Laman

Cari Materi

Selasa, 28 Agustus 2018

MUNTAH, GUMOH, IKTERUS PADA BAYI


Anatomi & Fisioogi sistem pencernaan


           

            Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
            Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
A. Mulut
            Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus.
            Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau.
            Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.

B. Tenggorokan ( Faring)
            Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari bahasa yunani yaitu Pharynk.
Skema melintang mulut, hidung, faring, dan laring
            Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang
            Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium
            Tekak terdiri dari; Bagian superior =bagian yang sangat tinggi dengan hidung, bagian media = bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior = bagian yang sama tinggi dengan laring.
            Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga,Bagian media disebut orofaring,bagian ini berbatas kedepan sampai diakar lidah bagian inferior disebut laring gofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring

C. Kerongkongan (Esofagus)
            Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut esofagus(dari bahasa Yunani “membawa”, dan phagus “memakan”.
Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi.
Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:
·         bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)
·         bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)
·         serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).

D. Lambung
            Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang keledai.
Terdiri dari 3 bagian yaitu
·         Kardia.
·         Fundus.
·         Antrum.
            Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.
            Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :
* Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.
* Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
* Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)

E. Usus halus (usus kecil)
            Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
            Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar )
            Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
1. Usus dua belas jari (Duodenum)
            Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.
            Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.
            Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
2. Usus Kosong (jejenum)
            Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
            Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.
            Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti “lapar” dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti “kosong”.
3. Usus Penyerapan (illeum)
            Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.

F. Usus Besar (Kolon)
            Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
Usus besar terdiri dari :
·         Kolon asendens (kanan)
·         Kolon transversum
·         Kolon desendens (kiri)
·         Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
            Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
            Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.


G. Usus Buntu (sekum)
            Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.

H. Umbai Cacing (Appendix)
            Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen).
            Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum.
            Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
            Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem limfatik.

I. Rektum dan anus
            Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
            Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.
            Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus.

J. Pankreas
            Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari).
Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu :
·         Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan
·         Pulau pankreas, menghasilkan hormon
            Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam lambung.

K. Hati
            Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan.
            Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Dia juga memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan dengan hati biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk hati, hepar.
            Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang masuk diolah.
Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum.

L. Kandung empedu
            Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Pada manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap – bukan karena warna jaringannya, melainkan karena warna cairan empedu yang dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari melalui saluran empedu.
Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:
·         Membantu pencernaan dan penyerapan lemak
·         Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol.

2.2       Muntah
            Definisi
            Muntah adalah sebagian besar atau seluruhnya isi lambung yang terjadi setelah agak lama makanan masuk lambung, disertai kontraksi lambung dan abdomen.
            Muntah atau emesis adalah keadaan dimana dikeluarkannya isi lambung secara ekspulsif atau keluarnya kembali sebagian besar atau seluruh isi lambung yang terjadi setelah agak lama makanan masuk kedalam lambung.
            Jadi, muntah adalah keadaan dimana dikeluarkannya makanan sebagian besar atau seluruhnya yang sudah masuk ke lambung setelah sesaat beberapa lama makanan berada di dalam lambung dan disertai kontraksi lambung dan abdomen.
            Dalam beberapa jam pertama setelah lahir bayi mungkin mengalami muntah lendir, bahkan kadang disertai sedikit darah. Muntah ini tidaj jarang menetap setelah pemberian ASI atau makanan, keadaan tersebut kemungkinan disebabkan karena iritasi mukosa lambung oleh sejumlah benda yang ditelan selama proses persalinan.

Penyebab
a)         Kelainan kongenital.
b)        Pada saluran  pencernaan iritasi lambung athresia esofagus hisehprung tekanan intra cranial yang tinggi.
c)         Infeksi pada saluran pencernaan..
d)         Cara memberi mkan yang salah.
e)         Keracunan.

Komplikasi
a)         Dehidrasi atau alkaliosis karena kehilangan cairan tubuh/elektrolit.
b)        Ketosisi karena tidak makan dan minum.
c)         Asidosis yang disebabkan adanya  ketosis dapat berkelanjutan menjadi syok bahkan saampai kejang.
d)        Ketegangan otot perut, perdarahan komhjungtiva ruptur esofagus,  aspirasi yang disebabkan karena muntah yang sangat hebat.


Patofisiologi
Suatu keadaan dimana anak/bayi menyemprotkan isi perutnya keluar, kadang-kadang sampai seluruh isinya dikeluarkan. Pada bayi sering timbul pada minggu-minggu pertama. Hal tersebutv merupakan aksi refleks yang dikoordinasi dalam medula oblongata dimana isi lambung dikeluarkan dengan paksa melalui mulut. Muntah dapat dikaitkan dengan keracunan, penyakit saluran pencernaan, penyakit intracrtanial dan toksin yang dihasilkan oleh bakteri.

Sifat muntah
a)         Keluarkan cairan terus-menerus, hal ini kemiungkinan disebabkan oleh obstruksi esofagus.
b)        muntah proyektil hal ini kemungkinan disebabkan oleh stenosis pylorus (suatu kelemahan pada katup di ujung bawah lambung yang menghubungkan lambung dengan usus yang menghubungkan lambung dengan usus 12 jari yang tidak mau membuka).
c)         Muntah hijau ke kuning-kuningan kemungkinan adanya tekanan intra ampula vateri.
d)        Muntah segera setelah lahir mantap, kemungkinan adanya tekanan intra cranial yang tinggi atau abstruksi pada usus.  

Penatalaksanaan 
a. Pengkajian faktor penyebab dan sifat muntah
1)         Keluar cairan terus-menerus kemungkinan abstruksi esofagus.
2)         Proyektil kemungkinan terjadi stenosis pylorus.
3)         Segera setelah lahir kemudian menetap kemungkinan terjadi peningkatan tekanan intra cranial.
b. pengobatan tergantung faktor penyebab.
c. ciptakan suasana tenang.
d. perlakukana bayi dengan baik dan hati-hati.
e. diet yang sesuai dan tidak merangsang muntah jika simptomatis dapat diberi emetik.
f. rujuk.




2.3       Gumoh
            Definisi
Gumoh adalah keluarnya kembali sebagian kecil isi lambung setelah beberapa saat setelah makanan masuk lambung.
Gumoh adalah keluarnya kembali susu yang telah ditelan ketika atau beberapa saat setelah minum susu botol atau menyusui pada ibu dan jumlahnya hanya sedikit.
Jadi, gumoh adalah keluarnya makanan atau susu dengan jumlah yang sedikit stetlah beberapa saat setelah makan masuk lambug.
Muntah susu adalah hal yang umum, terutama pada bayi yang mendapatkan ASI. Hal ini tidak dapat mengganggu pertambahan berat badan yang memuaskan, pada umunya disebabkan karena bayi menelan udara pada saat menyusui.
           
Penyebab
a)         Bayi sudah kenyang
b)        Posisi salah saat menyusui atau pemberian susu botol
c)         Tergesa-gesa saat pemberiann susu
d)        Kegagalan dalam mengeluarkan udara yang tertelan
           
Patofisiologi
Pada keadaan gumoh biasanya sudah  dalam keadaan terisi penuh, sehingga kadang-kadang gumoh bercampur dengan air liur yang mengalir kembali ke atas dan keluar melalui mulut pada sudut-sudut bibir.
Hal tersebut disebabkan karena otot katup diujung lambung tidak bisa bekerja dengan baik yang seharusnya mendorong isi lambung ke bawah. Keadaan ini juga dapat terjadi pada orang dewasa dan anak-anak yang lebih besar. Kebanyakan gumoh terjadi pada bayi bulan-bulan pertama kehidupannya.

Penatalaksanaan
a)         Perbaiki teknik menyusui (setelah menyusui usahakan bayi disendawakan).
b)        Perhatikan posisi botol saat pemebrian susu (bayi yang sedang menyusu  pada ibunya harus dengan bibir yang mencakup rapat seluruh puting susu ibu).

2.4       Ikterus  
Definisi
Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada  neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek.
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5 mg/dL.
Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir < 2500 g atau usia gestasi <37 minggu) mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupannya. Data epidemiologi yang ada menunjukkan bahwa lebih 50% bayi baru lahir menderita ikterus yang dapat dideteksi secara klinis dalam minggu pertama kehidupannya. Pada kebanyakan kasus ikterus neonatorum, kadar bilirubin tidak berbahaya dan tidak memerlukan pengobatan. Sebagian besar tidak memiliki penyebab dasar atau disebut ikterus fisiologis yang akan menghilang pada akhir minggu pertama kehidupan pada bayi cukup bulan. Sebagian kecil memiliki penyebab seperti hemolisis, septikemi, penyakit metabolik (ikterus non-fisiologis).
Efek toksik bilirubin ialah neurotoksik dan kerusakan sel secara umum. Bilirubin dapat masuk ke jaringan otak. Ensefalopati bilirubin adalah terdapatnya tanda-tanda klinis akibat deposit bilirubin dalam sel otak. Kelainan ini dapat terjadi dalam bentuk akut atau kronik. Bentuk akut terdiri atas 3 tahap; tahap 1 (1-2 hari pertama): refleks isap lemah, hipotonia, kejang; tahap 2 (pertengahan minggu pertama): tangis melengking, hipertonia, epistotonus; tahap 3 (setelah minggu pertama): hipertoni. Bentuk kronik: pada tahun pertama: hipotoni, motorik terlambat. Sedang setelah tahun pertama didapati gangguan gerakan, kehilangan pendengaran sensorial.
Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada  neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek.
Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir < 2500 g atau usia gestasi <37 minggu) mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupannya. Data epidemiologi yang ada menunjukkan bahwa lebih 50% bayi baru lahir menderita ikterus yang dapat dideteksi secara klinis dalam minggu pertama kehidupannya. Pada kebanyakan kasus ikterus neonatorum, kadar bilirubin tidak berbahaya dan tidak memerlukan pengobatan. Sebagian besar tidak memiliki penyebab dasar atau disebut ikterus fisiologis yang akan menghilang pada akhir minggu pertama kehidupan pada bayi cukup bulan. Sebagian kecil memiliki penyebab seperti hemolisis, septikemi, penyakit metabolik (ikterus non-fisiologis).
Iketrus yang awitannya dini (terjkadi di kulit dan sklera dalam 12 jam pertama kehidupan) tidak normal dan memerlukan investigasi. Hingga 50% bayi baru lahir mengalami ikterus sampai pada tingkat yang terlihat. Ikterus yanmg terlihat mengindikasikan kadar bilirubin setidaknya 5-7 mg/dl.
Untuk penatalkasanan iketrus tersebut bergantung apakah kondisi ikterus tersebut masih ada dalam batas normal atau tidak. Semua orangtua harus diberi nasihat tentang frekuensi ikterus yang tinggi pada bayi baru lahir. Mereka dapat dinasihati untuk sering memberi bayi makan bayi selama hari-hari pertama kehidupan bayi untuk memudahkan keluarnya mekonium. Mekonium memiliki kandungan bilirubin yang tinggi dan penundaan keluarnya mekonium meningkatkan reabsorpsi bilirubin sebagai bagian dari pirau enterohepatik.
Orangtua dapat diajari untuk mengkaji bayi baru lahir disebuah ruangan dengan pencahayaan yang baik atau dekat jendela yang mendapat sinar matahari dengan cara memucatkan kulit untuk mengetahui warna dasar kulit. Ikterus mulai muncul di kepala dan wajah lalu bergerak turun ke badan dan ekstremitas.apabila kinjungan arumah direncanakan neonatus dapat di evaluasi dengan menggunakan ikterometer atau alat ukur ikterus transkutaneus.
Bayi baru lahir yang mengalamai ikterus fisiologis nyata dapat ditangani menggunakan fototertapi. Gejala berikut dapt mengindikasikan bahwa ikterus tidak fisiologis dann bayi baru lahir memerlukan evaluasi medis yang lebih luas yaiyu:
·         Muntah
·         Latergi
·         Pemberian makan yang buruk
·         Hepatosplenomegali
·         Penurunan berat badan yang berlebihan
·         Apnea
·         Ketidaksetabilan suhu
·         Takipnea
·         Urine berwarna gelap atau urine posoitif mengandung bilirubun
·         Feses berwarna terang
·         Ikterus menetap selama lebih dari 3 minggu

Tujuan utama penatalaksaan ikterus fisiologis adalah mengendalikan agar kadar bilirubin tidak meningkat 4-5 mg/dl dalam 24 jam, karen adapat menyebabkan ensefalopati bilirubin yaitu bilirubin indirek (tak terkonjugasi) akan direabsorpsi kembali melalui sirkulasi enterohepatik ke aliran darah dan menembus sawar otak yang akan menimbulkan bayi lethargi, kejang, bayi malas menghisap dan malas minum.
     
      Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis menurut Tarigan (2003) dan Callhon (1996) dalam Schwats (2005) adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
·    Timbul pada hari kedua – ketiga
·    Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg % pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang bulan
·    Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % perhari
·    Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg %
·    Ikterus hilang pada 10 hari pertama
·    Tidak mempunyai dasar patologis
     
      Ikterus Pathologis/ hiperbilirubinemia
Ikterus patologis/hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin dalam darah mencapai nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau hiperbilirubinemia dengan karakteristik sebagai berikut :
a.   Menurut Surasmi (2003) bila :
·    Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran
·    Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg % atau > setiap 24 jam
·    Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg % pada neonatus < bulan dan 12,5 % pada neonatus cukup bulan
·    Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD dan sepsis)
·    Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.
b.   Menurut tarigan (2003), adalah :
Suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg % pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi yang kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg % dan 15 mg %.

      Kern Ikterus
Kern ikterus adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Kern Ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg %) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf spatis yang terjadi secara kronik.


      Jenis Bilirubin
Menuru Klous dan Fanaraft (1998) bilirubin dibedakan menjad dua jenis yaitu:
1.   Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek atau bilirubin bebas yaitu bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa melewati sawar darah otak.
2.   bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk atau bilirubin terikat yaitu bilirubin larut dalam air dan tidak toksik untuk otak.

Etiologi
1.   Peningkatan produksi :
·         Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus
dan ABO.
·         Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
·         Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik
yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
·         Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
·         Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20
(beta) , diol (steroid).
·         Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin
Indirek meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah.
·         Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
2.  Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya
pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya
Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5 .Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
Faktor Risiko
Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:
a.    Faktor Maternal
·         Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
·         Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
·         Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.
·         ASI
b.    Faktor Perinatal
·         Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
·         Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
c.    Faktor Neonatus
·         Prematuritas
·         Faktor genetik
·         Polisitemia
·         Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
·         Rendahnya asupan ASI
·         Hipoglikemia
·         Hipoalbuminemia
Patofisiologi
Bilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit. Bilirubin mulai meningkat secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada hari ke 3-5. Setelah itu perlahan-lahan akan menurun mendekati nilai normal dalam beberapa minggu.
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudak melewati darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah, hipoksia, dan hipolikemia.
Mekanisme terjadinya ikterus adalah menyangkut pengertian pembentukan, teiransfort, metabolisme dan ekresi bilirubin.
Terdapat 4 mekanisme dimana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat terjadi :
1. Pembentukan bilirubin berlebihan
2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonyugasi oleh hati
3. Gangguan konyugasi bilirubin
4. Pengurangan eksresi bilirubin terkonyugasi dalam empedu akibat faktor intra hepatik dan ekstra hepatik yang bersifat obstruksi fungsional/mekanik.

            Tanda dan Gejala
Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :
·         Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
·         Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis).

Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l.

            Komplikasi
Terjadi kern ikterus yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak. Pada kern ikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dn akhirnya opistotonus.
Penegakan Diagnosis
1.                     Visual
Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih dapat digunakan apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan pada neonatus kulit berwarna, karena besarnya bias penilaian. Secara evidence pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan, namun apabila terdapat keterbatasan alat masih boleh digunakan untuk tujuan skrining dan bayi dengan skrining positif segera dirujuk untuk diagnostik dan tata laksana lebih lanjut.
WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai berikut:
·         Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang.
·         Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit dan jaringan subkutan.
·         Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning.
2.      Bilirubin Serum
Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan  morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil)
Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2 minggu.     
3. Bilirubinometer Transkutan
Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja dengan prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa.
Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang amat dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai menggunakan multiwavelength spectral reflectance yang tidak terpengaruh pigmen. Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan skrining, bukan untuk diagnosis.
Briscoe dkk. (2002) melakukan sebuah studi observasional prospektif untuk mengetahui akurasi pemeriksaan bilirubin transkutan (JM 102) dibandingkan dengan pemeriksaan bilirubin serum (metode standar diazo). Penelitian ini dilakukan di Inggris, melibatkan 303 bayi baru lahir dengan usia gestasi >34 minggu. Pada penelitian ini hiperbilirubinemia dibatasi pada konsentrasi bilirubin serum >14.4 mg/dL (249 umol/l). Dari penelitian ini didapatkan bahwa pemeriksaan TcB dan Total Serum Bilirubin (TSB) memiliki korelasi yang bermakna (n=303, r=0.76, p<0.0001), namun interval prediksi cukup besar, sehingga TcB tidak dapat digunakan untuk mengukur TSB. Namun disebutkan pula bahwa hasil pemeriksaan TcB dapat digunakan untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan TSB.
Umumnya pemeriksaan TcB dilakukan sebelum bayi pulang untuk tujuan skrining. Hasil analisis biaya yang dilakukan oleh Suresh dkk. (2004) menyatakan bahwa pemeriksaan bilirubin serum ataupun transkutan secara rutin sebagai tindakan skrining sebelum bayi dipulangkan tidak efektif dari segi biaya dalam mencegah terjadinya ensefalopati hiperbilirubin.
3.      Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO
Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal ini menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum yang rendah. 
Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin bebas. Salah satunya dengan metode oksidase-peroksidase. Prinsip cara ini berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan lebih terarah. 
Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan bilirubin dan gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan sebagai indeks produksi bilirubin.
Perkiraan Klinis Tingkat Keparahan Ikterus
Usia  
Kuning terlihat pada  
Tingkat keparahan ikterus  
Hari 1
Hari 2
Hari 3
Bagian tubuh manapun
Tengan dan tungkai
Tangan dan kaki
Berat


Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digolongkan sebagai ikterus sangat berat dan memerlukan terapi sinar  secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar. 

Penatalaksanaan
Berdasarkan pada penyebabnya maka manajemen bayi dengan hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
1.   Menghilangkan anemia
2.   Menghilangkan  antibody maternal dan eritrosit teresensitisasi
3.   Meningkatkan badan serum albumin
4.   Menurunkan serum bilirubin
Metode terapi hiperbilirubinemia meliputi : fototerapi, transfuse pangganti, infuse albumin dan therapi obat.
a.         Fototherapi
Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfuse pengganti untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of fluorescent light bulbs or bulbs in the blue light spectrum) akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi ekskresi bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorpsi jaringan merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan di kirim ke hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan di ekskresikan kedalam duodenum untuk di buang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototerapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan anemia.Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-5 mg/dl. Noenatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan fototerapi profilaksasi pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan berat badan lahir rendah.
Tabel Terapi
Berikut tabel yang menggambarkan kapan bayi perlu menjalani fototerapi dan penanganan medis lainnya, sesuai The American Academy of Pediaatrics (AAP) tahun 1994
Bayi lahir cukup bulan (38 – 42 minggu)
Usia bayi (jam)
Pertimbangan terapi sinar
Terapi sinar
Transfuse tukar bila terapi sinar intensif gagal
Transfuse tukar dan terapi sinar intensif

Kadar bilirubin
Indirek serum
Mg/dl

<24




25 -48
>9
>12
>20
>25
49 – 72
>12
>15
>25
>30
>72
>15
>17
>25
>30


Bayi lahir kurang bulan perlu fototerapi jika:
Usia (jam)
Berat lahir < 1500 g kadar bilirubin
BL 1500 – 2000 g kadar bilirubin
BL >2000 g kadar bilirubin
< 24
> 4
> 4
> 5
25 – 48
> 5
> 7
> 8
49 – 72
> 7
> 8
> 10
> 72
> 8
> 9
> 12

Panduan terapi sinar berdasarkan kadar bilirubin serum
Saat timbul ikterus
Bayi cukup bulan sehat kadar bilirubin, mg/dl: (µmol/l)
Bayi denagn factor resiko (kadar bilirubin, mg/dl:µmol/l)
Hari ke 1
Setiap terlihat ikterus
Setiap terlihat ikterus
Hari ke 2
15 (260)
13 (220)
Hari ke 3
18 (310)
16 (270)
Hari ke 4 dst
20 (340)
17 (290)

      b.  Transfusi Pengganti
Transfusi pengganti atau imediat didindikasikan adanya faktor-faktor :
1.    Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu
2.    Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir
3.    Penyakit hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama
4.    Kadar bilirubin direk labih besar 3,5 mg/dl di minggu pertama
5.    Serum bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl pada 48 jam pertama
6.    Hemoglobin kurang dari 12 gr/dl
7.    Bayi pada resiko terjadi kern Ikterus

Transfusi pengganti digunkan untuk:
1.    Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap antibody maternal
2.    Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (kepekaan)
3.    Menghilangkan serum ilirubin
4.    Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dangan bilirubin
Pada Rh Inkomptabilitas diperlukan transfuse darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negative whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B. setiap 4 -8 jam kadar bilirubin harus di cek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil
       c. Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan Phenobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus enterohepatika
Penatalaksanaan  awal Ikterus Neonatorum (WHO)
·         Mulai terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus berat.
·         Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko berikut: berat lahir < 2,5 kg, lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis
·         Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan hemoglobin, tentukan golongan darah bayi dan lakukan tes Coombs:
o    Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi sinar, hentikan terapi sinar.
o    Bila kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai dibutuhkannya terapi sinar, lakukan terapi sinar
o    Bila faktor Rhesus dan golongan darah ABO bukan merupakan penyebab hemolisis atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di keluarga, lakukan uji saring G6PD bila memungkinkan.
·         Tentukan diagnosis banding
   d.    Status hidrasi dan pemberian minum
Ibu harus menyusui bayinya setidaknya 8 sampai 12 kali setiap hari untuk beberapa hari pertama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar