2.1.
Definisi Imunisasi
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap
suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan
terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Imunisasi
berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap
suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit
itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain diperlukan imunisasi
lainnya.
Imunisasi adalah suatu cara untuk
menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu
penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit
ringan. (Depkes RI , 2005).
2.2.
Tujuan Pemberian Imunisasi
Tujuan dari diberikannya suatu imunitas dari imunisasi
adalah untuk mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan
kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit
yang dapat dihindari dengan imunisasi yaitu seperti hepatitis B, campak, polio,
difteri, tetanus, batuk rejan, gondongan, cacar air, tbc, dan lain sebagainya.
2.3.
Imunisasi Wajib
5 jenis imunisasi
yang wajib diperoleh bayi sebelum usia setahun. Penyakit-penyakit yang hendak
dicekalnya memiliki angka kesakitan dan kematian yang tinggi, selain bisa
menimbulkan kecacatan.
1.
BCG
Vaksin BCG tidak dapat mencegah seseorang terhindar dari
infeksi M. tuberculosa 100%, tapi dapat mencegah penyebaran penyakit lebih
lanjut, Berasal dari bakteri hidup yang dilemahkan (Pasteur Paris 1173 P2),
Ditemukan oleh Calmette dan Guerin.
Ketahanan terhadap penyakit TB
(Tuberkulosis) berkaitan dengan keberadaan virus tubercle bacili yang
hidup di dalam darah. Itulah mengapa, agar memiliki kekebalan aktif,
dimasukkanlah jenis basil tak berbahaya ini ke dalam tubuh, alias vaksinasi BCG
(Bacillus Calmette-Guerin).
Seperti diketahui, Indonesia termasuk
negara endemis TB (penyakit TB terus-menerus ada sepanjang tahun) dan merupakan
salah satu negara dengan penderita TB tertinggi di dunia. TB disebabkan kuman Mycrobacterium
tuberculosis, dan mudah sekali menular melalui droplet, yaitu
butiran air di udara yang terbawa keluar saat penderita batuk, bernapas ataupun
bersin. Gejalanya antara lain: berat badan anak susah bertambah, sulit makan,
mudah sakit, batuk berulang, demam dan berkeringat di malam hari, juga diare
persisten. Masa inkubasi TB rata-rata berlangsung antara 8-12 minggu.
Untuk mendiagnosis anak terkena TB
atau tidak, perlu dilakukan tes rontgen untuk mengetahui adanya vlek, tes Mantoux
untuk mendeteksi peningkatan kadar sel darah putih, dan tes darah untuk
mengetahui ada-tidak gangguan laju endap darah. Bahkan, dokter pun perlu
melakukan wawancara untuk mengetahui, apakah si kecil pernah atau tidak,
berkontak dengan penderita TB.
Jika anak positif terkena TB, dokter
akan memberikan obat antibiotik khusus TB yang harus diminum dalam jangka
panjang, minimal 6 bulan. Lama pengobatan tak bisa diperpendek karena bakteri
TB tergolong sulit mati dan sebagian ada yang “tidur”. Karenanya, mencegah
lebih baik daripada mengobati. Selain menghindari anak berkontak dengan
penderita TB, juga meningkatkan daya tahan tubuhnya yang salah satunya melalui
pemberian imunisasi BCG.
a.
Jumlah
pemberian
Cukup 1 kali
saja, tak perlu diulang (booster). Sebab, vaksin BCG berisi kuman
hidup sehingga antibodi yang dihasilkannya tinggi terus. Berbeda dengan vaksin berisi kuman mati, hingga memerlukan
pengulangan. Vaksin BCG berbentuk bubuk kering harus dilarutkan dengan 4 cc
NaCl 0,9%. Setelah dilarutkan harus segera dipakai dalam waktu 3 jam, sisanya
dibuang. Penyimpanan pada suhu < 5°C terhindar dari sinar matahari (indoor
day-light).
b.
Usia
pemberian
Di bawah 2 bulan. Jika baru diberikan setelah usia
2 bulan, disarankan tes Mantoux (tuberkulin) dahulu untuk mengetahui
apakah si bayi sudah kemasukan kuman Mycobacterium tuberculosis atau
belum. Vaksinasi dilakukan bila hasil tesnya negatif. Jika ada penderita TB
yang tinggal serumah atau sering bertandang ke rumah, segera setelah lahir si
kecil diimunisasi BCG
c.
Lokasi
penyuntikan
Disuntikkan intra kutan di daerah insertio m. deltoid dengan dosis
0,05 ml, sebelah kanan
d.
Efek samping
Umumnya tidak ada. Namun pada beberapa anak timbul
pembengkakan kelenjar getah bening di ketiak atau leher bagian bawah (atau di
selangkangan bila penyuntikan dilakukan di paha). Biasanya
akan sembuh sendiri.
e.
Tanda
keberhasilan
Muncul bisul kecil dan bernanah di daerah bekas
suntikan setelah 4-6 minggu. Tidak menimbulkan nyeri dan tak diiringi panas.
Bisul akan sembuh sendiri dan meninggalkan luka parut.
Jikapun bisul tak muncul, tak usah cemas. Bisa
saja dikarenakan cara penyuntikan yang salah, mengingat cara menyuntikkannya
perlu keahlian khusus karena vaksin harus masuk ke dalam kulit. Apalagi bila
dilakukan di paha, proses menyuntikkannya lebih sulit karena lapisan lemak di
bawah kulit paha umumnya lebih tebal.
Jadi, meski bisul tak muncul, antibodi tetap
terbentuk, hanya saja dalam kadar rendah. Imunisasi pun tak perlu diulang,
karena di daerah endemis TB, infeksi alamiah akan selalu ada. Dengan kata lain, anak akan mendapat vaksinasi alamiah.
f.
Kontra
indikasi
Tak dapat diberikan pada anak yang berpenyakit TB
atau menunjukkan Mantoux positif.
2.
Hepatitis B
Lebih dari 100 negara memasukkan
vaksinasi ini dalam program nasionalnya. Apalagi Indonesia yang termasuk negara
endemis tinggi penyakit hepatitis. Jika menyerang anak, penyakit yang
disebabkan virus ini sulit disembuhkan. Bila sejak lahir telah terinfeksi virus
hepatitis B (VHB), dapat menyebabkan kelainan-kelainan yang dibawanya terus
hingga dewasa. Sangat mungkin terjadi sirosis atau pengerutan hati (kerusakan
sel hati yang berat). Bahkan yang lebih buruk bisa mengakibatkan kanker hati.
Banyak jalan masuknya VHB ke tubuh si
kecil. Yang potensial melalui
jalan lahir. Bisa sejak dalam kandungan sudah tertular dari ibu yang mengidap
hepatitis B atau saat proses kelahiran. Cara lain melalui kontak dengan darah penderita, semisal transfusi darah.
Bisa juga melalui alat-alat medis yang sebelumnya telah terkontaminasi darah
dari penderita hepatitis B, seperti jarum suntik yang tidak steril atau peralatan
yang ada di klinik gigi. Bahkan juga lewat sikat gigi atau sisir rambut yang
digunakan antaranggota keluarga.
Malangnya, tak ada gejala khas
yang tampak secara kasat mata. Bahkan oleh dokter sekalipun. Fungsi hati kadang
tak terganggu meski sudah mengalami sirosis. Tidak cuma itu. Anak juga terlihat
sehat, nafsu makannya baik, berat tubuhnya pun naik dengan bagus pula.
Penyakitnya baru ketahuan setelah dilakukan pemeriksaan darah. Gejala baru
tampak begitu hati si penderita tak mampu lagi mempertahankan metabolisme
tubuhnya.
Upaya pencegahan adalah
langkah terbaik. Jika ada salah satu anggota keluarga dicurigai kena VHB,
biasanya dilakukan screening terhadap anak-anaknya untuk mengetahui
apakah membawa virus atau tidak. Pemeriksaan harus dilakukan kendati anak tak menunjukkan gejala sakit apa
pun. Selain itu, imunisasi merupakan langkah efektif untuk mencegah masuknya
VHB.
a. Jumlah pemberian
Sebanyak 3 kali, dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan
kedua, kemudian 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga.
b. Usia pemberian
Diberikan sedini mungkin setelah lahir. Dengan
syarat, kondisi bayi stabil, tak ada gangguan pada paru-paru dan jantung.
Dilanjutkan pada usia 1 bulan, dan usia 6 bulan serta Imunisasi
ulangan 5 tahun kemudian.
Khusus bayi yang lahir dari ibu pengidap VHB, selain imunisasi yang dilakukan
kurang dari 12 jam setelah lahir, juga diberikan imunisasi tambahan dengan
imunoglobulin antihepatitis B dalam waktu sebelum berusia 24 jam.
c. Lokasi penyuntikan
Suntikan secara Intra Muskular di daerah deltoid, dosis 0,5 ml. Sedangkan pada bayi di paha lewat
anterolateral (antero = otot-otot di bagian depan; lateral = otot bagian luar).
Penyuntikan di bokong tak dianjurkan karena bisa
mengurangi efektivitas vaksin. Penyimpanan vaksin pada suhu 2-8°C
d. Efek samping
Umumnya tak terjadi. Jikapun ada (kasusnya
sangat jarang), berupa keluhan nyeri pada bekas suntikan, yang disusul demam
ringan dan pembengkakan. Namun reaksi ini akan
menghilang dalam waktu dua hari.
e. Tanda keberhasilan
Tak ada tanda klinis yang dapat dijadikan
patokan. Namun dapat dilakukan pengukuran keberhasilan melalui pemeriksaan
darah dengan mengecek kadar hepatitis B-nya setelah anak berusia setahun. Bila
kadarnya di atas 1000, berarti daya tahannya 8 tahun; di atas 500, tahan 5
tahun; di atas 200, tahan 3 tahun. Tetapi kalau angkanya cuma 100, maka dalam
setahun akan hilang. Sementara bila angkanya nol berarti si bayi harus disuntik
ulang 3 kali lagi.
f. Tingkat kekebalan
Cukup tinggi, antara 94-96%. Umumnya,
setelah 3 kali suntikan, lebih dari 95% bayi mengalami respons imun yang cukup.
g. Kontra indikasi
Tak dapat diberikan pada anak yang
menderita sakit berat.
3.
Imunisasi Polio
Belum ada pengobatan efektif untuk
membasmi polio. Penyakit yang dapat menyebabkan kelumpuhan ini, disebabkan
virus poliomyelitis yang sangat menular. Penularannya bisa lewat
makanan/minuman yang tercemar virus polio. Bisa juga lewat percikan ludah/air
liur penderita polio yang masuk ke mulut orang sehat.
Virus polio berkembang biak dalam
tenggorokan dan saluran pencernaan atau usus, lalu masuk ke aliran darah dan
akhirnya ke sumsum tulang belakang hingga bisa menyebabkan kelumpuhan otot
tangan dan kaki. Bila
mengenai otot pernapasan, penderita akan kesulitan bernapas dan bisa meninggal.
Masa inkubasi virus antara
6-10 hari. Setelah demam 2-5 hari, umumnya akan mengalami kelumpuhan mendadak
pada salah satu anggota gerak. Namun tak semua orang yang terkena virus polio
akan mengalami kelumpuhan, tergantung keganasan virus polio yang menyerang dan
daya tahan tubuh si anak. Nah, imunisasi polio akan
memberikan kekebalan terhadap serangan virus polio.
a. Jumlah pemberian
Bisa lebih dari jadwal yang telah
ditentukan, mengingat adanya imunisasi polio massal. Namun jumlah yang
berlebihan ini tak akan berdampak buruk. Ingat, tak ada
istilah overdosis dalam imunisasi!
b. Usia pemberian
Saat lahir (0 bulan), dan berikutnya di
usia 2, 4, 6 bulan. Dilanjutkan
pada usia 18 bulan dan 5 tahun. Kecuali saat lahir, pemberian vaksin polio
selalu dibarengi dengan vaksin DTP.
c. Cara pemeberian
Bisa lewat suntikan (Inactivated
Poliomyelitis Vaccine/IPV), atau lewat mulut (Oral Poliomyelitis Vaccine/OPV). Di tanah air, yang digunakan adalah OPV.
d. Efek samping
Hampir tak ada. Hanya sebagian kecil saja
yang mengalami pusing, diare ringan, dan sakit otot. Kasusnya
pun sangat jarang.
e. Tingkat kekebalan
Dapat mencekal hingga 90%.
f. Kontra indikasi
Tak dapat diberikan pada anak yang
menderita penyakit akut atau demam tinggi (di atas 380C); muntah
atau diare; penyakit kanker atau keganasan; HIV/AIDS; sedang menjalani
pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum; serta anak dengan mekanisme
kekebalan terganggu.
4.
Imunisasi DPT
Dengan pemberian
imunisasi DTP, diharapkan penyakit difteri, tetanus, dan pertusis, menyingkir
jauh dari tubuh si kecil. Kekebalan segera muncul
seusai diimunisasi.
a. Usia dan Jumlah pemberian
Sebanyak 5 kali; 3 kali di usia bayi (2,
4, 6 bulan), 1 kali di usia 18 bulan, dan 1 kali di usia 5 tahun. Selanjutnya
di usia 12 tahun, diberikan imunisasi TT
b. Efek samping
Umumnya muncul demam yang dapat diatasi
dengan obat penurun panas. Jika
demamnya tinggi dan tak kunjung reda setelah 2 hari, segera bawa si kecil ke
dokter. Namun jika demam tak muncul, bukan berarti imunisasinya gagal, bisa
saja karena kualitas vaksinnya jelek, misal.
Untuk anak yang memiliki riwayat kejang
demam, imunisasi DTP tetap aman. Kejang demam tak membahayakan, karena si kecil
mengalami kejang hanya ketika demam dan tak akan mengalami kejang lagi setelah
demamnya hilang. Jikapun orangtua tetap khawatir, si kecil dapat diberikan vaksin
DTP asesular yang tak menimbulkan demam. Kalaupun
terjadi demam, umumnya sangat ringan, hanya sekadar sumeng.
c. Kontra indikasi
Tak dapat diberikan kepada mereka yang
kejangnya disebabkan suatu penyakit seperti epilepsi, menderita kelainan saraf
yang betul-betul berat atau habis dirawat karena infeksi otak, dan yang alergi
terhadap DTP. Mereka hanya boleh menerima vaksin DT tanpa P karena antigen P
inilah yang menyebabkan panas.
Penyakit DPT yang berbahaya
a. Difteri
Penyakit yang disebabkan kuman
Corynebacterium diphtheriae ini, gejalanya mirip radang tenggorokan,
yaitu batuk, suara serak, dan tenggorokan sakit. Namun, difteri tak disertai
panas sebagaimana yang terjadi pada radang tenggorokan. Gejala lain difteri
adalah kesulitan bernapas (leher seperti tercekik dan napas berbunyi), sehingga
wajah dan tubuh membiru, serta adanya lapisan putih pada lidah dan bibir.
Bakteri penyebab difteri
ditularkan saat batuk, bersin, atau kala berbicara. Masa inkubasinya 1-6 hari.
Penderita harus mendapatkan perawatan di rumah sakit dalam waktu cukup lama,
sekitar 2-3 minggu, dan baru boleh pulang setelah penyakitnya benar-benar
hilang 100%. Soalnya, difteri bisa kambuh lagi kalau belum betul-betul sembuh.
b. Tetenus
Disebabkan oleh bakteri Clostridium
Tetani, penyakit ini berisiko menyebabkan kematian. Infeksi tetanus bisa
terjadi karena luka, sekecil apa pun luka itu. Tetanus rawan menyerang bayi
baru lahir, biasanya karena tindakan atau perawatan yang tidak steril.
Gejala-gejala yang tampak
antara lain kejang otot rahang, rasa sakit dan kaku di leher, bahu atau
punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas dan
paha. Pengobatan dilakukan dengan pemberian antibiotik untuk mematikan kuman,
antikejang untuk merilekskan otot-otot, dan antitetanus untuk menetralisir
toksinnya.
c. Pertusis
Disebut juga kinghoest,
batuk rejan, atau batuk 100 hari lantaran batuknya memang berlangsung lama,
bisa sampai 3 bulan. Penyakit ini mudah sekali menular melalui udara yang
mengandung bakteri Bordetella pertussis. Masa inkubasinya 6-20 hari.
Gejala awalnya seperti flu
biasa, yaitu demam ringan, batuk, dan pilek, yang berlangsung selama 1-2
minggu. Kemudian, gejala batuknya mulai nyata dan kuat, batuk panjang secara
terus-menerus yang berbeda dengan batuk biasa. Tak jarang, karena kuatnya batuk
ini, anak bisa sampai menungging-nungging, muntah-muntah, mata merah, berair,
dan napasnya susah. Gejalanya sangat berat. Bahkan beberapa penderita bisa
mengalami perdarahan. Setelah 2-4 minggu berlalu, batuk mulai berkurang dan kondisi
anak mulai pulih.
Penderita akan diberi obat
antibiotik untuk mematikan kuman, dan obat untuk mengurangi/menghentikan
batuknya. Istirahat yang cukup, banyak minum, dan konsumsi makanan bergizi akan
membantu mempercepat kesembuhan.
5.
Imunisasi Campak
Sebenarnya, bayi sudah mendapat
kekebalan campak dari ibunya. Namun seiring bertambahnya usia, antibodi dari
ibunya semakin menurun sehingga butuh antibodi tambahan lewat pemberian vaksin
campak. Apalagi penyakit campak mudah menular, dan mereka yang daya tahan
tubuhnya lemah gampang sekali terserang penyakit yang disebabkan virus Morbili
ini. Untungnya, campak hanya diderita sekali seumur hidup. Jadi, sekali terkena
campak, setelah itu biasanya tak akan terkena lagi.
Penularan campak terjadi lewat udara
atau butiran halus air ludah (droplet) penderita yang terhirup melalui
hidung atau mulut. Pada masa inkubasi yang berlangsung sekitar 10-12 hari,
gejalanya sulit dideteksi. Setelah itu barulah muncul gejala flu (batuk, pilek,
demam), mata kemerah-merahan dan berair, si kecil pun merasa silau saat melihat
cahaya. Kemudian, di sebelah dalam mulut muncul bintik-bintik putih yang akan
bertahan 3-4 hari. Beberapa anak juga mengalami diare. Satu-dua hari kemudian
timbul demam tinggi yang turun naik, berkisar 38-40,5°C. Seiring dengan itu,
barulah keluar bercak-bercak merah yang merupakan ciri khas penyakit ini.
Ukurannya tidak terlalu besar, tapi juga tak terlalu kecil. Awalnya hanya
muncul di beberapa bagian tubuh saja seperti kuping, leher, dada, muka, tangan
dan kaki. Dalam waktu 1 minggu, bercak-bercak merah ini akan memenuhi seluruh
tubuh. Namun bila daya tahan tubuhnya baik, bercak-bercak merah ini hanya di
beberapa bagian tubuh saja dan tidak banyak.
Jika bercak merah sudah keluar,
umumnya demam akan turun dengan sendirinya. Bercak merah pun akan berubah jadi
kehitaman dan bersisik, disebut hiperpigmentasi. Pada akhirnya bercak akan
mengelupas atau rontok atau sembuh dengan sendirinya. Umumnya, dibutuhkan waktu
hingga 2 minggu sampai anak sembuh benar dari sisa-sisa campak. Dalam kondisi
ini, tetaplah meminum obat yang sudah diberikan dokter. Jaga stamina dan
konsumsi makanan bergizi. Pengobatannya bersifat simptomatis, yaitu mengobati
berdasarkan gejala yang muncul. Hingga saat ini, belum ditemukan obat yang efektif mengatasi virus campak.
Jika tak ditangani dengan baik
campak bisa sangat berbahaya. Bisa terjadi komplikasi, terutama pada campak
yang berat. Ciri-ciri campak berat, selain bercaknya di sekujur tubuh,
gejalanya tidak membaik setelah diobati 1-2 hari. Komplikasi yang terjadi
biasanya berupa radang paru-paru (broncho pneumonia) dan radang otak
(ensefalitis). Komplikasi inilah yang umumnya paling sering menimbulkan
kematian pada anak.
Vaksin dari virus hidup (CAM
70- chick chorioallantonik membrane) yang dilemahkan + kanamisin sulfat dan
eritromisin Berbentuk beku kering, dilarutkan dalam 5 cc pelarut aquades.
a.
Usia
dan jumlah pemberian
Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9 bulan, 1
kali di usia 6 tahun. Dianjurkan, pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain
karena antibodi dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan, penyakit campak umumnya
menyerang anak usia balita. Jika sampai 12 bulan belum mendapatkan imunisasi
campak, maka pada usia 12 bulan harus diimunisasi MMR (Measles Mumps
Rubella). Dosis 0,5 ml
diberikan sub kutan di lengan kiri. Disimpan pada suhu 2-8°C, bisa sampai – 20
derajat Celsius. Vaksin yang telah dilarutkan hanya tahan 8 jam pada suhu 2-8°C
b.
Efek
samping
Umumnya tidak ada. Pada
beberapa anak, bisa menyebabkan demam dan diare, namun kasusnya sangat kecil.
Biasanya demam berlangsung seminggu. Kadang juga terdapat efek kemerahan mirip
campak selama 3 hari.
c.
Kontra indikasi
Terdapat
beberapa kontraindikasi yang berkaitan dengan pemberian vaksin campak. Walaupun
berlawanan penting untuk mengimunisasi anak yang
mengalami malnutrisi. Demam ringan, infeksi ringan pada saluran
nafas atau diare, dan beberapa penyakit ringan lainnya jangan dikategorikan sebagai kontraindikasi. Kontraindikasi terjadi bagi
individu yang diketahui alergi berat terhadap kanamycin dan
erithromycin. Karena efek vaksin virus campak hidup terhadap
janin belum diketahui, maka wanita hamil termasuk
kontraindikasi. Individu Pengidap
Virus HIV (HUMAN IMMUNODEFFICIENCY VIRUS).
Vaksin Campak kontraindikasi terhadap
individu-individu yang mengidap
penyakit immune deficiency atau individu yang diduga menderita
gangguan respon imun karena leukimia, lymphoma atau generalized
malignancy. Bagaimanapun penderita HIV, baik yang disertai
gejala ataupun tanpa gejala harus diimunisasi vaksin campak sesuai jadwal yang ditentukan.
Imunisasi Lainnya
6.
Imunisasi MMR
Merupakan vaksin hidup yang dilemahkan terdiri dari :
·
Measles strain moraten
(campak)
·
Mumps strain Jeryl lynn
(parotitis)
·
Rubela strain RA (campak
jerman)
·
Diberikan pada umur 15 bulan.
Ulangan umur 12 tahun
·
Dosis 0,5 ml secara sub kutan,
diberikan minimal 1 bulan setelah suntikan imunisasi lain.
Kontra indikasi: wanita hamil, imuno kompromise, kurang
2-3 bulan sebelumnya mendapat transfusi darah atau tx imunoglobulin, reaksi
anafilaksis terhadap telur.
7.
Imunisasi Varicella
Vaksin varicella (vaRiLrix) berisi virus hidup strain OKA yang dilemahkan. Bisa diberikan pada umur 1 tahun,
ulangan umur 12 tahun. Vaksin diberikan secara sub kutan Penyimpanan pada suhu
2-8°C.
Kontraindikasi: demam atau infeksi akut,
hipersensitifitas terhadap neomisin, kehamilan, tx imunosupresan, keganasan,
HIV, TBC belum tx, kelainan darah. Reaksi imunisasi sangat minimal, kadang
terdapat demam dan erupsi papulo-vesikuler.
8.
Imunisasi hepatitis
A
Imunisasi diberikan pada daerah kurang terpajan, pada
anak umur > 2 tahun. Imunisasi dasar 3x pada bulan ke 0, 1, dan 6 bulan
kemudian. Dosis vaksin (Harvix-inactivated virus strain HM 175) 0,5 ml secara
IM di daerah deltoid. Reaksi yag terjadi minimal kadang demam, lesu, lelah,
mual-muntah dan hialng nafsu makan.
9.
Imunisasi Combo
Gabungan beberapa antigen tunggal menjadi satu jenis
produk antigen untuk mencegah penyakit yang berbeda, misal DPT + hepatitis B
+HiB atau Gabungan beberapa antigen dari galur multipel yg berasal dari
organisme penyakit yang sama, misal: OPV
Tujuan pemberian
·
Jumlah suntikan kurang
·
Jumlah kunjungan kurang
·
Lebih praktis, compliance dan
cakupan naik
·
Penambahan program imunisasi
baru mudah
·
Imunisasi terlambat mudah dikejar
·
Biaya lebih murah
Daya proteksi
Titer antibodi salah satu antigen lebih rendah namun
masih diatas ambang protektif. Efektivitasnya sama di berbagai jadwal
imunisasi. Bisa terjadi kemampuan membuat antibodi utk mengikat antigen
berkurang. Dapat terjadi respon imun antigen kedua berubah. Reaktogenitas yang
ditentukan terutama oleh ajuvan tidak berbeda jauh. Nyeri berat lebih sering
terjadi pada vaksin kombo (Bogaerts, Belgia). Cakupan imunisasi menjadi lebih
tinggi. KIPI pada dosis vaksin ekstra tidak bertambah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar