Kontrasepsi Non Hormonal
Kontrasepsi
Non Hormonal yaitu kontrasepsi yang tidak mengandung hormonal seperti periode
abstinensia, metode kalender, IUD, kondom yang digunakan untuk mengontrol dan mengendalikan
kehamilan ( Mishell,1995;Bupa,2007 ).
Untuk
skala dunia, sterilisasi wanita merupakan pilihan KB terbesar yaitu sebanyak
29% yang diikuti dengan IUD ( Intra Uterine Device ) sebanyak 21%. Sedangkan
pengguna KB di Indonesia lebih menyukai jenis suntikan yaitu sebesar 35,2% atau
sebanyak 9,743,550 wanita, berdasarkan survei BKKBN tahun 2006 lalu (
Sastrawinata, 2000 ).
IUD ( Intra Uterine
Device ) atau dapat disebut dengan alat dalam rahim non
hormonal yang diinsersikan kedalam uterus ada berbagai macam antara lain
lippesloop ( spiral ), Cu T ( Cupper T mengandung tembaga ), Cu 7, dan ML 250 (
multiload 250 ). Keuntungan IUD adalah tidak membutuhkan motivasi untuk minum
pil setiap hari, kerjanya lama, bebas estrogen dan reversible artinya bila dilepas
akan bisa hamil kembali ( Sastrawinata, 2000 ).
Cara
kerja IUD mencegah kehamilan ada beberapa teori sebagai berikut ( Sastrawinata,
2000 ) :
1. Setelah
pemasangan IUD banyak sel lekosit terdapat dalam endometrium dan sekresi cairan
uterus, didapatkan sel raksasa benda asing, monosit, sel plasma dan makrofag.
Sel-sel ini memfagosit spermatozoa atau telur yang telah dibuahi.
2. Teori
yang lain adalah perubahan-perubahan dalam endometrium, yang kemungkinan
disebabkan rangsangan reaksi inflamasi, tertundanya siklus hormonal yang normal
sehingga mengakibatkan suasana endometrium yang tidak cocok untuk implantasi.
Sejarah
Alat kontrasepsi intrauterin pertama
diusulkan oleh Dr Richard Richter pada tahun 1909 diabaikan, Cincin Perak dari
Dr Ernst Gräfenberg (1928) saat ini dicap sebagai prototipe generasi AKDR
modern. Cincin Gräfenberg, bagaimanapun, dilarang pada 1930-an, dan, meskipun
dasar kutukan lebih politis daripada ilmiah, tiga dekade telah berlalu sebelum
kelahiran kembali dan umum penerimaan intrauterin kontrasepsi. Perkembangan IUD
plastik, yang diumumkan oleh Dr Lazar Margulies dan Dr Jack Lippes di 1960-61,
memecahkan masalah penyisipan IUD logam, tetapi tidak menghilangkan efek
samping utama, yaitu, perdarahan dan nyeri. Pada tahun 1969, perangkat AKDR-pertama
diperkenalkan oleh Dr Jaime Zipper dan Dr Howard Tatum. Para pembantu
kontrasepsi metalik, meskipun memungkinkan pengurangan ukuran platform, tidak memecahkan
masalah menoragia. Hal ini dicapai oleh Dr Luukkainen berkat Tapani dengan
penemuan dari gestagen-releasing AKDR (Ng Nova-T) pada tahun 1977. Langkah
terakhir dalam AKDR rekayasa adalah penemuan dari GyneFix, yang fleksibel tanpa
bingkai AKDR-Cu berlabuh secara permanen pada jaringan rahim, yang penemu (Dr
Dirk Wildemeersch) panggilan implan kontrasepsi intrauterin atau IUCI.
Alat
kontrasepsi dalam rahim (AKDR) atau IUD mempunyai sejarah perkembangan yang
sangat panjang sebelum generasi III dengan keamanan, efektivitas, dan penyulit
yang tidak terlalu besear. Sejarah abad masa lalu, walaupun tidak tertata
dengan baik, menunjukan bahwa kafilah dagang “bangsa arab” mempraktekkan
penggunaan AKDR pada unta-unta meraka. Jika melakukan perjalanan jauh dalam
kegiatan perdagangannya, mereka memasukkan batu-batu ke dalam rahim untanya.
Periode abad berikutnya mencatat
keberhasilan Richter pada tahun 1909 di Jerman mengujicobakan penggunaan AKDR
pada manusia. AKDR yang digunakanya merupakan cicin catgut ulat sutera yang
mempunyai kawat nikel dan tembaga yang mejulur keluar melalui serviks. Tahun
1920-an Grafenberg mengganti cincin catgut dengan cincin berlapis emas atau
perak. Tidak lama berselang (1934) ota di jepang menambahkan struktur pendukung
cincin AKDR yang berlapiskan eamas atau perak untuk mengurangi angka ekspulsi.
Selama berlangsung perang dunia kedua, filosofi politik jepang dan Nazi
mengeliminasi penggunaan AKDR. Baru pada tahun 1959 Oppenheimer menggerakan
kembali penggunaan denagn berbagai macam bentuk penggunaan IUD.
Perkembangan
seterusnya pada tahun 1960mmelahirkan AKDR berbentuk “loop” hasil karya jack
Lippes. Kemudian berturt-turut tahun 1968-1969, Zipper menambahkan Cu (tembaga)
dan Doye dan Clewe (amerika) menggunakan progestin sebagai bahan anti
fertilitas. Penelitian untuk mendapatkan jenis AKDR yang paling efektif, dan
aman dipakai masih terus berlangsung hingga sekarang.
Jenis-jenis
IUD
Jenis IUD yang dipakai di Indonesia antara lain adalah
:
a.
Copper-T
IUD berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelen dimana
pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan tembaga
halus ini mempunyai efek anti fertilitas (anti pembuahan) yang cukup baik
(Imbarwati, 2009).
b.
Copper-7
IUD ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk
memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32
mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga luas permukaan 200 mm2, fungsinya
sama dengan lilitan tembaga halus pada IUD Copper-T (Imbarwati, 2009).
c.
Multi load
IUD ini terbuat dari plastik (polyethelene) dengan dua
tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel. Panjang dari ujung atas
ke ujung bawah 3,6 cm. Batang diberi gulungan kawat tembaga dengan luas
permukaan 250 mm2 atau 375 mm2 untuk menambah efektifitas. Ada tiga jenis ukuran
multi load yaitu standar, small, dan mini (Imbarwati, 2009).
d.
Lippes loop
IUD ini terbuat dari polyethelene, berbentuk huruf
spiral atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan kontrol, dipasang benang pada
ekornya Lippes loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda menurut ukuran panjang
bagian atasnya. Tipe A berukuran 25 mm (benang biru), tipe B 27,5 mm (benang
hitam), tipe C berukuran 30 mm (benang kuning) dan tipe D berukuran 30 mm dan
tebal (benang putih). Lippes loop mempunyai angka kegagalan yang rendah.
Keuntungan dari pemakaian IUD jenis ini adalah bila terjadi perforasi, jarang
menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan plastic
(Imbarwati, 2009).
Spiral bisa bertahan dalam rahim dan menghambat
pembuahan sampai 10 tahun lamanya. Setelah itu harus dikeluarkan dan diganti.
Bahan spiral yang paling umum digunakan adalah plastic atau plastic bercampur
tembaga. Terdapat dua jenis IUD yaitu IUD dengan tembaga dan IUD dengan hormon
(dikenal dengan IUS = Intrauterine System). IUD tembaga (copper) melepaskan
partikel tembaga untuk mencegah kehamilan sedangkan IUS melepaskan hormon
progestin (Kusmarjadi, 2010).
Spiral jenis copper T (melepaskan tembaga) mencegah
kehamilan dengan cara menganggu pergerakan sperma untuk mencapai rongga rahim
dan dapat dipakai selama 10 tahun. Progestasert IUD (melepaskan progesteron)
hanya efektif untuk 1 tahun dan dapat digunakan untuk kontrasepsi darurat
(ILUNI FKUI, 2010).
Mekanisme kerja
Untuk AKDR yang mengandung hormon progesteron :
1. Gangguan proses pematangan proliferasi-sekretoris sehingga timbul penekanan
terhadap endometrium dan terganggunya proses implantasi (endometrium tetap
dalam fase proliferasi)
2. Lendir serviks lebih kental / tebal karena pengaruh progestin.
3. Menekan ovulasi
Cara kerja kontrasepasi spiral yaitu :
·
Menghambat kemampuan sperma untuk
masuk ke tuba falopii
·
Mempengaruhi fertilisasi sebelum
ovum mencapai kavum uteri
·
Mencegah sperma dan ovum bertemu
dengan membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan
mengurangi sperma untuk fertilisasi.
·
AKDR bekerja terutama mencegah
sperma dan ovum bertemu, walaupun AKDR membuat sperma sulit masuk ke dalam alat
reproduksi perempuan dan mengurangi sperma untuk fertilisasi (Muhammad, 2008).
Keuntungan
Intra uterine devise (IUD) memiliki keuntungan yaitu:
·
Sangat efektif mencegah kehamilan,
sekali pakai terus berfungsi sampai dibuka
·
Sangat efektif. 0,6 - 0,8
kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam 125 - 170
kehamilan)
·
Pencegahan kehamilan untuk jangka yang
panjang sampai 5-10 tahun
·
Tidak mempengaruhi hubungan seksual
·
Tidak ada efek samping hormonal
dengan CuT-380A
·
Tidak mempengaruhi kualitas dan
volume ASI
·
Dapat dipasang segera setelah
melahirkan atau abortus (apabila tidak terjadi infeksi)
·
Dapat digunakan sampai menopouse
·
Tidak ada interaksi dengan obat-obat
·
Membantu mencegah kehamilan ektopik
·
Nyaman (tidak perlu diingat-ingat
seperti jika memakai pil)
·
Dapat dibuka kapan saja (oleh
dokter)
·
Dapat dipakai oleh semua perempuan
usia reproduksi
·
Segera berfungsi (AKDR dapat efektif
segera setelah pemasangan)
·
Efek samping yang rendah
·
Dapat menyusui dengan aman
·
Tidak dirasakan oleh pemakai ataupun
pasangannya (Kusmarjadi, 2010).
·
Sangat efektif (0,5 – 1 kehamilan
per 100 wanita setelah pemakaian selama satu tahun)
·
Tidak terganggu faktor lupa
·
Metode jangka panjang (perlindungan
sampai 10 tahun dengan menggunakan Tembaga T 380A)
·
Mengurangi kunjungan ke klinik
·
Lebih murah dari pil dalam jangka
panjang (Kusumaningrum, 2009).
IUD baik untuk wanita :
·
Menginginkan kontrasepsi dengan
tingkat efektifitas yang tinggi, dan jangka panjang
·
Tidak ingin punya anak lagi atau
ingin menjarangkan anak
·
Memberikan ASI
·
Berada dalam masa postpartum dan
tidak memberikan ASI
·
Berada dalam masa pasca aborsi
·
Mempunyai resiko rendah terhadap PMS
·
Tidak dapat mengingat untuk minum
sebutir pil setiap hari
·
Lebih menyukai untuk tidak
menggunakan metode hormonal atau yang memang tidak boleh menggunakannya.
·
Yang benar-benar membutuhkan alat
kontrasepsi darurat (Kusumaningrum, 2009).
Kelemahan
Kelemahan
kontrasepsi IUD yaitu :
·
Tidak boleh dipakai oleh perempuan
yang terpapar pada infeksi menular
·
Efek samping umum terjadi perubahan
siklus haid, haid lebih lama dan banyak, perdarahan antar mensturasi, saat haid
lebih sakit
·
Komplikasi lain: merasa sakit dan
kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan, perdarahan berat pada waktu
haid atau diantaranya yang memungkinkan penyebab anemia, perforasi dinding
uterus (sangat jarang apabila pemasangan benar)
·
Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS
·
Tidak baik digunakan pada perempuan
dengan IMS atau yang sering berganti pasangan
·
Penyakit radang panggul terjadi
sesudah perempuan dengan IMS memakai AKDR, PRP dapat memicu infertilitas
·
Prosedur medis, termasuk pemeriksaan
pelvik diperlukan dalam pemasangan AKDR
·
Sedikit nyeri dan perdarahan
(spotting) terjadi segera setelah pemasangan AKDR. Biasanya menghilang dalam 1
- 2 hari
·
Klien tidak dapat melepas AKDR oleh
dirinya sendiri. Petugas terlatih yang dapat melepas (Muhammad, 2008).
·
Mungkin IUD keluar dari uterus tanpa
diketahui (sering terjadi apabila IUD dipasang segera setelah melahirkan)
·
Perempuan harus memeriksa posisi
benang IUD dari waktu ke waktu (Imbarwati, 2009).
Efek Samping
Efek sampingnya
antara lain :
·
Seminggu pertama, mungkin ada
pendarahan kecil.
Ada
perempuan-perempuan pemakai spiral yang mengalami perubahan haid, menjadi lebih
‘berat’ dan lebih lama, bahkan lebih menyakitkan. Tetapi biasanya semua gejala
ini akan lenyap dengan sendirinya sesudah 3 bulan (Zahra, 2008).
·
Perdarahan dan kram selama
minggu-minggu pertama setelah pemasangan.
Kadang-kadang
ditemukan keputihan yang bertambah banyak. Disamping itu pada saat berhubungan
(senggama) terjadi expulsi (IUD bergeser dari posisi) sebagian atau seluruhnya.
Pemasangan IUD mungkin menimbulkan rasa tidak nyaman dan dihubungkan dengan
resiko infeksi rahim (Kusumaningrum, 2009).
·
Masalah kesehatan yang paling
berbahaya akibat pemakaian spiral adalah terjadinya radang mulut rahim.
Kebanyakan ini terjadi pada masa 3 bulan pertama, tetapi umumnya bukan akibat
spiral itu sendiri. Pada penderitanya sudah terkena infeksi ketika spiral
dipasang. Inilah sebabnya Anda harus memeriksakan kondisi seputar vagina dan
rahim sebelum memasang spiral, sehingga jika ada tanda-tanda infeksi pemasangan
spiral bisa dibatalkan. Jika kondisi mulut rahim biasa-biasa saja tapi tak
urung Anda terkena radang juga, barangkali pemasang spiral (perawat, bidan,
dokter, atau siapa saja di pos pelayanan KB atau puskesmas) tidak memasang
spiral dalam kondisi steril atau benar-benar bersih dan aman. Hati-hatilah
memilih di mana saja atau pada siapa meminta layanan ini (Zahra, 2008).
Indikasi
§ Menyukai metode kontrasepsi yang efektif, berjangka panjang, tetapi belum
menerima metode permanen saat ini.
§ Menyukai metode praktis (tidak perlu metode barrier atau menelan pil setiap
hari).
§ Punya anak satu atau lebih
§ Sedang menyusui dan ingin memakai kontrasepsi
§ Wanita perokok berat (± 15 batang rokok sehari), umur 35 tahun
§ Berisiko rendah mendapat PMS
Kontraindikasi
§ Dugaan hamil
§ Sedang atau sering terkena infeksi panggul (gonorea, chlamidia) atau
servisitis dengan cairan mukopurulen
§ Menderita keputihan berbau dari saluran serviks/gonorea atau servitis
chlamedia.
§ Perdarahan vagina yang tidak diketahui sebabnya
§ Riwayat
kehamilan ektopik
§ Penderita
kanker alat kelamin (Kusumaningrum, 2009).
Prosedur
Kerja Pemasangan IUD
Kebijaksanaan :
1)
Petugas harus siap ditempat.
2)
Harus ada permintaan dan persetujuan
dari calon peserta.
3)
Ruang pemeriksaan yang tertutup, bersih,
dan cukup ventilasi.
4)
Alat-alat yang tersedia :
·
Gyn bed
·
Timbangan berat badan
·
Tensimeter dan stetoskop
·
IUD set steril
·
Bengkok
·
Lampu
·
Kartu KB (kl, K IV)
·
Buku-buku administrasi dan
registrasi KB
·
Meja dengan duk steril
·
Sym speculum
·
Sonde rahim
·
Lidi kipas dan kapas first aid
secukupnya.
·
Busi / dilatator hegar
·
Kogel tang
·
Pincet dan gunting
Langkah-langkah :
1)
Memberi penjelasan kepada pasien mengenai
keuntungan, efek samping dan cara menanggulangi efek samping.
2)
Melaksanakan anamnese umum, keluarga,
media dan kebidanan.
3)
Melaksanakan pemeriksaan umum
meliputi timbang badan, mengukur tensimeter.
4)
Mempersilakan pasien untuk
mengosongkan kandung kemih.
5)
Siapkan alat-alat yang diperlukan.
6)
Mempersilakan pasien untuk berbaring
di bed gynaecologi dengan posisi Lithotomi.
7)
Petugas cuci tangan
8)
Pakai sarung tangan kanan dan kiri
9)
Bersihkan vagina dengan kapas first
aid
10) Melaksanakan
pemeriksaan dalam untuk menentukan keadaan posisi uterus.
11) Pasang
speculum sym.
12) Gunakan
kogel tang untuk menjepit cervix.
13) Masukkan
sonde dalam rahim untuk menentukan ukuran, posisi dan bentuk rahim.
14) Inserter
yang telah berisi AKDR dimasukkan perlahan-lahan ke dalam rongga rahim,
kemudian plugger di dorong sehingga AKDR masuk ke dalam inserter dikeluarkan.
15) Gunting AKDR
sehingga panjang benang ± 5 cm
16) Speculum sym
dilepas dan benang AKDR di dorong ke samping mulut rahim.
17) Pasien
dirapikan dan dipersilakan berbaring ± 5 menit
18) Alat-alat
dibersihkan
19) Petugas cuci
tangan
20) Memberi
penjelasan kepada pasien gejala-gejala yang mungkin terjadi / dialami setelah
pemasangan AKDR dan kapan harus kontrol
Catatan :
·
Bila pada waktu pamasangan terasa
ada obstruksi, jangan dipaksa (hentikan) konsultasi dengan dokter.
·
Bila sonde masuk ke dalam uterus dan
bila fundus uteri tidak terasa, kemungkinan terjadi perforasi, keluarkan sonde,
dan konsultasikan ke dokter.
·
Keluarkan sonde dan lihat batas
cairan lendir atau darah, ini adalah panjang rongga uterus. Ukuran normal 6 – 7
cm.
·
Bila ukuran uterus kurang dari 5 cm
atau lebih dari 9 cm jangan dipasang (Imbarwati, 2009).
Waktu kontrol IUD yang harus diperhatikan adalah :
·
1 bulan pasca pemasangan
·
3 bulan kemudian
·
setiap 6 bulan berikutnya
·
bila terlambat haid 1 minggu
·
perdarahan banyak atau keluhan
istimewa lainnya (Imbarwati, 2009).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar