Anatomi & Fisioogi sistem pencernaan
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut
sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima
makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke
dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau
merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari
mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar,
rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak
diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
A. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka
tempat masuknya makanan dan air pada hewan. Mulut biasanya terletak di kepala
dan umumnya merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir
di anus.
Mulut merupakan jalan masuk untuk
sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir.
Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah.
Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit.
Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri
dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi
depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi
bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan
membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan
dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya
lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses
menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
B. Tenggorokan
( Faring)
Merupakan penghubung antara rongga
mulut dan kerongkongan. Berasal dari bahasa yunani yaitu Pharynk.
Skema melintang
mulut, hidung, faring, dan laring
Didalam lengkung faring terdapat
tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar
limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak
bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga
mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang
Keatas bagian depan berhubungan
dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak
berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus
fausium
Tekak terdiri dari; Bagian superior
=bagian yang sangat tinggi dengan hidung, bagian media = bagian yang sama
tinggi dengan mulut dan bagian inferior = bagian yang sama tinggi dengan
laring.
Bagian superior disebut nasofaring,
pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang
telinga,Bagian media disebut orofaring,bagian ini berbatas kedepan sampai
diakar lidah bagian inferior disebut laring gofaring yang menghubungkan
orofaring dengan laring
C. Kerongkongan
(Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube)
berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut
ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan
proses peristaltik. Sering juga disebut esofagus(dari bahasa Yunani “membawa”,
dan phagus “memakan”.
Esofagus
bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi.
Esofagus dibagi
menjadi tiga bagian:
·
bagian superior (sebagian besar
adalah otot rangka)
·
bagian tengah (campuran otot
rangka dan otot halus)
·
serta bagian inferior (terutama
terdiri dari otot halus).
D. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang
besar dan berbentuk seperti kandang keledai.
Terdiri dari 3
bagian yaitu
·
Kardia.
·
Fundus.
·
Antrum.
Makanan masuk ke dalam lambung dari
kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan
menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung
ke dalam kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang
makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan
enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :
* Lendir
Lendir
melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap kelainan
pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada
terbentuknya tukak lambung.
* Asam klorida
(HCl)
Asam klorida
menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah
protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap
infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
* Prekursor
pepsin (enzim yang memecahkan protein)
E. Usus halus
(usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah
bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar.
Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke
hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi
usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna).
Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula
dan lemak.
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa
( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot
memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar )
Usus halus terdiri dari tiga bagian
yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus
penyerapan (ileum).
1. Usus dua
belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum
adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan
menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan
bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di
ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ
retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH
usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua
belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua
belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam
usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus.
Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa
di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada
lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
2. Usus Kosong
(jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang
sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua
belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang
seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus
kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa
membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari
usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni
berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan
usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit
untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.
Jejunum diturunkan dari kata sifat
jejune yang berarti “lapar” dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal
dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti “kosong”.
3. Usus
Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah
bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki
panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan
dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau
sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
F. Usus Besar
(Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi
adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah
menyerap air dari feses.
Usus besar
terdiri dari :
·
Kolon asendens (kanan)
·
Kolon transversum
·
Kolon desendens (kiri)
·
Kolon sigmoid (berhubungan
dengan rektum)
Banyaknya bakteri yang terdapat di
dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan
zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga
berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk
fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan
gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi
yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
G. Usus Buntu
(sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin:
caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada
usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini
ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar
herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki
sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
H. Umbai Cacing
(Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah
organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau
radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah
dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga
abdomen).
Dalam anatomi manusia, umbai cacing
atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah
hujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum.
Umbai cacing terbentuk dari caecum
pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm
tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu
tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di
pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Banyak orang percaya umbai cacing
tidak berguna dan organ vestigial (sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa
apendiks mempunyai fungsi dalam sistem limfatik.
I. Rektum dan
anus
Rektum (Bahasa Latin: regere,
“meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus
besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai
tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja
disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon
desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk
buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material
di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk
melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan
dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika
defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses
akan terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua
bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami
kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung
saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus
terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan
dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui
proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
J. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem
pencernaan yang memiliki dua fungsi utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan
serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian
posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari).
Pankraes
terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu :
·
Asini, menghasilkan enzim-enzim
pencernaan
·
Pulau pankreas, menghasilkan
hormon
Pankreas melepaskan enzim pencernaan
ke dalam duodenum dan melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan
oleh pankreas akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik
memecah protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan
dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran
pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang
berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam lambung.
K. Hati
Hati merupakan sebuah organ yang
terbesar di dalam badan manusia dan memiliki berbagai fungsi, beberapa
diantaranya berhubungan dengan pencernaan.
Organ ini memainkan peran penting
dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan
glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Dia juga memproduksi
bile, yang penting dalam pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan dengan
hati biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk hati,
hepar.
Zat-zat gizi dari makanan diserap ke
dalam dinding usus yang kaya akan pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler).
Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena yang bergabung dengan vena yang
lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena porta. Vena
porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang
masuk diolah.
Hati melakukan
proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat
gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum.
L. Kandung
empedu
Kandung empedu (Bahasa Inggris:
gallbladder) adalah organ berbentuk buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml
empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Pada manusia, panjang
kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap – bukan karena
warna jaringannya, melainkan karena warna cairan empedu yang dikandungnya.
Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari melalui saluran
empedu.
Empedu memiliki
2 fungsi penting yaitu:
·
Membantu pencernaan dan penyerapan
lemak
·
Berperan dalam pembuangan
limbah tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb) yang berasal dari
penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol.
2.2 Muntah
Definisi
Muntah adalah
sebagian besar atau seluruhnya isi lambung yang terjadi setelah agak lama
makanan masuk lambung, disertai kontraksi lambung dan abdomen.
Muntah atau emesis adalah
keadaan dimana dikeluarkannya isi lambung secara ekspulsif atau keluarnya
kembali sebagian besar atau seluruh isi lambung yang terjadi setelah agak lama
makanan masuk kedalam lambung.
Jadi, muntah
adalah keadaan dimana dikeluarkannya makanan sebagian besar atau seluruhnya
yang sudah masuk ke lambung setelah sesaat beberapa lama makanan berada di
dalam lambung dan disertai kontraksi lambung dan abdomen.
Dalam beberapa
jam pertama setelah lahir bayi mungkin mengalami muntah lendir, bahkan kadang
disertai sedikit darah. Muntah ini tidaj jarang menetap setelah pemberian ASI
atau makanan, keadaan tersebut kemungkinan disebabkan karena iritasi mukosa lambung
oleh sejumlah benda yang ditelan selama proses persalinan.
Penyebab
a)
Kelainan kongenital.
b)
Pada saluran pencernaan iritasi lambung athresia esofagus
hisehprung tekanan intra cranial yang tinggi.
c)
Infeksi pada saluran
pencernaan..
d)
Cara memberi mkan yang salah.
e)
Keracunan.
Komplikasi
a)
Dehidrasi atau alkaliosis
karena kehilangan cairan tubuh/elektrolit.
b)
Ketosisi karena tidak makan
dan minum.
c)
Asidosis yang disebabkan
adanya ketosis dapat berkelanjutan
menjadi syok bahkan saampai kejang.
d)
Ketegangan otot perut,
perdarahan komhjungtiva ruptur esofagus,
aspirasi yang disebabkan karena muntah yang sangat hebat.
Patofisiologi
Suatu keadaan dimana anak/bayi
menyemprotkan isi perutnya keluar, kadang-kadang sampai seluruh isinya
dikeluarkan. Pada bayi sering timbul pada minggu-minggu pertama. Hal tersebutv
merupakan aksi refleks yang dikoordinasi dalam medula oblongata dimana isi
lambung dikeluarkan dengan paksa melalui mulut. Muntah dapat dikaitkan dengan
keracunan, penyakit saluran pencernaan, penyakit intracrtanial dan toksin yang
dihasilkan oleh bakteri.
Sifat muntah
a)
Keluarkan cairan
terus-menerus, hal ini kemiungkinan disebabkan oleh obstruksi esofagus.
b)
muntah proyektil hal ini
kemungkinan disebabkan oleh stenosis pylorus
(suatu kelemahan pada katup di ujung bawah lambung yang menghubungkan lambung
dengan usus yang menghubungkan lambung dengan usus 12 jari yang tidak mau
membuka).
c)
Muntah hijau ke
kuning-kuningan kemungkinan adanya tekanan intra ampula vateri.
d)
Muntah segera setelah lahir
mantap, kemungkinan adanya tekanan intra cranial yang tinggi atau abstruksi
pada usus.
Penatalaksanaan
a. Pengkajian faktor penyebab dan sifat
muntah
1)
Keluar cairan terus-menerus
kemungkinan abstruksi esofagus.
2)
Proyektil kemungkinan
terjadi stenosis pylorus.
3)
Segera setelah lahir
kemudian menetap kemungkinan terjadi peningkatan tekanan intra cranial.
b. pengobatan tergantung faktor
penyebab.
c. ciptakan suasana tenang.
d. perlakukana bayi dengan baik dan
hati-hati.
e. diet yang sesuai dan tidak merangsang
muntah jika simptomatis dapat diberi emetik.
f. rujuk.
2.3 Gumoh
Definisi
Gumoh adalah keluarnya kembali sebagian
kecil isi lambung setelah beberapa saat setelah makanan masuk lambung.
Gumoh adalah keluarnya kembali susu yang telah ditelan ketika atau
beberapa saat setelah minum susu botol atau menyusui pada ibu dan jumlahnya
hanya sedikit.
Jadi, gumoh adalah keluarnya makanan
atau susu dengan jumlah yang sedikit stetlah beberapa saat setelah makan masuk
lambug.
Muntah susu adalah hal yang umum,
terutama pada bayi yang mendapatkan ASI. Hal ini tidak dapat mengganggu
pertambahan berat badan yang memuaskan, pada umunya disebabkan karena bayi
menelan udara pada saat menyusui.
Penyebab
a)
Bayi sudah kenyang
b)
Posisi salah saat menyusui
atau pemberian susu botol
c)
Tergesa-gesa saat pemberiann
susu
d)
Kegagalan dalam mengeluarkan
udara yang tertelan
Patofisiologi
Pada keadaan gumoh biasanya sudah dalam keadaan terisi penuh, sehingga
kadang-kadang gumoh bercampur dengan air liur yang mengalir kembali ke atas dan
keluar melalui mulut pada sudut-sudut bibir.
Hal tersebut disebabkan karena otot
katup diujung lambung tidak bisa bekerja dengan baik yang seharusnya mendorong
isi lambung ke bawah. Keadaan ini juga dapat terjadi pada orang dewasa dan
anak-anak yang lebih besar. Kebanyakan gumoh terjadi pada bayi bulan-bulan
pertama kehidupannya.
Penatalaksanaan
a)
Perbaiki teknik menyusui
(setelah menyusui usahakan bayi disendawakan).
b)
Perhatikan posisi botol saat
pemebrian susu (bayi yang sedang menyusu
pada ibunya harus dengan bibir yang mencakup rapat seluruh puting susu
ibu).
2.4 Ikterus
Definisi
Ikterus
neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi
dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada
neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa
normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak
dan usianya lebih pendek.
Ikterus adalah gambaran klinis berupa
pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir
katabolisme hem yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus pada neonatus akan
tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5 mg/dL.
Banyak bayi
baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir < 2500 g atau usia
gestasi <37 minggu) mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupannya. Data
epidemiologi yang ada menunjukkan bahwa lebih 50% bayi baru lahir menderita
ikterus yang dapat dideteksi secara klinis dalam minggu pertama kehidupannya.
Pada kebanyakan kasus ikterus neonatorum, kadar bilirubin tidak berbahaya dan
tidak memerlukan pengobatan. Sebagian besar tidak memiliki penyebab dasar atau
disebut ikterus fisiologis yang akan menghilang pada akhir minggu pertama
kehidupan pada bayi cukup bulan. Sebagian kecil memiliki penyebab seperti hemolisis,
septikemi, penyakit metabolik (ikterus non-fisiologis).
Efek toksik bilirubin ialah neurotoksik
dan kerusakan sel secara umum. Bilirubin dapat masuk ke jaringan otak.
Ensefalopati bilirubin adalah terdapatnya tanda-tanda klinis akibat deposit bilirubin
dalam sel otak. Kelainan ini dapat terjadi dalam bentuk akut atau kronik.
Bentuk akut terdiri atas 3 tahap; tahap 1 (1-2 hari pertama): refleks isap
lemah, hipotonia, kejang; tahap 2 (pertengahan minggu pertama): tangis
melengking, hipertonia, epistotonus; tahap 3 (setelah minggu pertama):
hipertoni. Bentuk kronik: pada tahun pertama: hipotoni, motorik terlambat.
Sedang setelah tahun pertama didapati gangguan gerakan, kehilangan pendengaran
sensorial.
Ikterus neonatorum merupakan fenomena
biologis yang timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin
selama masa transisi pada neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin 2
sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi
karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek.
Banyak bayi baru lahir, terutama bayi
kecil (bayi dengan berat lahir < 2500 g atau usia gestasi <37 minggu)
mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupannya. Data epidemiologi yang ada
menunjukkan bahwa lebih 50% bayi baru lahir menderita ikterus yang dapat
dideteksi secara klinis dalam minggu pertama kehidupannya. Pada kebanyakan
kasus ikterus neonatorum, kadar bilirubin tidak berbahaya dan tidak memerlukan
pengobatan. Sebagian besar tidak memiliki penyebab dasar atau disebut ikterus
fisiologis yang akan menghilang pada akhir minggu pertama kehidupan pada bayi
cukup bulan. Sebagian kecil memiliki penyebab seperti hemolisis, septikemi,
penyakit metabolik (ikterus non-fisiologis).
Iketrus yang awitannya dini (terjkadi di
kulit dan sklera dalam 12 jam pertama kehidupan) tidak normal dan memerlukan
investigasi. Hingga 50% bayi baru lahir mengalami ikterus sampai pada tingkat
yang terlihat. Ikterus yanmg terlihat mengindikasikan kadar bilirubin
setidaknya 5-7 mg/dl.
Untuk penatalkasanan iketrus tersebut
bergantung apakah kondisi ikterus tersebut masih ada dalam batas normal atau
tidak. Semua orangtua harus diberi nasihat tentang frekuensi ikterus yang
tinggi pada bayi baru lahir. Mereka dapat dinasihati untuk sering memberi bayi
makan bayi selama hari-hari pertama kehidupan bayi untuk memudahkan keluarnya
mekonium. Mekonium memiliki kandungan bilirubin yang tinggi dan penundaan
keluarnya mekonium meningkatkan reabsorpsi bilirubin sebagai bagian dari pirau
enterohepatik.
Orangtua dapat diajari untuk mengkaji
bayi baru lahir disebuah ruangan dengan pencahayaan yang baik atau dekat
jendela yang mendapat sinar matahari dengan cara memucatkan kulit untuk
mengetahui warna dasar kulit. Ikterus mulai muncul di kepala dan wajah lalu
bergerak turun ke badan dan ekstremitas.apabila kinjungan arumah direncanakan
neonatus dapat di evaluasi dengan menggunakan ikterometer atau alat ukur
ikterus transkutaneus.
Bayi baru lahir yang mengalamai ikterus
fisiologis nyata dapat ditangani menggunakan fototertapi. Gejala berikut dapt
mengindikasikan bahwa ikterus tidak fisiologis dann bayi baru lahir memerlukan
evaluasi medis yang lebih luas yaiyu:
·
Muntah
·
Latergi
·
Pemberian makan yang buruk
·
Hepatosplenomegali
·
Penurunan berat badan yang
berlebihan
·
Apnea
·
Ketidaksetabilan suhu
·
Takipnea
·
Urine berwarna gelap atau
urine posoitif mengandung bilirubun
·
Feses berwarna terang
·
Ikterus menetap selama lebih
dari 3 minggu
Tujuan
utama penatalaksaan ikterus fisiologis adalah
mengendalikan agar kadar bilirubin tidak meningkat 4-5 mg/dl dalam 24 jam,
karen adapat menyebabkan ensefalopati bilirubin yaitu bilirubin indirek (tak
terkonjugasi) akan direabsorpsi kembali melalui sirkulasi enterohepatik ke
aliran darah dan menembus sawar otak yang akan menimbulkan bayi lethargi,
kejang, bayi malas menghisap dan malas minum.
Ikterus Fisiologis
Ikterus
fisiologis menurut Tarigan (2003) dan Callhon (1996) dalam Schwats (2005)
adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
· Timbul pada hari kedua – ketiga
· Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak
melewati 15 mg % pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang
bulan
· Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5
mg % perhari
· Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg %
· Ikterus hilang pada 10 hari pertama
· Tidak mempunyai dasar patologis
Ikterus Pathologis/ hiperbilirubinemia
Ikterus
patologis/hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi
bilirubin dalam darah mencapai nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan
kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan
dengan keadaan yang patologis. Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau
hiperbilirubinemia dengan karakteristik sebagai berikut :
a. Menurut Surasmi (2003) bila :
· Ikterus terjadi pada 24 jam pertama
sesudah kelahiran
· Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg % atau >
setiap 24 jam
· Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg % pada
neonatus < bulan dan 12,5 % pada neonatus cukup bulan
· Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas
darah, defisiensi enzim G6PD dan sepsis)
· Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa
gestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan,
infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.
b. Menurut tarigan (2003), adalah :
Suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam
darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern
Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan
keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar
bilirubin mencapai 12 mg % pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi yang kurang
bulan. Utelly menetapkan 10 mg % dan 15 mg %.
Kern Ikterus
Kern ikterus adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada
otak. Kern Ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada
neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg %) dan
disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin
pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf spatis yang
terjadi secara kronik.
Jenis Bilirubin
Menuru Klous dan
Fanaraft (1998) bilirubin dibedakan menjad dua jenis yaitu:
1. Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin
indirek atau bilirubin bebas yaitu bilirubin tidak larut dalam air, berikatan
dengan albumin untuk transport dan komponen bebas larut dalam lemak serta
bersifat toksik untuk otak karena bisa melewati sawar darah otak.
2. bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk
atau bilirubin terikat yaitu bilirubin larut dalam air dan tidak toksik untuk
otak.
Etiologi
1. Peningkatan produksi :
1. Peningkatan produksi :
·
Hemolisis,
misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus
dan ABO.
·
Pendarahan
tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
·
Ikatan
Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik
yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
·
Defisiensi
G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
·
Ikterus
ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20
(beta) , diol (steroid).
·
Kurangnya
Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin
Indirek meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah.
·
Kelainan
kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
2. Gangguan transportasi akibat penurunan
kapasitas pengangkutan misalnya
pada
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya
Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan
oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati
dan darah merah seperti infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan
ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5 .Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada
Ileus Obstruktif
Faktor Risiko
Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:
a. Faktor Maternal
Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:
a. Faktor Maternal
·
Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia,
Native American,Yunani)
·
Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas
ABO dan Rh)
·
Penggunaan infus oksitosin dalam larutan
hipotonik.
·
ASI
b. Faktor Perinatal
·
Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
·
Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
c. Faktor Neonatus
·
Prematuritas
·
Faktor genetik
·
Polisitemia
·
Obat (streptomisin, kloramfenikol,
benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
·
Rendahnya asupan ASI
·
Hipoglikemia
·
Hipoalbuminemia
Patofisiologi
Bilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit.
Bilirubin mulai meningkat secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada hari
ke 3-5. Setelah itu perlahan-lahan akan menurun mendekati nilai normal dalam
beberapa minggu.
Peningkatan
kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Keadaan yang sering
ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar
yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran
eritrosit, polisitemia.
Gangguan
pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin
tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada
bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar
bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang
mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat
tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut
dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek
patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus darah otak.
Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap
bahwa kelainan pada syaraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar
bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya
kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada
keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudak melewati darah otak apabila bayi
terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah, hipoksia, dan hipolikemia.
Mekanisme terjadinya
ikterus adalah menyangkut pengertian pembentukan, teiransfort, metabolisme dan
ekresi bilirubin.
Terdapat 4 mekanisme dimana hiperbilirubinemia dan
ikterus dapat terjadi :
1. Pembentukan
bilirubin berlebihan
2. Gangguan
pengambilan bilirubin tak terkonyugasi oleh hati
3. Gangguan konyugasi
bilirubin
4. Pengurangan
eksresi bilirubin terkonyugasi dalam empedu akibat faktor intra hepatik dan
ekstra hepatik yang bersifat obstruksi fungsional/mekanik.
Tanda dan Gejala
Menurut Surasmi
(2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :
·
Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada
neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
·
Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi
hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa
berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis
sebagian otot mata dan displasia dentalis).
Sedangakan
menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit,
membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin
darah mencapai sekitar 40 µmol/l.
Komplikasi
Terjadi kern
ikterus yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak.
Pada kern ikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain : bayi
tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu
(involuntary movements), kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dn akhirnya
opistotonus.
Penegakan Diagnosis
1.
Visual
Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih dapat
digunakan apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan pada
neonatus kulit berwarna, karena besarnya bias penilaian. Secara evidence
pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan, namun apabila terdapat
keterbatasan alat masih boleh digunakan untuk tujuan skrining dan bayi dengan
skrining positif segera dirujuk untuk diagnostik dan tata laksana lebih lanjut.
WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara visual,
sebagai berikut:
·
Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan
yang cukup (di siang hari dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat
lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada
pencahayaan yang kurang.
·
Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari
untuk mengetahui warna di bawah kulit dan jaringan subkutan.
·
Tentukan keparahan ikterus berdasarkan
umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning.
2.
Bilirubin Serum
Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus
neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa
hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin
adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat
meningkatkan morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin
total. Sampel serum harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil)
Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin
total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2 minggu.
3. Bilirubinometer Transkutan
Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja dengan
prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang
450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus
yang sedang diperiksa.
Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang amat
dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai menggunakan
multiwavelength spectral reflectance yang tidak terpengaruh pigmen. Pemeriksaan
bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan skrining, bukan untuk diagnosis.
Briscoe dkk. (2002) melakukan sebuah studi observasional prospektif untuk
mengetahui akurasi pemeriksaan bilirubin transkutan (JM 102) dibandingkan
dengan pemeriksaan bilirubin serum (metode standar diazo). Penelitian ini
dilakukan di Inggris, melibatkan 303 bayi baru lahir dengan usia gestasi >34
minggu. Pada penelitian ini hiperbilirubinemia dibatasi pada konsentrasi
bilirubin serum >14.4 mg/dL (249 umol/l). Dari penelitian ini didapatkan
bahwa pemeriksaan TcB dan Total Serum Bilirubin (TSB) memiliki korelasi yang
bermakna (n=303, r=0.76, p<0.0001), namun interval prediksi cukup besar,
sehingga TcB tidak dapat digunakan untuk mengukur TSB. Namun disebutkan pula
bahwa hasil pemeriksaan TcB dapat digunakan untuk menentukan perlu tidaknya
dilakukan pemeriksaan TSB.
Umumnya pemeriksaan TcB dilakukan sebelum bayi pulang untuk tujuan
skrining. Hasil analisis biaya yang dilakukan oleh Suresh dkk. (2004)
menyatakan bahwa pemeriksaan bilirubin serum ataupun transkutan secara rutin
sebagai tindakan skrining sebelum bayi dipulangkan tidak efektif dari segi
biaya dalam mencegah terjadinya ensefalopati hiperbilirubin.
3.
Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO
Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal ini
menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi
bilirubin serum yang rendah.
Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin bebas.
Salah satunya dengan metode oksidase-peroksidase. Prinsip cara ini berdasarkan
kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi
substansi tidak berwarna. Dengan pendekatan bilirubin bebas, tata laksana
ikterus neonatorum akan lebih terarah.
Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan bilirubin dan
gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran
konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan sebagai
indeks produksi bilirubin.
Perkiraan Klinis Tingkat Keparahan Ikterus
Usia
|
Kuning terlihat pada
|
Tingkat keparahan ikterus
|
Hari 1
Hari 2
Hari 3
|
Bagian tubuh manapun
Tengan dan tungkai
Tangan dan kaki
|
Berat
|
Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat
pada lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digolongkan sebagai
ikterus sangat berat dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu
menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi
sinar.
Penatalaksanaan
Berdasarkan pada
penyebabnya maka manajemen bayi dengan hiperbilirubinemia diarahkan untuk
mencegah anemia dan membatasi efek dari hiperbilirubinemia. Pengobatan
mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan anemia
2. Menghilangkan
antibody maternal dan eritrosit teresensitisasi
3. Meningkatkan badan serum albumin
4. Menurunkan serum bilirubin
Metode terapi
hiperbilirubinemia meliputi : fototerapi, transfuse pangganti, infuse albumin
dan therapi obat.
a.
Fototherapi
Fototerapi dapat
digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfuse pengganti untuk menurunkan
bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a
bound of fluorescent light bulbs or bulbs in the blue light spectrum) akan
menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan
cara memfasilitasi ekskresi bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika
cahaya yang diabsorpsi jaringan merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua
isomer yang disebut fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh
darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan
albumin dan di kirim ke hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan di
ekskresikan kedalam duodenum untuk di buang bersama feses tanpa proses
konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi
bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototerapi
mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar bilirubin, tetapi tidak
dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan anemia.Secara
umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-5 mg/dl.
Noenatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi
dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk
memberikan fototerapi profilaksasi pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi
dan berat badan lahir rendah.
Tabel Terapi
Berikut tabel yang menggambarkan kapan
bayi perlu menjalani fototerapi dan penanganan medis lainnya, sesuai The
American Academy of Pediaatrics (AAP) tahun 1994
Bayi lahir cukup
bulan (38 – 42 minggu)
Usia bayi (jam)
|
Pertimbangan terapi sinar
|
Terapi sinar
|
Transfuse tukar bila terapi sinar intensif gagal
|
Transfuse tukar dan terapi sinar intensif
|
|
Kadar bilirubin
|
Indirek serum
|
Mg/dl
|
|
<24
|
|
|
|
|
25 -48
|
>9
|
>12
|
>20
|
>25
|
49 – 72
|
>12
|
>15
|
>25
|
>30
|
>72
|
>15
|
>17
|
>25
|
>30
|
Bayi lahir kurang bulan perlu fototerapi
jika:
Usia (jam)
|
Berat lahir < 1500 g kadar bilirubin
|
BL 1500 – 2000 g kadar bilirubin
|
BL >2000 g kadar bilirubin
|
< 24
|
> 4
|
> 4
|
> 5
|
25 – 48
|
> 5
|
> 7
|
> 8
|
49 – 72
|
> 7
|
> 8
|
> 10
|
> 72
|
> 8
|
> 9
|
> 12
|
Panduan terapi
sinar berdasarkan kadar bilirubin serum
Saat timbul ikterus
|
Bayi cukup bulan sehat kadar bilirubin, mg/dl:
(µmol/l)
|
Bayi denagn factor resiko (kadar bilirubin,
mg/dl:µmol/l)
|
Hari ke 1
|
Setiap terlihat ikterus
|
Setiap terlihat ikterus
|
Hari ke 2
|
15 (260)
|
13 (220)
|
Hari ke 3
|
18 (310)
|
16 (270)
|
Hari ke 4 dst
|
20 (340)
|
17 (290)
|
b. Transfusi
Pengganti
Transfusi
pengganti atau imediat didindikasikan adanya faktor-faktor :
1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu
2. Penyakit hemolisis berat pada bayi baru
lahir
3. Penyakit hemolisis pada bayi saat lahir
perdarahan atau 24 jam pertama
4. Kadar bilirubin direk labih besar 3,5 mg/dl
di minggu pertama
5. Serum bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl
pada 48 jam pertama
6. Hemoglobin kurang dari 12 gr/dl
7. Bayi pada resiko terjadi kern Ikterus
Transfusi
pengganti digunkan untuk:
1. Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak
susceptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap antibody maternal
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang
tersensitisasi (kepekaan)
3. Menghilangkan serum ilirubin
4. Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan
meningkatkan keterikatan dangan bilirubin
Pada Rh
Inkomptabilitas diperlukan transfuse darah golongan O segera (kurang dari 2
hari), Rh negative whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A
dan antigen B. setiap 4 -8 jam kadar bilirubin harus di cek. Hemoglobin harus
diperiksa setiap hari sampai stabil
c. Therapi Obat
Phenobarbital
dapat menstimulus hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi
bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu
hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan
Phenobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya
(letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya lewat
urine sehingga menurunkan siklus enterohepatika
Penatalaksanaan awal Ikterus Neonatorum (WHO)
·
Mulai terapi sinar bila ikterus
diklasifikasikan sebagai ikterus berat.
·
Tentukan apakah bayi memiliki faktor
risiko berikut: berat lahir < 2,5 kg, lahir sebelum usia kehamilan 37
minggu, hemolisis atau sepsis
·
Ambil contoh darah dan periksa kadar
bilirubin serum dan hemoglobin, tentukan golongan darah bayi dan lakukan tes
Coombs:
o
Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai
dibutuhkannya terapi sinar, hentikan terapi sinar.
o
Bila kadar bilirubin serum berada pada
atau di atas nilai dibutuhkannya terapi sinar, lakukan terapi sinar
o
Bila faktor Rhesus dan golongan darah ABO
bukan merupakan penyebab hemolisis atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di
keluarga, lakukan uji saring G6PD bila memungkinkan.
·
Tentukan diagnosis banding
d. Status hidrasi dan pemberian minum
Ibu harus menyusui bayinya setidaknya 8
sampai 12 kali setiap hari untuk beberapa hari pertama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar