2.1.
Definisi Imunisasi
Imunisasi merupakan
upaya pencegahan terhadap penyakit tertentu pada diri seseorang dengan
pemberian vaksin. Vaksin adalah antigen yang dapat bersifat aktif maupun
inaktif yang berasal dari mikroorganisme ataupun racun yang dilemahkan.
Pemberian vaksin bisa melalui injeksi ,misalnya vaksin BCG, DPT, DT, TT,
Campak, dan Hepatitis B. Sedangkan yang diberikan secara oral yaitu vaksin
polio. Pemberian vaksin secara dini dan rutin pada bayi dan balita diketahui
mampu memunculkan kekebalan tubuh secara alamiah. Cara itu sangat efektif,
mudah, dan murah untuk menangkal berbagai penyakit menular.
2.2.
Imunisasi Wajib
5 jenis imunisasi
yang wajib diperoleh bayi sebelum usia setahun. Penyakit-penyakit yang hendak
dicekalnya memiliki angka kesakitan dan kematian yang tinggi, selain bisa
menimbulkan kecacatan.
1.
BCG
Ketahanan terhadap penyakit TB
(Tuberkulosis) berkaitan dengan keberadaan virus tubercle bacili yang
hidup di dalam darah. Itulah mengapa, agar memiliki kekebalan aktif,
dimasukkanlah jenis basil tak berbahaya ini ke dalam tubuh, alias vaksinasi BCG
(Bacillus Calmette-Guerin).
Seperti diketahui, Indonesia termasuk
negara endemis TB (penyakit TB terus-menerus ada sepanjang tahun) dan merupakan
salah satu negara dengan penderita TB tertinggi di dunia. TB disebabkan kuman Mycrobacterium
tuberculosis, dan mudah sekali menular melalui droplet, yaitu
butiran air di udara yang terbawa keluar saat penderita batuk, bernapas ataupun
bersin. Gejalanya antara lain: berat badan anak susah bertambah, sulit makan,
mudah sakit, batuk berulang, demam dan berkeringat di malam hari, juga diare
persisten. Masa inkubasi TB rata-rata berlangsung antara 8-12 minggu.
Untuk mendiagnosis anak terkena TB
atau tidak, perlu dilakukan tes rontgen untuk mengetahui adanya vlek, tes Mantoux
untuk mendeteksi peningkatan kadar sel darah putih, dan tes darah untuk
mengetahui ada-tidak gangguan laju endap darah. Bahkan, dokter pun perlu
melakukan wawancara untuk mengetahui, apakah si kecil pernah atau tidak,
berkontak dengan penderita TB.
Jika anak positif terkena TB, dokter
akan memberikan obat antibiotik khusus TB yang harus diminum dalam jangka
panjang, minimal 6 bulan. Lama pengobatan tak bisa diperpendek karena bakteri
TB tergolong sulit mati dan sebagian ada yang “tidur”. Karenanya, mencegah
lebih baik daripada mengobati. Selain menghindari anak berkontak dengan
penderita TB, juga meningkatkan daya tahan tubuhnya yang salah satunya melalui
pemberian imunisasi BCG.
a.
Jumlah
pemberian
Cukup 1 kali saja, tak perlu diulang (booster).
Sebab, vaksin BCG berisi kuman hidup sehingga antibodi yang dihasilkannya
tinggi terus. Berbeda dengan vaksin berisi kuman mati,
hingga memerlukan pengulangan.
b.
Usia
pemberian
Di bawah 2 bulan. Jika baru diberikan setelah usia
2 bulan, disarankan tes Mantoux (tuberkulin) dahulu untuk mengetahui
apakah si bayi sudah kemasukan kuman Mycobacterium tuberculosis atau
belum. Vaksinasi dilakukan bila hasil tesnya negatif. Jika ada penderita TB
yang tinggal serumah atau sering bertandang ke rumah, segera setelah lahir si
kecil diimunisasi BCG
c.
Lokasi
penyuntikan
Lengan kanan atas, sesuai anjuran WHO. Meski ada juga petugas medis
yang melakukan penyuntikan di paha.
d.
Efek samping
Umumnya tidak ada. Namun pada beberapa anak timbul
pembengkakan kelenjar getah bening di ketiak atau leher bagian bawah (atau di
selangkangan bila penyuntikan dilakukan di paha). Biasanya
akan sembuh sendiri.
e.
Tanda
keberhasilan
Muncul bisul kecil dan bernanah di daerah bekas
suntikan setelah 4-6 minggu. Tidak menimbulkan nyeri dan tak diiringi panas.
Bisul akan sembuh sendiri dan meninggalkan luka parut.
Jikapun bisul tak muncul, tak usah cemas. Bisa
saja dikarenakan cara penyuntikan yang salah, mengingat cara menyuntikkannya
perlu keahlian khusus karena vaksin harus masuk ke dalam kulit. Apalagi bila
dilakukan di paha, proses menyuntikkannya lebih sulit karena lapisan lemak di
bawah kulit paha umumnya lebih tebal.
Jadi, meski bisul tak muncul, antibodi tetap
terbentuk, hanya saja dalam kadar rendah. Imunisasi pun tak perlu diulang,
karena di daerah endemis TB, infeksi alamiah akan selalu ada. Dengan kata lain, anak akan mendapat vaksinasi alamiah.
f.
Kontra
indikasi
Tak dapat diberikan pada anak yang berpenyakit TB
atau menunjukkan Mantoux positif.
2.
Hepatitis
B
Lebih dari 100 negara memasukkan
vaksinasi ini dalam program nasionalnya. Apalagi Indonesia yang termasuk negara
endemis tinggi penyakit hepatitis. Jika menyerang anak, penyakit yang
disebabkan virus ini sulit disembuhkan. Bila sejak lahir telah terinfeksi virus
hepatitis B (VHB), dapat menyebabkan kelainan-kelainan yang dibawanya terus
hingga dewasa. Sangat mungkin terjadi sirosis atau pengerutan hati (kerusakan
sel hati yang berat). Bahkan yang lebih buruk bisa mengakibatkan kanker hati.
Banyak jalan masuknya VHB ke tubuh si
kecil. Yang potensial melalui
jalan lahir. Bisa sejak dalam kandungan sudah tertular dari ibu yang mengidap
hepatitis B atau saat proses kelahiran. Cara lain melalui kontak dengan darah penderita, semisal transfusi darah.
Bisa juga melalui alat-alat medis yang sebelumnya telah terkontaminasi darah
dari penderita hepatitis B, seperti jarum suntik yang tidak steril atau
peralatan yang ada di klinik gigi. Bahkan juga lewat sikat gigi atau sisir
rambut yang digunakan antaranggota keluarga.
Malangnya, tak ada gejala khas
yang tampak secara kasat mata. Bahkan oleh dokter sekalipun. Fungsi hati kadang
tak terganggu meski sudah mengalami sirosis. Tidak cuma itu. Anak juga terlihat
sehat, nafsu makannya baik, berat tubuhnya pun naik dengan bagus pula.
Penyakitnya baru ketahuan setelah dilakukan pemeriksaan darah. Gejala baru
tampak begitu hati si penderita tak mampu lagi mempertahankan metabolisme
tubuhnya.
Upaya pencegahan adalah
langkah terbaik. Jika ada salah satu anggota keluarga dicurigai kena VHB,
biasanya dilakukan screening terhadap anak-anaknya untuk mengetahui
apakah membawa virus atau tidak. Pemeriksaan harus dilakukan kendati anak tak menunjukkan gejala sakit apa
pun. Selain itu, imunisasi merupakan langkah efektif untuk mencegah masuknya
VHB.
a. Jumlah pemberian
Sebanyak 3 kali, dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan
kedua, kemudian 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga.
b. Usia pemberian
Sekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir.
Dengan syarat, kondisi bayi stabil, tak ada gangguan pada paru-paru dan
jantung. Dilanjutkan pada usia 1 bulan, dan usia antara 3-6 bulan. Khusus bayi
yang lahir dari ibu pengidap VHB, selain imunisasi yang dilakukan kurang dari
12 jam setelah lahir, juga diberikan imunisasi tambahan dengan imunoglobulin
antihepatitis B dalam waktu sebelum berusia 24 jam.
c. Lokasi penyuntikan
Pada anak di lengan dengan cara
intramuskuler. Sedangkan pada bayi di paha lewat anterolateral (antero =
otot-otot di bagian depan; lateral = otot bagian luar). Penyuntikan di bokong tak dianjurkan karena bisa mengurangi
efektivitas vaksin.
d. Efek samping
Umumnya tak terjadi. Jikapun ada (kasusnya
sangat jarang), berupa keluhan nyeri pada bekas suntikan, yang disusul demam
ringan dan pembengkakan. Namun reaksi ini akan
menghilang dalam waktu dua hari.
e. Tanda keberhasilan
Tak ada tanda klinis yang dapat dijadikan
patokan. Namun dapat dilakukan pengukuran keberhasilan melalui pemeriksaan
darah dengan mengecek kadar hepatitis B-nya setelah anak berusia setahun. Bila
kadarnya di atas 1000, berarti daya tahannya 8 tahun; di atas 500, tahan 5
tahun; di atas 200, tahan 3 tahun. Tetapi kalau angkanya cuma 100, maka dalam
setahun akan hilang. Sementara bila angkanya nol berarti si bayi harus disuntik
ulang 3 kali lagi.
f. Tingkat kekebalan
Cukup tinggi, antara 94-96%. Umumnya,
setelah 3 kali suntikan, lebih dari 95% bayi mengalami respons imun yang cukup.
g. Kontra indikasi
Tak dapat diberikan pada anak yang
menderita sakit berat.
3.
Imunisasi
Polio
imunisasi diberikan untuk
mendapatkan kekebalan terhadap penyakit poliomielitis. Terdapat 2 jenis vaksin
dalam peredaran yang masing-masing mengandung virus polio tipe I, II, III,
yaitu :
1.
vaksin yang mengandung virus
polio tipe I, II dan III yang sudah dimatikan (vaksin Salk). Cara pemberian
vaksin ini ialah dengan penyuntikan .
2.
vaksin yang mengandung virus
polio tipe I, II dan III yang masih hidup, tetapi telah dilemahkan (vaksin
Sabin). Cara pemberiannya ialah melalui mulut dalam bentuk pil atau cairan.
Di indonesia yang lazim diberikan
ialah vaksin jenis Sabin. Kedua jenis vaksin tersebut mempunyai kebaikan dan
kekurangannya. Kekebalan yang diperoleh sama baiknya. Karena cara pemberiannya
lebih mudah melalui mulut, maka lebih sering dipakai jenis Sabin. Di beberapa
negara terkenal “Tetra Vaccine” yang mengandung 4 jenis vaksin, yaitu kombinasi
DPT dan polio, cara pemberiannya dengan suntikan.
poliomielitis ialah penyakit infeksi
akut yang disebabkan oleh virus polio. Telah dikenal 3 jenis virus polio, yaitu
tipe I, II dan III. Virus polio akan merusak bagian anterior (bagian muka)
susunan saraf pusat tulang belakang. Penyakit ini terutama banyak terdapat di
negara yang sedang berkembang. Di indonesia tercatat beberapa kali wabah polio,
misalnya di Belitung tahun 1948, di Semarang tahun 1954, di Medan tahun 1957.
Gejala penyakit ini bervariasi, dari gejala ringan sampai timbul kelumpuhan,
bahkan mungkin suatu kematian. Gejala yang umum dan mudah dikenal ialah anak
mendadak menjadi lumpuh pada salah satu anggota geraknya, setelah ia menderita
demam selama 2-5 hari. Bila kelumpuhan itu terjadi pada otot pernafasan,
mungkin anak akan meninggal karena sukar bernafas. Penyakit ini dapat langsung
menular ari seseorang penderita polio atau dengan melalui makanan.
Di Indonesia dipakai vaksin Sabin yang diberikan melalui mulut.
Imunisasi dasar diberikan ketika anak berumur 2 bulan, sebanyak 2-3 kali. Jarak
waktu antara 2 pemberian ialah 4-6 minggu. Revaksinasi diberikan ketika anak
berumur 1 ½ - 2 tahun, menjelang umur 5 tahun dan menjelang umur 10 tahun.
Vaksin polio dapat diberikan bersama dengan vaksin DPT. Pada pemberian vaksin
polio perlu diperhatikan bayi yang masih mendapat ASI. Karena ASI mengandung
zat anti terhadap polio, maka dalam waktu 2 jam setelah minum vaksin polio bayi
tersebut sebaiknya tidak diberikan ASI dahulu. Zat anti yang terdapat dalam ASI
akan menghancurkan vaksin polio, sehingga imunisasi polio menjadi gagal. Pada
saat ini banyak sarjana berpendapat bahwa tidak ada pengaruh ASI terhadap
imunisai polio. ASI dapat diberikan seperti
biasa, karena sifat dan jenis antibodi pada ASI berlainan.
Masalah lain yang
sering dipertanyakan adalah tentang perlunya pemberian imunisasi ulang
seandainya seorang anak pernah terjangkit penyakit polio. Jawabannya “Ya, masih
diperlukan imunisasi ulang”. Alasannya adalah mungkin anak yang menderita polio
itu hanya terjangkit oleh virus polio tipe I. Artinya, bila penyakitnya telah
menyembuh ia hanya mempunyai kekebalan terhadap virus polio tipe I, tetapi
tidak mempunyai kekebalan terhadap kedua jenis virus tersebut perlu diberikan
imunisasi ulang polio.
Belum ada pengobatan efektif untuk
membasmi polio. Penyakit yang dapat menyebabkan kelumpuhan ini, disebabkan
virus poliomyelitis yang sangat menular. Penularannya bisa lewat
makanan/minuman yang tercemar virus polio. Bisa juga lewat percikan ludah/air
liur penderita polio yang masuk ke mulut orang sehat.
Virus polio berkembang biak dalam
tenggorokan dan saluran pencernaan atau usus, lalu masuk ke aliran darah dan
akhirnya ke sumsum tulang belakang hingga bisa menyebabkan kelumpuhan otot
tangan dan kaki. Bila mengenai
otot pernapasan, penderita akan kesulitan bernapas dan bisa meninggal.
Masa inkubasi virus antara
6-10 hari. Setelah demam 2-5 hari, umumnya akan mengalami kelumpuhan mendadak
pada salah satu anggota gerak. Namun tak semua orang yang terkena virus polio
akan mengalami kelumpuhan, tergantung keganasan virus polio yang menyerang dan
daya tahan tubuh si anak. Nah, imunisasi polio akan
memberikan kekebalan terhadap serangan virus polio.
a. Jumlah pemberian
Bisa lebih dari jadwal yang telah
ditentukan, mengingat adanya imunisasi polio massal. Namun jumlah yang
berlebihan ini tak akan berdampak buruk. Ingat, tak ada
istilah overdosis dalam imunisasi!
b. Usia pemberian
Saat lahir (0 bulan), dan berikutnya di
usia 2, 4, 6 bulan. Dilanjutkan
pada usia 18 bulan dan 5 tahun. Kecuali saat lahir, pemberian vaksin polio
selalu dibarengi dengan vaksin DTP.
c. Cara pemeberian
Bisa lewat suntikan (Inactivated
Poliomyelitis Vaccine/IPV), atau lewat mulut (Oral Poliomyelitis Vaccine/OPV). Di tanah air, yang digunakan adalah OPV.
d. Efek samping
Hampir tak ada. Hanya sebagian kecil saja
yang mengalami pusing, diare ringan, dan sakit otot. Kasusnya
pun sangat jarang.
e. Tingkat kekebalan
Dapat mencekal hingga 90%.
f. Kontra indikasi
Tak dapat diberikan pada anak yang
menderita penyakit akut atau demam tinggi (di atas 380C); muntah
atau diare; penyakit kanker atau keganasan; HIV/AIDS; sedang menjalani
pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum; serta anak dengan mekanisme
kekebalan terganggu.
4.
Imunisasi
DPT
Dengan pemberian
imunisasi DTP, diharapkan penyakit difteri, tetanus, dan pertusis, menyingkir
jauh dari tubuh si kecil. Kekebalan segera muncul
seusai diimunisasi.
a. Usia dan Jumlah pemberian
Sebanyak 5 kali; 3 kali di usia bayi (2,
4, 6 bulan), 1 kali di usia 18 bulan, dan 1 kali di usia 5 tahun. Selanjutnya
di usia 12 tahun, diberikan imunisasi TT
b. Efek samping
Umumnya muncul demam yang dapat diatasi
dengan obat penurun panas. Jika
demamnya tinggi dan tak kunjung reda setelah 2 hari, segera bawa si kecil ke
dokter. Namun jika demam tak muncul, bukan berarti imunisasinya gagal, bisa
saja karena kualitas vaksinnya jelek, misal.
Untuk anak yang memiliki riwayat kejang
demam, imunisasi DTP tetap aman. Kejang demam tak membahayakan, karena si kecil
mengalami kejang hanya ketika demam dan tak akan mengalami kejang lagi setelah
demamnya hilang. Jikapun orangtua tetap khawatir, si kecil dapat diberikan
vaksin DTP asesular yang tak menimbulkan demam. Kalaupun
terjadi demam, umumnya sangat ringan, hanya sekadar sumeng.
c. Kontra indikasi
Tak dapat diberikan kepada mereka yang
kejangnya disebabkan suatu penyakit seperti epilepsi, menderita kelainan saraf
yang betul-betul berat atau habis dirawat karena infeksi otak, dan yang alergi
terhadap DTP. Mereka hanya boleh menerima vaksin DT tanpa P karena antigen P
inilah yang menyebabkan panas.
Penyakit DPT yang berbahaya
a. Difteri
Penyakit yang disebabkan kuman
Corynebacterium diphtheriae ini, gejalanya mirip radang tenggorokan,
yaitu batuk, suara serak, dan tenggorokan sakit. Namun, difteri tak disertai
panas sebagaimana yang terjadi pada radang tenggorokan. Gejala lain difteri
adalah kesulitan bernapas (leher seperti tercekik dan napas berbunyi), sehingga
wajah dan tubuh membiru, serta adanya lapisan putih pada lidah dan bibir.
Bakteri penyebab difteri
ditularkan saat batuk, bersin, atau kala berbicara. Masa inkubasinya 1-6 hari.
Penderita harus mendapatkan perawatan di rumah sakit dalam waktu cukup lama,
sekitar 2-3 minggu, dan baru boleh pulang setelah penyakitnya benar-benar
hilang 100%. Soalnya, difteri bisa kambuh lagi kalau belum betul-betul sembuh.
b. Tetenus
Disebabkan oleh bakteri Clostridium
Tetani, penyakit ini berisiko menyebabkan kematian. Infeksi tetanus bisa
terjadi karena luka, sekecil apa pun luka itu. Tetanus rawan menyerang bayi
baru lahir, biasanya karena tindakan atau perawatan yang tidak steril.
Gejala-gejala yang tampak
antara lain kejang otot rahang, rasa sakit dan kaku di leher, bahu atau
punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas dan
paha. Pengobatan dilakukan dengan pemberian antibiotik untuk mematikan kuman,
antikejang untuk merilekskan otot-otot, dan antitetanus untuk menetralisir
toksinnya.
c. Pertusis
Disebut juga kinghoest,
batuk rejan, atau batuk 100 hari lantaran batuknya memang berlangsung lama,
bisa sampai 3 bulan. Penyakit ini mudah sekali menular melalui udara yang
mengandung bakteri Bordetella pertussis. Masa inkubasinya 6-20 hari.
Gejala awalnya seperti flu
biasa, yaitu demam ringan, batuk, dan pilek, yang berlangsung selama 1-2
minggu. Kemudian, gejala batuknya mulai nyata dan kuat, batuk panjang secara
terus-menerus yang berbeda dengan batuk biasa. Tak jarang, karena kuatnya batuk
ini, anak bisa sampai menungging-nungging, muntah-muntah, mata merah, berair,
dan napasnya susah. Gejalanya sangat berat. Bahkan beberapa penderita bisa
mengalami perdarahan. Setelah 2-4 minggu berlalu, batuk mulai berkurang dan
kondisi anak mulai pulih.
Penderita akan diberi obat
antibiotik untuk mematikan kuman, dan obat untuk mengurangi/menghentikan
batuknya. Istirahat yang cukup, banyak minum, dan konsumsi makanan bergizi akan
membantu mempercepat kesembuhan.
5.
Imunisasi
Campak
Imunisasi
diberikan untuk mendapat kekebalan terhadap penyakit campak secara aktif. Vaksin campak mengandung virus campak hidup yang sudah dilemahkan.
Vaksin campak yang beredar di Indonesia dapat diperoleh dalam bentuk kemasan
kering tunggal atau dalam kemasan kering kombinasi dengan vaksin gondong /
bengok (mumps) dan rubella (campak jerman). Di Amerika Serikat kemasan terakhir
ini dikenal dengan nama vaksin MMR (Measles-Mumps-Rubella Vaccine).
Istilah asing untuk penyakit campak ialah morbilli (latin), measles
(inggris). Penyakit ini sangat mudah menular. Kuman penyebabnya ialah sejenis
virus yang termasuk ke dalam golongan paramyxo
virus. Gejala yang khas yaitu timbulnya bercak-bercak merah di kulit
(eksantem), 3-5hari setelah anak menderita demam, batuk atau pilek. Bercak
merah ini mula-mula timbul pada pipi di bawah telinga. Kemudian menjalar ke
muka, tubuh dan anggota gerak. Pada stadium berikutnya bercak merah tersebut
akan berwarna coklat kehitaman dan akan menghilang dalam waktu 7-10 hari
kemudian. Tahap penyakit ketika timbul gejala demam disebut stadium kataral. Tahap ketika kemudian
timbul bercak merah di kulit disebut stadium
eksantem. Pada stadium kataral penyakit campak sangat mudah menular kepada
anak lain. Daya tular ini menjadi berkurang pada stadium eksantem.
Pada waktu stadium kataral dan
stadium eksatem anak nampak sakit berat, lesu dan tidak ada nafsu makan.
Sebenarnya penyakit campak sendiri merupakan penyakit yang terbatas dan dapat
sembuh sendiri, tetapi sering diikuti oleh komplikasi yang cukup berat.
Komplikasi penyakit campak yang berbahaya ialah radang otak (ensefalitis atau
ensefalopati), radang paru, radang saluran kemih dan menurunnya keadaan gizi
anak. Terutama pada anak yang kurang gizi, sering terdapat komplikasi radang
paru yang mungkin dapat mengakibatkan kematian.
Menurunnya berat badan anak akibat
penyakit campak akan menyebabkan merendahnya daya tahan, sehingga ia dengan
mudah dihinggapi penyakit lain. Penyakit ini juga akan menyebabkan lebih
menurunnya berat badan dan begitulah seterusnya. Maka terdapat lingkaran setan
antara menurunnya berat badan, merendahnya daya tahan tubuh dan kejadian
infeksi. Keadaan ini mungkin berakhir dengan kematian.
Dengan memperhatikan komplikasi
penyakit campak yang cukup berat ini, sebenarnya tidaklah tepat pendapat
tradisional bahwa sebaiknya anak itu dibiarkan menderita campak secara alamiah.
Atau dengan istilah awam : “Kalau anak sakit, biarkan supaya campaknya keluar”.
Bayi baru lahir biasanya telah
mendapat kekebalan pasif terhadap penyakit campak dari ibunya ketika ia dalam
kandungan. Makin lanjut umur bayi, makin berkurang kekebalan pasif tersebut.
Waktu berumur 6 bulan biasanya bayi itu tidak mempunyai kekebalan pasif lagi.
Dengan adanya kekebalan pasif ini sangatlah jarang seorang bayi menderita
campak pada umur kurang dari 6 bulan.
Menurut WHO (1973) imunisasi campak
cukup dilakukan dengan 1 kali suntikan setelah bayi berumur 9 bulan. Lebih baik
lagi setelah ia berumur lebih dari 1 tahun. Karena kekebalan yang dipeoleh
berlangsung seumur hidup, maka tidak diperlukan revaksinasi lagi. Di Indonesia
keadaannya berlainan. Kejadian campak masih tinggi dan sering dijumpai bayi
menderita penyakit campak ketika ia berumur antara 6-9 bulan, jadi pada saat
sebelum ketentuan batas umur 9 bulan untuk mendapat vaksinasi campak seperti
yang dianjurkan WHO. Dengan memperhatikan kejadian ini, sebenarnya imunisasi
campak dapt diberikan sebelum bayi berumur 9 bulan, misalnya pada umur antara
6-7 bulan ketika kekebalan pasif yang diperoleh dari ibu mulai menghilang. Akan
tetapi kemudian ia harus mendapat satu kali suntikan ulang setelah berumur 15
tahun.
Bila ada seorang anak terjangkit
campak, apakah imunisasi terhadap anak lain serumah yang belum pernah campak
perlu diberikan? Pertanyaan ini sering dikemukakan oleh para ibu. Vaksinasi
terhadap anak serumah yang mempunyai kontak dengan penderita campak dapat
diberikan dalam waktu 5hari setelah terjadi kontak. Bila diberikan setelah hari
ke-5, vaksinasi tidak akan bermanfaat, karena anak sudah tertular lebih dulu
dari anak penderita campak tadi. Yang menjadi masalah ialah kesulitan
menentukan waktu yang tepat terjadinya kontak. Untuk hal ini sebagai patokan
dapat diambil hari pertama terjadinya demam yang timbul pada penderita campak
tersebut, sebelum timbul bercak merah di kulit. Seperti diuraikan di atas masa
penularan yang paling berbahaya ialah pada awal penyakit, yaitu pada stadium
kataral sebelum keluar bercak merah. Dengan demikian dapat disimpulkan, bila
seorang anak diketahui menderita penyakit campak,yang biasanya dikenal ibunya
karena timbulnya bercak merah, maka pada saat ini tidak ada manfaatnya lagi
untuk melakukan imunisasi pada anak lainnya. Saat kejadian ini biasanya telah
melampaui batas waktu 5 hari dari hari pertama terjadinya demam.
Seandainya anak serumah yang sudah
ditulari virus campak, karena sesuatu hal tetap mendapat imunisasi campak, hal
ini tidak akan memperberat atau memperingan keadaan anak bila dalam beberapa
hari kemudian ia akan menderita campak yang sebenarnya.
Masalah lain yang sering timbul pada
pihak ibu adalah perlukah vaksinasi campak diulang pada anak yang telah
menderita campak karena infeksi alamiah. Sebenarnya bila anak tersebut
benar-benar telah menderita sakit campak, maka vaksinasi campak tidak perlu
diberikan lagi. Masalahnya adalah apakah anak tersebut benar menderita campak?
Biasanya seorang ibu mendasarkan dugaan sakit anaknya itu hanya karena adanya
demam yang disertai dengan timbulnya bercak merah di kulit. Gejala demam dengan
bercak merah tidak hanya terjadi pada penyakit campak, tetapi dapat pula
dijumpai pada penyakit lain, seperti penyakit “demam 3 hari”, demam berdarah,
campak jerman, dan sebagainya.
Sebenarnya, bayi sudah mendapat
kekebalan campak dari ibunya. Namun seiring bertambahnya usia, antibodi dari
ibunya semakin menurun sehingga butuh antibodi tambahan lewat pemberian vaksin
campak. Apalagi penyakit campak mudah menular, dan mereka yang daya tahan
tubuhnya lemah gampang sekali terserang penyakit yang disebabkan virus Morbili
ini. Untungnya, campak hanya diderita sekali seumur hidup. Jadi, sekali terkena
campak, setelah itu biasanya tak akan terkena lagi.
Penularan campak terjadi lewat udara atau
butiran halus air ludah (droplet) penderita yang terhirup melalui
hidung atau mulut. Pada masa inkubasi yang berlangsung sekitar 10-12 hari,
gejalanya sulit dideteksi. Setelah itu barulah muncul gejala flu (batuk, pilek,
demam), mata kemerah-merahan dan berair, si kecil pun merasa silau saat melihat
cahaya. Kemudian, di sebelah dalam mulut muncul bintik-bintik putih yang akan
bertahan 3-4 hari. Beberapa anak juga mengalami diare. Satu-dua hari kemudian
timbul demam tinggi yang turun naik, berkisar 38-40,5°C. Seiring dengan itu,
barulah keluar bercak-bercak merah yang merupakan ciri khas penyakit ini.
Ukurannya tidak terlalu besar, tapi juga tak terlalu kecil. Awalnya hanya
muncul di beberapa bagian tubuh saja seperti kuping, leher, dada, muka, tangan
dan kaki. Dalam waktu 1 minggu, bercak-bercak merah ini akan memenuhi seluruh
tubuh. Namun bila daya tahan tubuhnya baik, bercak-bercak merah ini hanya di
beberapa bagian tubuh saja dan tidak banyak.
Jika bercak merah sudah keluar,
umumnya demam akan turun dengan sendirinya. Bercak merah pun akan berubah jadi
kehitaman dan bersisik, disebut hiperpigmentasi. Pada akhirnya bercak akan
mengelupas atau rontok atau sembuh dengan sendirinya. Umumnya, dibutuhkan waktu
hingga 2 minggu sampai anak sembuh benar dari sisa-sisa campak. Dalam kondisi
ini, tetaplah meminum obat yang sudah diberikan dokter. Jaga stamina dan
konsumsi makanan bergizi. Pengobatannya bersifat simptomatis, yaitu mengobati
berdasarkan gejala yang muncul. Hingga saat ini, belum ditemukan obat yang efektif mengatasi virus campak.
Jika tak ditangani dengan baik
campak bisa sangat berbahaya. Bisa terjadi komplikasi, terutama pada campak
yang berat. Ciri-ciri campak berat, selain bercaknya di sekujur tubuh,
gejalanya tidak membaik setelah diobati 1-2 hari. Komplikasi yang terjadi
biasanya berupa radang paru-paru (broncho pneumonia) dan radang otak
(ensefalitis). Komplikasi inilah yang umumnya paling sering menimbulkan
kematian pada anak.
a.
Usia
dan jumlah pemberian
Sebanyak 2 kali; 1 kali di
usia 9 bulan, 1 kali di usia 6 tahun. Dianjurkan, pemberian campak ke-1 sesuai
jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan, penyakit
campak umumnya menyerang anak usia balita. Jika sampai 12 bulan belum
mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12 bulan harus diimunisasi MMR (Measles
Mumps Rubella).
b.
Efek
samping
Umumnya tidak ada. Pada
beberapa anak, bisa menyebabkan demam dan diare, namun kasusnya sangat kecil.
Biasanya demam berlangsung seminggu. Kadang juga terdapat efek kemerahan mirip
campak selama 3 hari.
c.
Kontra
indikasi
Terdapat beberapa
kontraindikasi yang berkaitan dengan pemberian vaksin campak. Walaupun berlawanan
penting untuk mengimunisasi anak yang mengalami
malnutrisi. Demam ringan, infeksi ringan pada saluran
nafas atau diare, dan beberapa penyakit ringan lainnya jangan dikategorikan sebagai kontraindikasi. Kontraindikasi terjadi bagi
individu yang diketahui alergi berat terhadap kanamycin dan
erithromycin. Karena efek vaksin virus campak hidup terhadap
janin belum diketahui, maka wanita hamil termasuk
kontraindikasi. Individu Pengidap
Virus HIV (HUMAN IMMUNODEFFICIENCY VIRUS).
Vaksin Campak kontraindikasi terhadap
individu-individu yang mengidap
penyakit immune deficiency atau individu yang diduga menderita
gangguan respon imun karena leukimia, lymphoma atau generalized
malignancy. Bagaimanapun penderita HIV, baik yang disertai
gejala ataupun tanpa gejala harus diimunisasi vaksin campak sesuai jadual yang ditentukean.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar