2.1.
Sinus Marginalis
Sinus marginalis adalah lakuna vena
yang tidak berlanjut, relatif bebas dari villi, dekat tepi plasenta, terbentuk
karena penggabungan bagian pinggir ruang inter villi dengan lakuna subchorial.
Sinus marginalis ini dapat mengalami ruptur, hal ini biasanya disebut dengan Ruptur Sinus Marginalis. Ruptur sinus
marginalis adalah terlepasnya sebagian kecil plasenta dari tempat implantasinya
di dalam uterus sebelum bayi dilahirkan. Berdasarkan tanda dan gejalanya Ruptur
Sinus Marginalis ini merupakan salah satu klasifikasi
dari solusio plasenta yaitu solusio plasenta kelas 1- ringan.
Pecahnya sinus marginalis merupakan
perdarahan yang sebagian besar baru diketahui setelah persalinan. Pada waktu
persalinan, perdarahan terjadi tanpa sakit dan menjelang pembukaan lengkap
perlu dipikirkan kemungkinan perdarahan karena sinus marginalis yang pecah.
Karena pembukaan mendekati lengkap, maka bahaya untuk ibu maupun janinnya tidak
terlalu besar.
a. Tanda dan Gejala
Tanda atau gejala dari Solusio
plasenta Kelas 1 – ringan (Ruptura sinus marginalis) adalah:
1. Tidak ada atau sedikit perdarahan dari
vagina yang warnanya kehitam-hitaman, kalau ada perdarahan jumlahnya antara
100-200 cc.
2. Rahim yang sedikit nyeri atau terus
menerus agak tegang
3. Tekanan darah dan frekuensi nadi ibu yang
normal
4. Tidak ada koagulopati
5. Tidak ada gawat janin
6. Pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian
permukaan
7. Kadar fibrinogen plasma lebih 150 mg%.
b.
Faktor Risiko
Belum
ada yang berhasil menemukan penyebab pasti rupture sinus marginalis. Penyebab primer dari
rupture sinus marginalis hamper sama dengan penyebab dari terjadinya solusio
plasenta. Ada beberapa faktor yang menjadi predisposisi :
1.
Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik,
hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia. Pada penelitian di
Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio
plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai
penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan.
Dapat terlihat solusio plasenta cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi
pada ibu.
2.
Faktor trauma
Trauma
yang dapat terjadi antara lain :
·
Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
·
Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan
janin yang banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan persalinan.
·
Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan
lain-lain.
3.
Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada
multipara dari pada primipara. Holmer mencatat bahwa dari 83 kasus solusio
plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus terjadi pada wanita multipara dan 18
pada primipara. Pengalaman di RSUPNCM menunjukkan peningkatan kejadian solusio
plasenta pada ibu-ibu dengan paritas tinggi. Hal ini dapat diterangkan karena
makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium.
4.
Faktor usia ibu
Dalam penelitian
Prawirohardjo di RSUPNCM dilaporkan bahwa terjadinya peningkatan kejadian
solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat
diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi
menahun.
5.
Leiomioma uteri (uterine leiomyoma)
Leiomioma uteri (uterine
leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta apabila plasenta
berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma.
6. Faktor pengunaan
kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan
peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan katekolamin, yang mana
bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan
dapat berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti
secara definitif. Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu penggunan kokain
dilaporkan berkisar antara 13-35%.
7. Faktor kebiasaan
merokok
Ibu yang perokok juga merupakan
penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang
merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang
perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas
pada mikrosirkulasinya. Deering dalam penelitiannya melaporkan bahwa resiko
terjadinya solusio plasenta meningkat 40% untuk setiap tahun ibu merokok sampai
terjadinya kehamilan.
8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan
menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko
berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio
plasenta sebelumnya.
9. Pengaruh lain
Pengaruh lain, seperti
anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava inferior
dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-lain.
c. Manifestasi Klinis (Diagnosis )
1. Anamnesis :
Solusio plasenta ringan
atau disebut juga dengan ruptura sinus marginalis, dimana terdapat
pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila terjadi
perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut
terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang sifatnya terus menerus.
2.
Pemeriksaan fisik :
Keadaan
umum dapat baik, uterus tegang terus menerus, nyeri tekan pada uterus, denyut
jantung janin normal, bagian-bagian janin
masih mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena
dapat saja menjadi semakin tegang karena perdarahan yang berlangsung. Salah
satu tanda yang menimbulkan kecurigaan adanya solusio plasenta ringan ini
adalah perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman, tekanan darah dan frekuensi nadi ibu yang
normal, tidak ada koagulopati, dan tidak ada gawat janin.
3.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium darah :
Hemoglobin, hematokrit, trombosit, dan elektrolit plasma.
2. Cardiotokografi untuk menilai
kesejahteraan janin.
3. USG untuk menilai letak plasenta, usia
gestasi dan keadaan janin.
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :
- Terlihat daerah
terlepasnya plasenta
- Janin dan
kandung kemih ibu
- Darah
- Tepian plasenta
d.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Ruptur Sinus
Marginalis di Rumah Sakit dapat dilakukan dengan cara Terapi Ekspektatif (
konservatif ). Terapi Ekspektatif ini dilakukan bila usia kehamilan kurang dari
36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit,
uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat,
kemudian tunggu persalinan spontan.
1.
Tujuan
supaya janin tidak terlahir premature, penderita dirawat tanpa melakukan
pemeriksaan dalam melalui kanalis servisis. Syarat-syarat terapi ekspektif :
· Kehamilan preterm dengan perdarahan
sedikit yang kemudian berhenti.
· Belum ada tanda-tanda in partu.
· Keadaan umum ibu cukup baik.
·
Janin masih hidup.
2.
Rawat
inap, tirah baring dan berikan antibiotik profilaksis.
3.
Lakukan
pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi plasenta.
4.
Berikan
tokolitik bila ada kontraksi :
· MgS04 9 IV dosis awal tunggal dilanjutkan
4 gram setiap 6 jam.
·
Nifedipin 3 x 20 mg perhari.
·
Betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk
pematangan paru janin.
5.
Uji
pematangan paru janin dengan tes kocok dari hasil amniosentesis.
6.
Bila
setelah usia kehamilan diatas 34 minggu, plasenta masih berada disekitar ostium
uteri interim.
Catatan : Bila perdarahan berhenti dan
waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama, pasien dapat dipulangkan untuk rawat
jalan.
Apabila usia kehamilan sudah cukup matang
dan pasien menginginkan dan mampu untuk melakukan persalinan pervaginam dan
tidak ada tanda-tanda bahaya maka segera lakukan persalinan spontan (
pervaginam ). Apabila direncanakan persalinan spontan maka :
· Pantauperdarahan pervaginam
· Observasi nyeri / HIS dan ketegangan rahim
· Observasi tanda-tanda vital
· Pantau tandaa-tanda koagulopati
· Pantau tanda-tanda kegawatdaruratan janin.
· Jangan lupa untuk mengatasi kecemasan
pasien dengan cara melibatkan dan memberikan dukungan psikologis.
Bila
ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin
jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka
kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi
disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan. Seksio sesaria biasanya
dilakukan pada keadaan:
·
Anak
hidup, pembukaan kecil.
·
Terjadi
toksemia berat, perdarahan agak banyak, tetapi pembukaan masih kecil.
·
Panggul
sempit atau letak lintang.
2.4 Pengelolaan yang Dilakukan oleh Bidan pada
Kasus Kelainan insersi tali pusat dan Plasenta
Setiap perdarahan
pada kehamilan lebih dari 28 minggu yang lebih banyak dari perdarahan yang
biasanya atau sedikit bahkan tidak ada terjadi pada permulaan persalinan biasa,
harus dianggap sebagai perdarahan antepartum. Bidan harus secepatnya bertindak
apabila keadaan mendukung lakukanlah anamnesa secara lengkap mengenai penyebab
perdarahan, waktu terjadinya perdarahan dan bagaimana dengan pergerakan janin,
perlu diingat apapun penyebabnya penderita harus segera dibawa ke rumah sakit
yang memiliki fasilitas untuk transfusi darah atau operasi. Jangan sekali-kali
melakukan pemeriksaan dalam ditempat yang tidak memungkinkan tindakan operatif
segera karena pemeriksaan itu dapat menambah banyaknya perdarahan. Pemasangan
tampon dalam vagina tidak berguna sama sekali untuk menghentikan perdarahan,
malah akan menambah perdarahan karena sentuhan pada servik waktu pemasangannya.
Selagi penderita belum jatuh kedalam shock, infus cairan intravena harus segera
dipasang, dan dipertahankan terus sampai tiba di rumah sakit. Memasang jarum
infus kedalam pembuluh darah sebelum terjadi shock akan jauh lebih memudahkan
transfusi darah, bila sewaktu-waktu diperlukan.
Dikhawatirkan di perjalanan mengalami perdarahan maka siapkanlah botol
darah. Apabila terjadi perdarahan karena ruptur bertambah maka lakukan tranfusi
darah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar