Kala III Persalinan
2.3.1 Pengertian
kala tiga persalinan
Kala tiga persalinan dimulai dari
setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput
ketuban. Rata-rata lama kala tiga berkisar 15-30 menit, baik pada primipara
maupun multipara.
2.3.2 Fisiologi
kala tiga persalinan
Pada kala tiga persalinan, otot
uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti berkurangnya ukuran rongga uterus
secara tiba-tiba setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran rongga uterus ini
menyebabkan berkurangnya ukuran tempat implantasi placenta. Karena tempat
implantasi menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran placenta tidak berubah, maka
plecenta akan menekuk, menebal, kemudian dilepaskan dari dinding uterus.
Setelah lepas placenta akan turun ke bagian bawah uterus. Tempat implantasi
placenta sering pada dinding depan dan belakang korpus uteri atau dinding
lateral. Sangat jarang terdapat pada fundus uteri.
2.3.3
Fase-fase kala tiga
·
Fase Pelepasan Placenta
Setelah bayi lahir, terjadi kontraksi uterus.
Hal ini mengakibatkan volume rongga uterus berkurang. Dinding uterus menebal.
Pada tempat implantasi placenta juga terjadi pennurunan luas area. Ukuran
plasenta tidak berubah, sehingga menyebabkan placenta terlipat, menebal dan
akhirnya terlepas dari dinding uterus. Placenta terlepas sedikit demi sedikit.
Terjadi pengumpulan perdarahan di ruang placenta dan desidua basalis yang
disebut retroplacenter hematom. Setelah placenta terlepas, placenta akan
menempati segmen bawah uterus atau vagina.
Kontraksi Rahim akan mengurangi area
perlekatan placenta ini, karena rahim bertambah kecil dan dindingnya bertambah
tebal beberapa sentimeter. Kontraksi tadi menyebabkan bagian yang longgar dan
lemah dari ujung Plasenta pada dinding rahim, bagian ini akan terlepas,
mula-mula sebagian dan kemudian seluruhnya dan tinggal bebas dalam kavum uteri.
Kadang-kadang ada sebagian kecil Placenta yang masih melekat pada dinding rahim.
Proses
pelepasan ini biasanya setahap demi setahap dan pengumpulan darah dibelakang
Placenta akan membantu penlepasan Placenta ini. Bila pelepasan sudah kumplit, maka kontraksi rahim mendorong Placenta yang sudah lepas ke SBR lalu ke vagina dan dilahirkan.
Selaput ketuban pun dikeluarkan, sebagian
oleh kontraksi rahim, sebagian sewaktu keluarnya Plasenta. Ditempat-tempat yang
lepas terjadi pendarahan antara uteri dan desidua basalis disebut Retroplacenter
hematoma. Jadi jelaslah, bahwa setelah anak lahir tugas kita belum selesai,
masih ada satu hal berat yang masih dapat mengancam jiwa ibu, yaitu pimpinan
kala III dan pengawasan kala empat.
Pengawasan pada kala
pelepasan dan pengeluaran Plasenta cukup penting, karena kelalaian dapat
menyebabkan resiko pendarahan yang dapat membawa kematian. Kala ini berlangsumg
mulai dari bayi lahir sampai Plasenta keluar lengkap. Biasanya, Plasenta akan
lahi spontan dalam 15-30 menit, dapat ditunggu dalam 1 jam, tetapi tidak boleh
ditunggu bila terjadi banyak pendarahan.
Lokalisasi dari Plasenta adalah :
1. Pada dinding depan dan belakang korpus uteri
2. Kadang-kadang pada dinding lateral
3. Jarang di fundus Uteri
4. Sesekali pada Segmen bawah rahim (SBR) di sebut Plasenta Previa
2.3.4
Macam-macam pelepasan placenta:
1)
Mekanisme Schultze
Pelepasan
placenta yang dimulai dari sentral/bagian tengah sehingga terjadi bekuan
retroplasenta. Cara pelepasan ini paling sering terjadi. Tanda pelepasan
placenta dari tengah ini mengakibatkan perdarahan tidak terjadi sebelum
placenta lahir. Perdarahan banyak terjadi segera setelah placenta lahir.
2)
Mekanisme Duncan
Terjadi
pelepasan plasenta dari pinggir atau bersama dari pinggir dan tengah placenta.
Darah akan mengalir keluar antara ketuban. Serempak dari tengah dan pinggir.
Hal ini mengakibatkan terjadi semburan darah sebelum placenta lahir. untuk
mengetahui cara lepasnya Plasenta ini dapat diselidiki dengan dua cara:
·
Memasukan Zat kontras kedalam Plasenta melalui pembuluh darah tali pusat,
lalu dibuat gambar Rontgen.
·
Secara klinis, meneliti
sewaktu Plasenta lahir melalui vagina dan vulva.
2.3.5
Tanda-tanda pelepasan placenta
1)
Perubahan bentuk uterus
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi,
uterus berbentuk bulat penuh (discoid) dan tinggi fundus biasanya turun hingga
di bawah pusat. Setelah
uterus berkontraksi dan placenta terdorong kebawah. Maka uterus menjadi bulat
dan fundus berada diatas pusat.
2).
Tali pusat memanjang
Tali pusat terlihat keluar
memanjang atau terjulur melalui vulva dan vagina (tanda ahfeld).
3).
Semburan darah tiba-tiba
Darah yang berkumpul di belakang
placenta akan membantu mendorong placenta keluar dan dibantu oleh gaya
gravitasi. Semburan darah yang tiba-tiba menandakan bahwa darah yang terkumpul
di antara tempat melekatnya plasenta dan permukaan maternal placenta (darah
retroplasenter) keluar melalui tepi placenta yang terlepas.
·
Fase Pengeluaran Plasenta
Plasenta yang sudah terlepas oleh kontraksi
rahim akan didorong kebawah yang menempati segmen bawah rahim, kemudian melalui
serviks, vagina dan dikeluarkan ke introitus vagina. Hal ini dibantu pula oleh
tekanan abdominal atau meneran.
2.3.6
Prasat-prasat untuk mengetahui lepasnya Plasenta
A.
Kustner
Dengan
meletakkan tangan disertai tekanan pada atau diatas simfisis. Tali pusat
ditegangkan, maka bila tali pusat masuk belum lepas;diam atau maju sudah lepas.
B.
Klein
Sewaktu
ada his, rahim kita dorong sedikit, bila tali pusat kembali belum lepas. Diam
atau turun lepas.
C.
Strassman
· Tegangkan tali pusat dan ketok pada fundus, bila tali pusat
bergetar sudah lepas.
· Rahim menonjol diatas simfisis.
· Tali pusat bertambah panjang
· Rahim bundar dan keras
· Keluar darah secara tiba-tiba.
Normalnya
pelepasan Plasenta ini berkisar ¼-½ jam sesudah anak lahir, namun kita dapat
menunggu paling lama 1 jam. Tetapi bila terjadi banyak pendarahan atau bila pa
persalinan-persalinan yang lalu ada riwayat pendarahan post-partum, maka tak
boleh menunggu, sebaiknya plasenta langsung dikelurkan oleh tangan. Juga kalau
pendarahan sudah lebih dari 500 cc atau satu nierbekken, sebaiknya Plasenta langsung
dikeluarkan secara manual dan diberikan uterus tonika.
2.3.7
Manajemen aktif kala tiga
Tujuan
management aktif kala tiga adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang
lebih efektif sehingga dapat memperpendek waktu kala tiga persalinan dan
mengurangi kehilangan darah dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis.
Sebagian
besar kesakitan dan kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahab
pascapersalinan, dimana sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri dan
retensio plasenta yang sebenarnya dapat dicegah melalui managemen aktif kala
tiga.
Keuntungan- keuntungan managemen aktif kala tiga :
·
Kala tiga persalinan yang lebih singkat
·
Mengurangi jumlah kehilangan darah
·
Mengurangi retensio plasenta
Penatalaksanaan
aktif pada kala III (pengeluaran aktif plasenta) membantu menghindarkan
terjadinya perdarahan pasca persalinan.
Manajemen aktif kala III terdiri dari :
1.
Pemberian oksitosin 10 U
Memberikan oksitosin untuk merangsang uterus berkontraksi yang
juga mempercepat pelepasan plasenta:
·
Oksitosin dapat diberikan
setelah kelahiran bayi
·
Jika oksitosin tidak
tersedia, rangsang putting payudara ibu atau susukan bayi guna menghasilkan
oksitosin alamiah.
Cara pemberian suntikan oksitosin :
·
Segera berikan bayi yang
telah terbungkus kain pada ibu untuk diberi ASI.
·
Letakkan kain bersih di atas
perut ibu.
·
Alasan : untuk mencegah
kontaminasi langsung dari tangan penolong persalinan dan darah pada perut ibu.
·
Periksa uterus untuk
memastikan tidak ada bayi yang lain.
·
Alasan : oksitosin
menyebabkan uterus berkontraksi yang sangat menurunkan pasokan oksigen kepada
bayi. Hati-hati untuk tidak menekan uterus dengan keras sehingga terjadi
kontraksi tetanik yang akan menyulitkan pengeluaran plasenta.
·
Memberitahukan ibu bahwa ibu
akan disuntik.
·
Selambat-lambatnya dalam
waktu dua menit setelah bayi lahir, segera suntikan oksitosin 10 unit IM pada
1/3 bawah paha kanan bagian luar.
Catatan : jika
oksitosin tidak tersedia, minta ibu untuk melakukan simulasi puting susu atau
menganjurkan ibu untuk menyusukan dengan segera. Ini akan menyebabkan pelepasan
oksitosin secara alamiah.(1)
2. Penegangan tali pusat terkendali
Lakukan Penegangan Tali
pusat terkendali atau PTT (CCT/Controled cord traktion) dengan cara:
·
Berdiri disamping ibu
·
Klem dipindahkan 5-10 cm
dari vulva
Cara
penegangan tali pusat terkendali :
1. Berdiri disamping ibu
2. Pindahkan klem kedua yang telah dijepit sewaktu kala dua
persalinan pada tali pusat sekitar 5-20 cm dari vulva. Alasan : memegang tali
pusat lebih dekat ke vulva akan mencegah avulsi.
3. Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu ( alas dengan kain )
tepat diatas tulang pubis. Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan
menahan uterus pada saat melakukan penegangan pada tali pusat. Setelah terjadi
kontraksi yang kuat, tegangkan tali pusat, kemudian tangan pada dinding abdomen
menekan korpus uteri ke bawah dan atas ( dorso-kranial) korpus. Lakukan secara
hati-hati untuk menghindari terjadinya inversio uteri.
4. Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga ada kontraksi yang kuat(
sekitar 2 atau 3 menit).
5. Pada saat kontraksi mulai(uterus menjadi bulat atau tali pusat memanjang) tegangkan
kembali tali pusat ke arah bawah bersamaan dengan itu lakukan penekanan korpus
uteri ke arah bawah dan kranial hingga plasenta terlepas dari tempay
implantasinya.
6. Tetapi jika langkah 5
diatas tidak berjalan sebagaimana mestinya dan plasenta tidak turun setelah
30-40 detik dimulainya penegangan tali pusat dan tidak ada tanda-tanda yang
menunjukkan lepasnya plasenta, jangan teruskan penegangan tali pusat.
· Pegang klem dan tali pusat dengan lembut dan
tunggu sampai kontraksi berikutnya. Jika perlu, pindahkan klem lebih dekat ke perineum pada saat tali pusat
memanjang. Pertahankan kesabaran pada saat melahirkan plasenta.
·
Pada saat kontraksi
berikutnya terjadi, ulangi penegangan tali pusat terkendali dan tekanan
dorso-kranial pada korpus uteri secara serentak. Ikuti langkah-langkah tersebut pada setiap
kontraksi hingga terasa plasenta terlepas dari dinding uterus.
·
Setelah plasenta terpisahanjurkan ibu untuk meneran agar plasenta terdorong
keluar melalui introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat denga arah sejajar
lantai (mengikuti poros jala lahir).
Alasan : segera lepaskan plasenta yang telah terpisah dari dinding uterus
akan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu.
Jangan
melakukan penegangan tali pusat tanpa diikuti dengan tekanan dorso-kranial
secara serentak pada bagian bawah uterus (di atas simfisis pubis).
1.
Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan plasenta dengan
mengangkat tali pusat ke atas dan menopang plasenta dengan tangan lainnya untuk
diletakkan dalam wadah penampung. Karena sela[ut ketuban mudah robek ; pegang
plasenta dengan kedua tangan dan secara lembutputar plasenta hingga selaput
ketuban terpilin menjadi satu.
2.
Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan selaput
ketuban.
Alasan : melahirkan plasenta dan selapunya
dengan hati-hati akan membantu mencegah tertinggalnya selaput ketuban di jalan
lahir.
Jika selaput
ketuban robek dan tertinggal dalam lahir saat melahirkan plasenta, dengan hati-hati periksa vagina dan serviks dengan seksama. Gunakan jari-jari tangan anda atau klem ke
dalam DTT atau steril atau forsep untuk keluarkan selaput ketuban yang teraba.
Catatan :
Jika
plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 unit oksitosin IM dosis
kedua. Periksa kandung kemih. Jika ternyata penuh, gunakan teknik aseptik untuk
memasukkan kateter Nelaton disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk
mengosongka kandung kemih. Ulangi kembali penegangan tali pusat dan tekanan
dorso-kranial seperti yang diuraikan diatas. Nasehati keluarga bahwa rujukan
mungkin diperlukan jika plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit. Pada menit
ke-30 coba lagi melahirkan plasenta dengan melakukan penegangan tali pusat
untuk terakhir kalinya. Jika plasenta tetap tidak lahir, rujuk segera. Ingat, apabila plasenta tidak lahir setelah
30 menit, jangan mencoba untuk melepaskan dan segera lakukan rujukan.
3. Rangsangan Taktil (Masase) Fundus Uteri
Segera
setelah plasenta lahir, lakukan masase fundus uteri.
a. Letakkan telapak tangan pada fundus uteri.
b. Jelaskan tindakan kepada ibu, katakana bahwa ibu mungkin merasa
agak tidak nyaman karena tindakan yang diberikan. Anjurkan ibu untuk menarik nafas dalam dan
perlahan serta rileks.
c. Dengan lembut tapi mantap gerakan tangan dengan arah memutar pada
fundus uteri supaya uterus berkontraksi.
Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 15 menit detik, lakukan
penatalaksanaa atonia uteri.
d. Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastikan keduanya lengkap
dan utuh :
· Periksa plasenta sisi maternal ( yang melekat pada dinding uterus)
untuk memastikan bahwa semuanya lengkap dan utuh ( tidak ada bagian yang
hilang).
· Pasangkan bagian- bagian plasenta yang robek atau terpisah untuk
memastikan tidak ada bagian yang hilang.
· Periksa plasenta sisi fetal (yang menghadap ke bayi) untuk
memastikan tidak adanya kemungkinan lobus tambahan (suksenturiata)
· Evaluasi selaput untuk memastikan kelengkapannya.
a. Periksa kembali uterus setelah satu hingga dua menit untuk
memastikan uterus berkontraksi. Jika
uterus masih belum berkontraksi baik, ulangi masase funddus uteri. Ajarkan ibu dan keluarganya cara melakukan
masase uterus sehingga mampu untuk segera mengetahui jika uterus tidak
berkontraksi baik.
b. Periksa kontraksi uterus
setiap 15 menit selama satu jam pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit
selama satu jam kedua pascapersalinan.
PTT dilakukan hanya selam uterus berkontraksi. Tangan pada uterus
merasakan kontraksi, ibu dapat juga memberi tahu petugas ketika merasakan kontraksi.
Ketika uterus sedang tidak berkontraksi, tangan petugas tetap berada pada
uterus tapi bukan melakukan PTT. Ulangi langkah-langkah PTT pada setiap
kontraksi sampai plasenta terlepas.
Begitu plasenta terasa lepas, keluarkan plasenta dengan gerakan kebawah
dan ke atas sesuai jalan lahir.kedua tangan dapat memegang plasenta dan
perlahan memutar plasenta searah jarum jam untuk mengeluarkan selaput ketuban.
Segera setelah plasenta dan selaputnya dikeluarkan, masase fundus
akan menimbulkan kontraksi. Hal ini dapat mengurangi pengeluaran darah dan
mencegah perdarahan pasca persalinan. Jika uterus tidak berkontraksi kuat
selama 10-15 detik, atau jika perdarahan hebat terjadi, segera lakukan kompresi
bi manual dalam. Jika atonia uteri tidak teratasi dalam waktu 1-2 menit, ikuti
protokol untuk perdarahan pasca persalinan.
Jika
mengunakan manajemen aktif dan plasenta belum juga lahir dalam waktu 15 menit,
berikan oksitosin 10 unit IM. Dosis kedua, dalam jarak 15 menit dari pemberian
oksitosin dosis pertama,
Jika
menggunakan manajemen aktif dan plasenta belum juga lahir dalam waktu 30 menit:
·
Periksa kandung kemih dan
lakukan kateterisasi jika kandung kemih penuh
·
Periksa adanya tanda-tanda
pelepasan plasenta
·
Berikan oksitosin 10 unit
IM. Dosis ketiga, dalam jarak waktu 15 menitdari pemberian oksitosin dosis
pertama.
Periksa wanita tersebut
secara seksama dan jahit semua robekan pada serviks atau vagina atau episiotomi.
2.3.8
Pemeriksaan plasenta
Pemeriksaan
plasenta meliputi :
·
Selaput ketuban utuh atau tidak
·
Plasenta
Bentuk placenta yang normal ialah hampir
bulat. Diameternya 15-20 cm, tebalnya 1,5-3 cm. Beratnya rata-rata 500 gram.
A.
Bagian kotiledon
Jumlah kotiledon, keutuhan pinggir kotiledon. Permukaan
maternal yang menghadap dinding rahim, berwarna merah dan terbagi-bagi oleh
celah-celah/sekat-sekat yang berasal dari jaringan ibu. Oleh sekat ini,
plasenta dibagi menjadi 16-20 kotiledon.
B. Bagian fetal
utuh atau
tidak. Permukaan fetal ialah yang menghadap ke janin, warnanya
keputih-putihan dan licin karena tertutup oleh amnion, di bawah nampak
pembuluh-pembuluh darah.
c.
Tali pusat :
jumlah arteri dan vena, adakan arteri atau
vena yang terputus untuk mendeteksi plasenta seksenturia. Insersi tali pusat,
apakah sentral, marginal serta panjang tali pusat.
2.3.9
Pemantauan kala tiga
1
Perdarahan. Jumlah darah diukur, disertai dengan bekuan darah atau tidak.
2
Jumlah darah yang umum
keluar tidak lebih dari 500cc atau setara dengan 2,5 gelas belimbing.
3
Kontraksi uterus : bentuk uterus, intensitas.
4
Kontraksi yang baik akan teraba keras dan globuler. Tinggi fundus uteri
sebelum plasenta lahir sekitar setinggi pusat, setelah plasenta lahir tinggi
fundus akan turun sekitar 2 jari dibawah pusat.
5
Robekan jalan lahir/laserasi, ruptura perineum
6
Robekan jalan lahir yang dapat direparasi oleh bidan adalah robekan derajat
1 dan 2 pada perineum. Yaitu dari mukosa vagina sampai ke otot vagina.
7
Tanda vital :
Tekanan darah mungkin mengalami sedikit
penurunan dibandingkan ketika kala I dan II, nadi normal , suhu tidak lebih
dari 37,5 derajat, respirasi normal. Diperiksa setiap 15 menit sekali.
·
Tekanan darah bertambah tinggi dari sebelum persalinan.
·
Nadi bertambah cepat
·
Temperatur bertambah tinggi
·
Respirasi berangsur normal
·
Gastrointestinal normal, pada awal persalinan mungkin mutah
8.
Personal hygine
Setelah dinyatakan ibu dalam kondisi baik,
maka ibu dibersihkan dari
darah, mengganti baju, apabila kantong kemih ibu penuh anjurkan buang air keci.
Lakukan sesuai kebutuhan pasien sehingga ibu merasa lebih nyaman.
2.3.10 Kebutuhan Ibu kala tiga
1
Ketertarikan ibu pada bayi
Ibu mengamati bayinya, menanyakan apa jenis
kelaminnya, jumlah jari-jari dan mulai menyentuh bayi.
2
Perhatian pada dirinya
Bidan perlu menjelaskan kondisi ibu, perlu
penjahitan atau tidak, bimbingan tentang kelanjutan tindakan dan perawatan ibu.
3
Tertarik plasenta
Bidan menjelaskan kondisi plasenta, lahir
lengkap atau tidak.
4
Cemas
Memberikan dukungan bagi ibu dari bidan juga
keluarga yang mendampingi.
5
Membanatu ibu untuk mengrileksasikan dengan mengatur pernafasannya dengan
di bantu oleh bidan.
Di dukung dengan lingkungan yang nyaman.
6
Nutrisi
Memberikan makanan yang ringan
sedikit-sedikit.
Memberikan minum yang manis seperti teh
manis, jus, dll.
Nutrisi ini d butuhkan di kala tiga agar ibu
masih mempunyai tenaga saat proses pengeluaran plasenta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar