Kala IV Persalinan
2.4.1 Fisiologi Kala IV
Kala IV
adalah kala pengawasan dari 1-2 jam setelah bayi dan plasenta lahir untuk
memantau kondisi ibu. Pemantauan pada kala IV yaitu kelengkapan plasenta dan
selaput ketuban perkiraan pengeluaran darah, laserasi atau luka
episiotomi pada perineum dengan perdarahan aktif. Keadan umum dan tanda-tanda
vital ibu untuk mencegah perdarahan lebih lanjut.
Banyak perubahan fisiologis yang terjadi selama
persalinan dan persalinan kembali ke level pra-persalinan dan menjadi stabil
selama satu jam pertama pascapartum. Manifestasi fisiologis lain yang terlihat
selama periode ini muncul akibat atau terjadi stelah stres persalinan.
Tekanan darah, nadi, dan pernapasan harus menjadi stabil
pada level pra-persalinan selama jam pertama pascapartum. Pementauna tekanan
darah dan nadi yang rutin selama interval ini adalah satu sarana mendeteksi
syok akibat kehilangan darah berlebihan. Suhu ibu telanjut sedikit meningkat,
tetapi biasanya dibawah 380C.
Umum bagi wanita mengalami tremor selama kala IV
persalinan, gemetar seperti itu dianggap jika tidak ada demam >38oC
atau tanda-tanda infeksi lain. Respon ini dapat diakibatkan hilangnya
ketegangan dan sejumlah energi selama melahirkan. Respon fifiologis terhadap
penurunan volume-intra abdomen dan pergeseran hamatologik juga memainkan peran.
Mual dan muntah jika ada selama persalinan, harus
diatasi. Haus umumnya dialami, dan banyak ibu melaporkan lapar segara setelah
melahirkan.
Kandung kemih yang hipotonik disertai retensi urin
bermakna dan pembesaran umum terjadi. Tekanan dan kompresi pada kandung kemih
dan uretra selama persalinan dan pelahiran adalah penyebabnya. Mempertahankan
kandung kemih wanita kosong selama persalinan dapat enurunkan trauma. Setelah
melahirkan, kandung kemih harus tetap kosong guna mencegah uterus berubah
posisi dan atoni. Uterus yang betkontrakksi dengan buruk mengakibatkan
perdarahan dan keparahan nyeri.
TFU
setelah bayi lahir adalah setinggi pusat beratnya 100gr, setelah plasenta lahir
2 jari dibawah pusat dan beratnya mencapai 750gr, 1 minggu bayi lahir berada dipertengahan
pusat dan beratnya mencapai 500gr, 2 minggu setelah bayi lahir tidak teraba
diatas simphisis dan beratnya 350gr, 6 minggu setelah bayi lahir ukuranyya bertambah
kecil dan beratnya mencapai 50gr, dan 8
minggu setelah bayi lahir kembali ke ukuran normal yaitu 30gr.
Jika
setelah persalinan plasenta uterus ditemukan dibagian tengah, diatas umbilikus,
hal ini menendakan adanya darah dan bekuan didalam uterus, yang perlu
ditekankan dan dikeluarkan. Uterus yang berada diatas umbilikus dan bergeser,
paling umum ke kanan cenderung menandakan kandung kemih penuh. Kandung kemih
penuh menyebabkan uterus bergeser, menghambat kontraksi dan menungkinkan
peningkatan perdarahan. Jika ibu tidak mempu buang air kecil secera spontan
pada saat ini, kandung kemih sebaiknya dikosongkan oleh keteter untuk mencegah
perdarahan berlebihan.
2.4.2. Evaluasi Uterus
Perlu diperhatikan bahwa kontraksi
uterus mutlak diperlukan untuk mencegah terjadinya perdarahan dan pengembalian
uterus kebentuk normal. Kontraksi uterus yang tidak kuat dan terus-menerus
dapat menyebabkan terjadinya atonia uteri yang dapat mengganggu keselamatan
ibu. Untuk itu evaluasi terhadap uterus pasca pengeluaran plasenta sangat
penting untuk diperhatikan.
Untuk membantu uterus berkontraksi
dapat dilakukan dengan dengan masase agar uterus tidak menjadi lembek dan mampu
berkontraksi dengan kuat. Setelah kelahiran plasenta, periksa kelengkapan dari
plasenta dan selaput ketuban. Jika masih ada sisa plasenta dan selaput ketuban
yang tertinggal dalam uterus akan mengganggu kontraksi uterus sehingga
menyebabkan perdarahan.
Jika dalam waktu 15 menit uterus
tidak berkontraksi dengan baik, maka akan terjadi atonia uteri. Oleh karena
itu, diperlukan tindakan rangsangan taktil (massase) fundus uteri dan bila
perlu dilakukan Kompresi Bimanual. Dapat diberikan obat oksitosin dan harus
diawasi sekurang-kurangnya selama satu jam sambil mengamati terjadinya
perdarahan post partum.
Kontraksi uterus merupakan
mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia terjadi
karena kegagalan mekanisme kontraksi uterus. Atonia uteri merupakan
penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling
sering untuk melakukan histerektomi postpartum.
Perdarahan pospartum
secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang
mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta.
Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tidak berkontraksi.
Batasan
aatonia uteri adalah uterus tidak berkonntraksi setelah janian dan plasneta
lahir.
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu
hamil dan melahirkan dengan faktor predisposisi (penunjang ) seperti :
1.
Overdistention uterus
seperti: gemeli makrosomia, polihidramnion, atau paritas tinggi.
2.
Umur yang terlalu muda
atau terlalu tua.
3.
Multipara dengan jarak kelahiran pendek
4.
Partus lama / partus terlantar
5.
Malnutrisi.
6.
Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya belum terlepas
dari dinding uterus.
Gejala klinis dari atonia
uteri adalah :
1.
Uterus tidak berkontraksi dan lunak
2.
Perdarahan segera setelah plaenta dan janin lahir
Atonia uteri dapat dicegah dengan Managemen aktif kala III,
yaitu pemberian oksitosin segera setelah bayi lahir (Oksitosin injeksi 10U IM,
atau 5U IM dan 5 U Intravenous atau 10-20 U perliter Intravenous drips 100-150
cc/jam.
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi
risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan
obat tersebut sebagai terapi. Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah
perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.Oksitosin
mempunyai onset yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau
kontraksi tetani seperti preparat ergometrin. Masa paruh oksitosin lebih cepat
dari Ergometrin yaitu 5-15 menit.
Prostaglandin (Misoprosol) akhir-akhir
ini digunakan sebagai pencegana perdarahan postpartum.
2.4.3. Pemeriksaan Servik, Vagina dan
Perineum
Untuk mengetahui apakah ada
tidaknya robekan jalan lahir, maka periksa daerah perineum, vagina dan vulva.
Setelah bayi lahir, vagina akan mengalami peregangan, oleh kemungkinan edema
dan lecet. Introitus vagina juga akan tampak terkulai dan terbuka. Sedangkan
vulva bisa berwarna merah, bengkak dan mengalami lecet-lecet.
Segera setelah kelahiran bayi,
serviks dan vagina harus diperiksa secara menyeluruh untuk mencari ada tidaknya
laserasi dan dilakukan perbaikan lewat pembedahan kalau diperlukan. Servik,
vagina dan perineum dapat diperiksa lebih mudah sebelum pelepasan plasenta
karena tidak ada perdarahan rahim yang mengaburkan pandangan ketika itu.
Pelepasan plasenta biasanya terjadi
dalam waktu 5-10 menit pada akhir kala II. Memijat fundus seperti memeras untuk
mempercepat pelepasan plasenta tidak dianjurkan karena dapat meningkatkan
kemungkinan masuknya sel janin ke dalam sirkulasi ibu. Setelah kelahiran
plasenta, perhatian harus ditujukan pada setiap perdarahan rahim yang dapat
berasal dari tempat implantasi plasenta
Kontraksi uterus yang meengurangi perdarahan
ini dapat dilakukan dengan pijat uterus dan penggunaan oksitosin. Kalau pasien
menghadapi perdarahan nifas (misalnya karena anemia, pemanjangan masa
augmentasi oksitosin pada persalinan, kehamilan kembar, atau hidramnion) dapat
diperlukan pembuangan plasenta secara manual.
Untuk mengetahui ada tidaknya trauma atau
hemoroid yang keluar, maka periksa anus dengan rectal toucher. Laserasi dapat
dikategorikan dalam :
1.
Derajat pertama: laserasi mengenai mukosa dan kulit perineum,
tidak perlu dijahit.
2.
Derajat kedua: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit dan jaringan
perineum (perlu dijahit).
3.
Derajat ketiga: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan
perineum dan spinkter ani.
4.
Derajat empat: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan
perineum dan spinkter ani yang meluas hingga ke rektum. Perlu dilakukan rujukan
segera.
Setelah memastikan uterus
berkontraksi efektif dan perdarahan berasal dari sumberlain, bidan menginfeksi
perineum, vagina dan area periuretra untuk mengetahui adanya memar, pembentukan
hematom, laserasi, atau pembuluh darah yang robek atau mengalami perdarahan.
Jika episiotomi telah dilakukan, evaluasi kedalaman dan perluasannya.
Beriku, pertimbangan untuk
mneginspeksi forniks dan serviks vagina untuk mengetahui laserasi atau cedera.
Pada mayoritas kelahiran pervaginam spontan norma, tidak akan ada indikasi
untuk evaluasi ini, sehingga tidak perlu dilakukan. Inikasi untuk pemeriksaan
seperti itu mancakup kondidi berikut :
1.
Aliran menetap atau sedikit aliran perdarahan pervaginam berwarna merah
terang, dari bagian atas tiap laserasi yang diamati, setelah kontraksi uetrus
dipastikan.
2.
Persalinan cepat atau presipitatus.
3.
Manipulasi serviks selama persalinan. Misalnya, untuk mengurangi tepi
anterior.
4.
Dorongan maternal (mengejan) sebelum dilatasi serviks lengkap.
5.
Pelahiran pervaginam opertaif dengan forsep atau vakum.
6.
Peralhiran traumatuk. Misalnya, distosia bahu.
Adanya salah satu faktor ini
mengidentikasikan kebutuhan untuk inspeksi serviks dan memastikan kebutuhan
untuk melakukan perbaikan. Beberapa kliniks menganjurkan inspeksi klinis yang
rutin, menggunakan rasional bahwa hal ini mengurangi raserasi serviks sebagai
penyebab perdarahan berikutnya. Akan tetapi, inspeksi serviks tidak diperlukan
pada persalinan dan pelahiran normal tanpa ada perdarahan persistan. Bidan
perlu menguasai, melakukan kelahiran ini dengan cepat dan seksama pada kondisi
yang memerlukan tindakan ini karena seringkali membuat enyakitkan bagi ibu.
Prosedur
dan inspeksi serviks :
1.
Masukan tiga atau empat jari, sisa telapak tangan menghadap kebawah,
panjang vagina sampai tepi didepan serviks dan beri tekanan kuat ke arah bawah
dinding vagina posterior.
2.
Masukan forsep cincin panjang dan pedangn bibir anterior serviks dengan
menggunakan forsep tersebut. Berhati-hatilah untuk tidak keliru dengan lipatan
kandung kemih atau dinding vagina yang relaksai pada bibir anterior serviks.
3.
Sekarang gerakan jari-jari sepanjang dinding vagina (misalnya kedalam
forniks posterior) dan sekali lagi beri tekanan yang kuat kebawah pada dinding
vagina posterior.
4.
Masukan pforep cincin panjang kedua dan pegang bibir posterior serviks
dengan fordep tersebut.
5.
Pegang kedua ujung forsep cincin ditangan. Tarik jika perlu, sehingga
serviks dapat terlihat lebih jelas. Gerakan pegangan forsep kesatu sisi
perineum sehingga sedikit menarik serviks dan dengan demikian dapat melihat
satu sisi lateral serviks.
6.
Inspeksi area serviks secara visual diantara kedua foersp cincin pada satu
sisi.
7.
Apabila diperlukan, konfirmasi inspeksi visual dengan menggunakan jari
telunjuk tangan yang menyentuh vagina untuk meraba sisi pinggir serviks sambil
terus memberi tekanan pada vagina dengan jari-jari yang tersisa.
8.
Ulangi langkah 5,6, dan 7 diatas. Gerakan pegangan forsep kearah sisi
perineum yang lain untuk menvisualisasi dan menginspeksi sisi lateralserviks
yang lain.
9.
Apabila tidak ada laserasi serviks, singkirkan forsep cincin dan tangan
yang menyentuh vagina.
10. Apabila terdapat laserasi,
pindahkan forsep ke sisi yang tepat untuk memperbaiki laserasi.
Petunjuk
dan alternatif :
1.
Pertahankan kontak yang kuat dengan dinding vagina posterior ketika
mamasukan jari-jari. Tindakan ini membantu mengetahui dengan tepat dimana anda
berada, sehingga membantu mengidentifikasi dengan tepat banyaknya lipatan
jaringan dan mempertahankan jari-jari untuk menghindari tanpa sengaja mamasuki
serviks paten.
2.
Pastikan mamasukan jari-jari sepanjang penuh dinding vagina posterior dan
beri tekanan dengan kuat ke arah bawah sehingga bibir serviks posterior dapat
terlihat. Melihat dan memegang bibir serviks posterior tampaknya merupakan
aspek prosedur inspeksi serviks yang paling sulit bagi peserta didik.
Menggunakan tehnik ini dengan tangan yang menyentuh vagina akan meminimkan
masalah ini.
3.
Apabila serviks sangat paten, seperti yang ditemukan pada wanita grade
multipara, mungkin tidak mampu melihat secara adekuat seluruh bagian serviks
diantara forsep cincin yang ditempatkan di anterior dan posterior bibir
serviks. Dalam keadaan demikian, anda dapat memastikan diri anda menginspeksi
keadaan sekeliling serviks dengan menggerakan forsep ciccin mengelilingi
serviks. Hal ini dilakukan dengan menempatkan satu forsep cincin di bibir
anterior serviks dan forsep kedua disebelahnya. Lepaskan forsep pertama dan
tempatkan di sisi lain forsep kedua. Lanjutkan untuk mengerakan forsep cincin
disekeliling serviks. Tehnik ini juga digunakan jika anda tidak mampu untuk
menetapkan lokasi bibir serviks.
Prosedur
untuk inspeksi forniks vagina atas
1.
Lipat satu kasa berukuran 4x4 dalam empat lipatan dan klem forsep cincin
panjang dengan kasa tersebut.
2.
Masukan tiga atau empat jari, dengan sisi telapak tangan ke bawah,
sepanjang penuh dinding vagina posterior.
3.
Beri tekanan kearah bawah yang kuat pada dinding vagina posteror dengan
jari-jari.
4.
Masukan forsep cincin dengan kasa diatasnya dengan cara menyelipkannya
melelui puncak jari-jari yang menyentuh vagina. Tindakan ini membantu
menghindari struktur anterioryang lunak dan mempertahankan kasa sejau mungkin
dari dinding vagina karena kassa tersebut terlalu kasar bagi dinding vagina.
Kasa berfungsi sebagai spons untuk area yang terpajan darah dan cairan lain
untuk memfasilitasi visualisasi. Apabila kassa menjadi basah, angkat forsep
cincin, buang kassa yang kotor, klem kassa lain, dan masukan kembali forsep
cincin.
5.
Pada langkah ini :
a.
Tempatkan kedua ujung jari dan ujung forsep cincin di forniks posterior.
b.
Tekan dengan forsep cincin melawan serviks dan tekanan dengan jari-jari
terhadap dinding vagina.
c.
Bersamaan dengan menekan, gerakan ujung jari anda dan forsep cincin saling
menjauh satu sama lainserta inspeksi area yang dilihat diantaranya.
d.
Ulangi langkah b dan c setelah secara berurutan anda menempatkan
ujung-ujung jari anda dan ujung foesep cincin pada masing-masing forniks
lateral dan forniks anterior.
2.4.3 Pemantauan Kala IV Dan Evaluasi Lanjut
Saat yang paling kritis pada ibu pasca
melahirkan adalah pada masa post partum. Pemantauan ini dilakukan untuk
mencegah adanya kematian ibu akibat perdarahan. Kematian ibu pasca persalinan
biasanya tejadi dalam 6 jam post partum. Hal ini disebabkan oleh infeksi,
perdarahan dan eklampsia post partum. Selama kala IV, pemantauan dilakukan 15
menit pertama setelah plasenta lahir dan 30 menit kedua setelah persalinan.
Setelah plasenta lahir, berikan asuhan yang berupa :
1.
Rangsangan taktil (massase) uterus untuk merangsang kontraksi
uterus.
2.
Evaluasi tinggi fundus uteri, caranya letakkan jari tangan secara
melintang antara pusat dan fundus uteri. Fundus uteri harus sejajar dengan
pusat atau dibawah pusat.
3.
Perkirakan darah yang hilang secara keseluruhan.
4.
Pemeriksaan perineum dari perdarahan aktif (apakah dari laserasi
atau luka episiotomi).
5.
Evaluasi kondisi umum ibu dan bayi.
6.
Pendokumentasian.
Penilaian Klinik Kala IV
|
||
No
|
Penilaian
|
|
1
|
Fundus dan kontraksi uterus
|
Rangsangan taktil uterus dilakukan untuk
merangsang terjadinya kontraksi uterus yang baik. Dalam hal ini sangat
penting diperhatikan tingginya fundus uteri dan kontraksi uterus.
|
2
|
Pengeluaran pervaginam
|
Pendarahan: Untuk mengetahui apakah jumlah
pendarahan yang terjadi normal atau tidak. Batas normal pendarahan adalah
100-300 ml.
|
Lokhea: Jika kontraksi uterus kuat, maka
lokhea tidak lebih dari saat haid
|
||
3
|
Plasenta dan selaput ketuban
|
Periksa kelengkapannya untuk memastikan ada
tidaknya bagian yang tersisa dalam uterus.
|
4
|
Kandung kencing
|
Yakinkan bahwa kandung kencing kosong. Hal ini
untuk membantu involusio uteri.
|
5
|
Perineum
|
Periksa ada tidaknya luka atau robekan pada
perineum dan vagina.
|
6
|
Kondisi ibu
|
Periksa vital sign, asupan makan dan minum.
|
7
|
Kondisi bayi baru lahir
|
Apakah bernafas dengan baik?
|
Apakah bayi merasa hangat?
|
||
Bagaimana pemberian ASI?
|
Diagnosis
|
||
No
|
Kategori
|
Keterangan
|
1
|
Involusi normal
|
Tonus – uterus tetap
berkontraksi.
|
Posisi – TFU sejajar
atau dibawah pusat.
|
||
Perdarahan – dalam
batas normal (100-300ml).
|
||
Cairan – tidak berbau.
|
||
2
|
Kala IV dengan
penyulit
|
Sub involusi –
kontraksi uterus lemah, TFU diatas pusat.
|
Perdarahan – atonia,
laserasi, sisa plasenta / selaput ketuban.
|
Bentuk tindakan dalam kala IV, yaitu:
Tindakan baik:
1.
Mengikat tali pusat.
2.
Memeriksa tinggi fundus
uteri.
3.
Menganjurkan ibu untuk cukup
nutrisi dan hidrasi.
4.
Membersihkan ibu dari
kotoran.
5.
Memberikan cukup istirahat.
6.
Menyusui segera.
7.
Membantu ibu ke kamar mandi.
8.
Mengajari ibu dan keluarga
tentang pemeriksaan fundus dan tanda bahaya baik bagi ibu maupun bayi.
Tindakan yang tidak bermanfaat:
1.
Tampon vagina, karena
menyebabkan sumber infeksi.
2.
Pemakaian gurita, karena
menyulitkan memeriksa kontraksi.
3.
Memisahkan ibu dan bayi.
4.
Menduduki sesuatu yang panas
karena menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah, menambah perdarahan
dan menyebabkan dehidrasi.
Pemantauan Lanjut Kala
IV
Hal yang harus diperhatikan dalam pemantauan lanjut selama kala IV
adalah :
1. Vital sign, tekanan
darah normal < 140/90 mmHg; Bila TD < 90/ 60 mmHg, N > 100 x/ menit
(terjadi masalah); Masalah yang timbul kemungkinan adalah demam atau
perdarahan.
2. Suhu, S > 38°C
(identifikasi masalah) karena kemungkinan terjadi dehidrasi ataupun infeksi.
3. Nadi.
4. Pernafasan.
5. Tonus uterus dan tinggi
fundus uteri. Kontraksi tidak baik maka uterus teraba lembek. TFU normal,
sejajar dengan pusat atau dibawah pusat. Uterus lembek (lakukan massase uterus,
bila perlu berikan injeksi oksitosin atau methergin).
6. Perdarahan, perdarahan
normal selama 6 jam pertama yaitu satu pembalut atau seperti darah haid yang
banyak. Jika lebih dari normal identifikasi penyebab (dari jalan lahir,
kontraksi atau kandung kencing).
7. Kandung kencing, bila
kandung kencing penuh, uterus berkontraksi tidak baik (maka pasien dianjurkan
untuk BAK terlebih dahulu).
Tanda bahaya kala IV. Selama kala IV, bidan harus memberitahu ibu
dan keluarga tentang tanda bahaya :
1. Demam.
2. Perdarahan aktif.
3. Bekuan darah banyak.
4. Bau busuk dari vagina.
5. Pusing.
6. Lemas luar biasa.
7. Kesulitan dalam
menyusui.
8. Nyeri panggul atau
abdomen yang lebih dari kram uterus biasa.
2.4.5. Perkiraan Darah Yang
Hilang
Sulit sekali memperkirakan
jumlah darah yang hilang secara akurat karena darah seringkali bercampur dengan
cairan ketuban atau urin dan mungkin terserap handuk, kain atu sarung. Bahkan
bidan yang sudah berpengalamanpun sering tidak akurat dalam penaksirannya.
Namun demikian ada baiknya kita memiliki gambaran jika darah ibu yang hilang
melebihi jumlah normal.
Tak mungkin menilai
kehilangan darah secara akurat melalui perhitungan jumlah sarung karena ukuran
sarung bermacam-macam dan mungkin telah diganti jika terkena sedikit darah atau
basah oleh darah. Meletakan wadah atau pispit dibawah bokong ibu untuk
mengumpulkan darah bukanlah cara efektif untuk mnegukur kehilangan darah dan
cerminan asuhan sayang ibu karena berbaring diatas wadah atau pispot sangat
tidak nyaman dan menyulitkan ibu untuk memegang dan menyusukan bayinya.
Kita dapat memperkirakan
kehilangan darah dengan bertanya pada diri sendiri, berapa banyak botol ukuran
500 ml, dapat menampung semua darah tersebut. Jika darah bisa mengisi setengah
botol, ibu kehilangan 250 ml darah. Memperkirakan kehilangan darah hanyalah
salah satu cara untuk menilai kondisi ibu. Cara tak langsung untuk mengukur
jumlah kehilangan darah adalah melalui penampakkan gejala dan tekanan darah.
Apabila perdarahan menyebabkan ibu lemas, pusing dan kesadaran menurun serta
tekanan darah sistolik turun lebih dari 10 mmHg dari kondisi sebelumnya maka
telah terjadi perdarahan lebih dari 500 ml. Bila ibu mengalami syok hipovolemik
maka ibu telah kehilangan darah 50 % dari total jumlah darah ibu (2000-2500 ml)
penting untuk selalu memantau keadaan umum dan menilai jumlah kehilangan darah
ibu selama kala empat melalui tanda vital, jumlah darah yang keluar dan
kontraksi uterus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar