menolong persalinan harus menghisap cairan dari mulut, pharing, dan hidung bayi sebelum bahu dilahirkan, agar bayi tidak mengalami aspirasi mekoneum
2.         2.Untuk persalinan dimana ketuban tidak mengandung mekoneum
Bila tidak ada mekoneum, lahirkan bayi kemudian hisap lender dari mulut bayi terlebih dahulu, selanjutnya penghisapan dilakukan melalui hidung kanan – kiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar