Antepartum
Kardiotokografi
2.1.1 Oksitosin Challenge Test (OCT) .(1) (3)
· Indikasi Oxytocin Challenge test :
1.
Diabetes
melitus
2.
Preeklampsia
3.
Hipertensin
kronis
4.
Pertumbuhan
janin terhambat
5.
Postmaturitas
6.
Pernah
mengalami lahir mati
7.
Ketagihan
narkotika
8.
Sickle
cell haematolobinophaty
9.
Penyakit
paru kronis
10.
Penyakit
jantung
·
Kontra
Indikasi Oksitosin Challenge Test (OCT)
1.
Bekas
Seksio sesarea.
2.
Pasca
histerektomi
3.
Kehamilan
ganda sebelum 37 minggu
4.
Ketuban
pecah dini
5.
Kemungkinan
persalinan premature
6.
Perdarahan
antepartum
7.
Servik
inkompeten dengan operasi serviks
· Pembacaan hasil oxytocin challenge
test
A. Negatif Bila :
1. Tidak terjadi deselerasi lambat
2. Variablitas denyut jantung janin baik
3. Terjadi akselerasi pada gerakan janin
4. Frekuensi denyut jantung janin normal
Bila hasil OCT negatif maka kehamilan
dapat diteruskan selama 5-7 hari lagi untuk dilakukan OCT ulang.
B. Positif Bila
1. Terjajdi deselerasi lambat yang
persisten pada sebagian besar kontraksi yang terjadi.
2. Meskipun tidak selalu, biasanya
disertai dengan hilangnya variabilitas denyut jantung janin serta tidak adanya
akselerasi pada gerakan janin.
OCT positif menandakan adanya
insufisiensi uteroplester, dan kehamilan harus segera diakhiri, kecuali belum
terjadi maturasi paru janin.
C. Mencurigakan Bila :
1. Terdapat deselerasi lambat, tetapi
tidak persisten dan tidak konsisten
2. Deselerasi lambat hanya tejadi bila
terdapat uterus hipertonis
3. Bila dalam 10 menit tidak negative
dan tidak positif
4. Adanya deselerasi variable pada
oligihidramnion.
5.
Adanya
takikardia. Bila hasilnya mencurigakan maka harus dilakukan pemeriksaan ulang
dalam 1-2 hari.
D.
Tidak
memuaskan
1. Kontraksi uterus kurang dari 3 dalam
10 menit
2. Pencatatan tidak baik, terutama pada
akhir kontraksi
E.
Hiperstimulasi
1.
Terjadi
5 atau lebih kontraksi dalam 10 menit
2.
Lama
kontraksi 90 detik atau lebih
3.
Tonus
basal uterus meningkat
2.1.2
Non Stress Test (NST) .(1)
Pemeriksaan non-stress Test (NST)
telah diterima dengan luas sebagai metode pengevaluasian sstatus janin.
Pemeriksaan tersebut melibatkan bagaimana frekuensi jantung janin (FHR)
bervariasi dalam hubungannya dengan gerakan janin. Kondisi yang dapat
menyebabkan janin lahir dalam keadaan buruk antara lain :
Kondisi ibu:
·
Hipertensi
kronis
·
Diabetes
mellitus
·
Anemia
berat (Hb <8 gr% atau hematokrit < 26%)
·
Penyakit
vaskuler kolagen
·
Gangguan
fungsi ginjal
·
Penyakit
jantung
·
Pneumonia
dan penyakit paru-paru berat
·
Penyakit
dengan kejang
Kondisi janin :
·
Pertumbuhan
janin terhambat
·
Kelainan
congenital minor
·
Aritmia
jantung
·
Isoimunisasi
·
Infeksi
janin seperti toksoplasmosis , parvovirus, sifiliss, dll.
·
Pernah
mengalami kematian janian dalam rahim yang tidak diketahui penyebabnya.
A. Uji nonstres yang abnormal(2)
Terdapat pola
uji nonstres abnormal yang di anjurkan untuk memperkirakan adanya kelainan
janin serius. Hammer dkk. (1968) melaporkan tidak saja akselerasirespon
terhadap gerakan, melainkan juga rekaman frekuensi denyut jantung janin
antepartum dengan apa yang mereka sebut sebagai silent oscillatorypattern (pola
osilasi senyap). Pola ini terdiri frekuensi denyut jantung basal janin yang
naik-turun (osilasi) kurang dari 5 dpm dan mungkin menunjukkan pola ini kurang
menggembirakan.
Visser dkk (1980) menjelaskan suatu
“kardiotokogram terminal”, yang meliputi :
1. osilasi basal kurang dari 5 dpm
2. tidak adanya akselerasi
3. deselerasi lambat disertai kontraksi
uterus spontan
Hasil-hasil
ini serupa dengan pengalaman di Parkland Hospital yaitu tidak adanya akselerasi
selama periode perekaman 80 menit pada 27 kehamilan selalu disertai oleh
patologi uteroplasenta (Leveno dkk, 1983). Patologi tersebut mencakup hambatan pertumbuhan
janin(75 %), oligohidramnion (80%), asidosis janin (40%), mekonium (30%), dan
infark plasenta (93%). Kami menyimpulkan bahwa ketidakmampuan janin mempercepat
denyut jantungnya, apabila bukan disebabkan oleh sedasi ibu, merupakan temuan
yang kurang menggembirakan. Demikian juga, Devoe dkk (1985) menyimpulkan bahwa
uji nonstres yang nonreaktif selama 90 menit hampir selalu (93%) berkaitan
dengan patologi janin yang bermakna.
B. Interval antara pemeriksaan(2)
Interval antara dua pengujian, yang semula
secara semena-semena ditetapkan 7 hari, tampaknya semakin dipersingkat
berdasarkan pengalaman yang berkembang pada uji nonstres. Menurut the Americant
College of Obstetricians and Gynecologists (1999), sebagai peneliti
menganjurkan frekuensi pengujian yang lebih sering untuk wanita dengan
kehamilan postmatur, diabetes tipe 1, hambatan pertumbuhan janin, atau
hipertensi akibat kehamilan. Pada keadaan-keadaan ini, sebagai peneliti
melakukan pengujian dua kali seminggu dengan pengujian tambahan dilakukan
apabila terjadi pemburukan keadaan pada ibu atau janin, tanpa memandang waktu
sejak pemeriksaan terakhir. Sebagian dokter melakukan uji nonstres setiap hari
atau bahkan lebih sering. Sebagai contoh, Chari dkk (1995) menganjurkan
pengujian janin setiap hari pada wanita dengan preeklamsi berat yang jauh dari
aterm.
C. Deselerasi pada uji nonstress(2)
Gerakan janin dapat menyebabkan deselerasi
denyut jantung. Trimor-trisch dkk (1987) melaporkan bahwa deselerasi dapat
ditemui seaktu uji nonstress pada separuh sampai dua pertiga rekaman,
bergantung pada kekuatan gerakan janin. Tingginya insidensi deselerasi
tersebut. Memang, Meis dkk. (1986) melaporkan bahwa deselerasi variabel denyut
jantung janin selama uji nonstres bukan merupakan tanda gangguan janin. The
American College of Obstetricians and Gynecologist (1999) menyimpulkan bahwa
deselerasi variabel, apabila tidak berulang dan singkat (kurang dari 30 menit),
tidak ada menunjukkan gangguan janin atau perlunya intervensi obstetric.
Sebaliknya, deselerasi variabel yang berulang paling tidak tiga dalam 20 menit
sekalipun ringan, dilaporkan berkaitan denagn peningkatan risiko seksio sesarea
atas indikasi gawat janin. Deselerasi yang berlangsung 1 menit atau lebih
bahkan dilaporkan menunjukkan progonosis yang lebih buruk (Boyregeosis dkk,
1984: Druzin dkk., 1981: Pazos dkk., 1982).
Hoskins dkk (1991) berupaya untuk menyembuhkan
interpresentasi pengujian yang memperlihatkan deselerasi variabel dengan
menambahkan perkiraan volume cairan amnion melalui ultrasonografi. Insidensi
seksio sesarea atas indikasi gawat janin intrapartum meningkat secara progesif
bersamaan dengan beratnya deselerasi variabel dan berkurangnya jumlah cairan
amnion. Sebagai contoh, deselerasi variabel yang parah sewaktu uji nonstres
plus indeks cairan amnion 5 cm atau kurang menghasilkan angka seksio sesarea
75%. Namun, gawat janin pada persalinan juga sering terjadi pada kehamilan yang
menunjukkan deselerasi variabel tetapi jumlah cairan amnion normal. Hasil
serupa juga dilaporkan oleh Grubb dan Paul (1992).
D. Uji nonstress normal-palsu(2)
Smith dkk (1987( melakukan suatu analisis
terinci tentang penyebab kehamilan janin yang terjadi, uji ini dilakukan dalam
7 hari setelah hasil uji nonstress normal. Indikasi tersering dilakukannya uji
adalah kehamilan postmatur. Rata-rata interval antara pengujian dan kematian
adalah 4 hari, dengan kisaran 1 sampai 7 hari. Temuan otopsi tersering adalah
aspirasi mekonium, sering berkaitan denga tali pusat. Mereka menyimpulkan bahwa
asfiksia akut memicu janin megap-megap (gasping). Mereka juga menyimpulakn
bahwa uji nonstress kurang memadai untuk menyingkirkan proses asfiksia akut dan
bahwa karakteristik biofisik lain mungkin dapat membantu. Sebagai contoh,
pengukuran volume cairan amnion diperkirakan akan bermanfaat. Penyebab kematian
janin lain yang sering disebut adalah infeksi intrauterin , kelainan posisi
tali pusat, malformasi, dan solusio plasenta.
2.2
Intrapartum
Kardiotokografi.(1)
Dalam Masa
persalinan Stres pada janin timbul Karena adanya kontraksi rahim. Pemantauan
Janin Intra partum dipakai dua cara :
1.
Secara
Eksternal.
2.
Secara
Internal
A.
Deselerasi lambat
Deselerasi lambat
merupakan petunjuk adanya gangguan nutrisi fetomaternal. Deselerasi lambat
timbul bersama dengan penurunan variabilitas pada insifisiensi kronis seperti
preeklamsi , diabetes mellitus , dan PJT.
Deselerasi lambat
tanpa disertai penurunan variabilitas dapat tyerjadi pada janin normal, atau
pada persalinan yang menggunakan obat-obat anastesi seperti blok paraservikal,
anastesi luymbal, hipotensi, dan hiperstimulasi.
Berat ringannya
deselerasi lambat didasarkan pula atas jauh turunnya amplitude bunyyi jantung
janin. Dikatakan ringan bila turunnya amplitude kurang dari 15 denyut permenit.
Bila turunnya amplitude melebihi 45 denyut per menit dikatakan berat, dan bila
terjadi diantaranya dikatakan sedang.
B.
Aktivitas uterus
Penerimaan
janin terhadap stress yang terjadi karena kontraksi uterus berbeda satu dengan lainnya misalnya , untuk janin PJT
atau premature kontraksi uterus normal akan memberikan beban yang berat.
Umumnya kontraksi uterus yang berlebihan
dapat dikoreksi.
C.
Penilaian kasar
Bila
didapat deselerasi variable berat (frekuensi bunyi jantung janin dibawah 70 per
menit dengan massa 30-60 detik) atau ditemukan deselerasi lambat dari segala
tingkat yang tidak dapat dikoreksi dengan dengan resusittasi intrauterine maka
persalinan harus dilakukan 30 dilakukan sejak ditemukan tanda-tanda tersebut.
Sebaliknya
bial dilakukan pemantauan tampak gambar abnormal sepereti deselerasi lambat,
deselerasi variable, takikardi, atau penurunan variabelitas (variabelitas 0-5
denyut permenit) tetapi tidak menetap. Cukup dilakukan tindakan resusitasi
intrauterine saja.
Dalam
mengambil kesimpulan adanya gawat janin serta bagaimana pengelolaan
selanjutnya, perlu dipertimbangkan macam-macam factor serta dan data klinik
hingga tindakan yang akan diambil benar-benar merupakan tindakan yang
diperlukan.
Maca-macam factor yang
dipertimbangkan ialah :
1.
Stress
karena kehamilan dan lamanya kontraksi , obat-obatan : epidural,
paraservikalis, oksitosin.
2.
Cadangan
tenaga janin dalam ssirkulasi fetoplasenter yang masih baik dapat diketahui dari variabelitas normal
dan adnya gerakan akselerasi denyut jantung janin.
3.
Reaksi
terhadap stress dapa dilihat macamnya :
a.
Deselerasi
variable dinilai lamanya dan dalamnya.
b.
Deselerasi lambat dinilai dalamnya dan variabilitasnya.
4.
Efek
sekunder
Penurunan variabilitas (janin tidur),
takikardi relative(demam), deselerasi variable (pemberian atropin).
5.
Lain-lain
: prematuritas dan PJT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar