Laman

Cari Materi

Senin, 10 Juni 2013

kelainan air ketuban ( oligohidramnion )

Definisi
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu kurang dari 500 cc.
Pada kasus-kasus yang jarang, volume ketuban dapat turun di bawah batas normal dan kadang-kadang menyusut hingga hanya beberapa ml cairan kental. Pada kehamilan postterm jumlah cairan ketuban yang tersisa mungkin hanya 100 sampai 200 ml atau kurang. Penyebab keadaan ini belum sepenuhnya dipahami. Secara umum, oligohidramnion yang timbul pada awal kehamilan jarang dijumpai dan sering memiliki prognosis buruk. Marks dan Divon menemukan oligohidramnion yang didefinisikan sebagai indeks cairan amnion sebesar 5 cm atau kurang pada 12 persen dari 511 kehamilan berusia 41 minggu atau lebih. Pada 121 wanita yang diteliti secara longitudinal, terjadi penurunan rata-rata indeks cairan amnion sebesar 25 persen per minggu setelah 41 minggu. Akibat berkurangnya cairan, risiko kompresi tali pusat, dan pada gilirannya gawat janin, meningkat pada semua persalinan, tetapi terutama pada kehamilan postterm.
Biasanya cairannya kental, keruh, berwarna kuning kehijau-hijauan. Sebabnya belum diketahui, tetapi disangka ada kaitannya dengan renal agenesis janin. Oligohidramnion lebih sering ditemukan pada kehamilan yang sudah cukup bulankarena Volume air ketuban biasanya menurun saat hamil sudah cukup bulan. Ditemukan pada sekitar 12 % kehamilan yang mencapai 41 minggu. Berkurangnya volume cairan amion dapat menimbulkan hipoksia janin sebagai akibat kompresi tali pusat karena gerakan janin atau kontraksi rahim. Selain itu, lintasan mekonium janin kedalam volume cairan amion yang tereduksi menghasilkan suatu suspensi tebal dan penuh partikel yang dapat mengakibatkan gangguan pernafasan janin. Oligohidramion berhubungan dengan keterbelakangan pertumbuhan dalam rahim pada 60 % kasus. Bila dihubungkan  dengan hubungan ultrasonik keterbelakangan pertumbuhan asimetrik, gangguan janin sangat mungkin terjadi. Kasus-kasus itu diakibatkan oleh ruptura membrane janin yang spontan mungkin tidak berhubungan dengan gangguan janin sebelumnya. Oligohidramion mungkin terjadi sebagai akibat tekanan janin in utero, sekresi hormon penekanan janin (katekolamin , vasopresin) dapat menghambat resorbsi cairan paru-paru lewat penelanan oleh janin. Akhirnya terdapat kasus yang berhubungan dengan berbagai jenis cacat janin, misalnya sindroma potter (aganesis ginjal) , yang memebutuhkan pemeriksaan ultrasonik dan genetik secara rinci. Oligohidramnion merupakan temuan  signifikan yang menunjukan kehamilan pascamatur. Apabila kondisi ini diperburuk oleh kenyataan bahwa janin menderita retardasi pertumbuhan intrauteri, maka ada peningkatan risiko bahwa toleransi janin terhadap persalinan buruk dan bahwa kemungkinnan pelahiran operatif harus dilakukan.

Ada beberapa definisi istilah oligohidramnion yang biasanya dipakai diantaranya:
·      Berkurangnya volume air ketuban (VAK)
·    Volumenya kurang dari 500 cc saat usia 32-36 minggu
·    Ukuran satu kantong (kuadran) < 2 cm
·    Amniotic fluid index (AFI) < 5 cm atau < presentil kelima
·    Kurangnya jumlah amniotic fluid volume (AFV)
·    AFV < 500 ml pada usia gestasi 32-36 minggu
·    Single deepest pocket (SDP) < 2 cm

2.2       Klasifikasi oligohidramnion

2.2.1 Oligohidramnion awitan dini
Sejumlah keadaan dilaporkan berkaitan dengan berkurangnya cairan amnion. Oligohidramnion hampir selalu nyata apabila terjadi obstruksi saluran kemih janin atau agnesis ginjal. Oleh karenanya, anuria hampir pasti merupakan etiologi pada kasus-ksus seperti itu. Kebocoran kronik suatu defek di selaput ketuban dapat mengurangi volume cairan dalam jumlah bermakna, tetapi seringkali kemudian segera terjadi persalinan. Pajanan ke inhibitor enzim pengubah – angiostetin (ACEI) dilaporkan berkaitan dengan oligohidramnion. Sebanyak 15 sampai 25 persen kasus berkaitan kasus berkaitan dengan anomali janin mampu memvisualisasikan struktur-struktur janin pada hanya separuh dari wanita yang dirujuk untuk evaluasi ultrasonografi terhadap oligohidramnion midtrimester. Mereka melakukan amnionfusi dan kemudian mampu melihat 77 persen dari struktur-struktur yang dicitrakan secara rutin. Indentifikasi anomali terkait meningkat dari 12 menjadi 13 persen.
2.2.2Oligohidramnion pada tahap lanjut
Volume cairan ketuban secara normal berkurang setelah usia gestasi 35 minggu. Dengan menggunakan indeks cairan amnion kurang dari 5 cm, Casey dkk, mendapatkan insidensi oligohidramnion pada 2,3 persen dari 6400 kehamilan lebih yang menjalani sonografi setelah minggu ke-34 di Parkland hospital. Mereka memastikan pengamatan-pengamatan sebelumnya bahwa hal ini berkaitan dengan peningkatan resiko hasil perinatal yang merugikan. Pada kehamilan yang terpilih karena “resiko tinggi”, Magann, dkk, tidak mendapatkan bahwa oligohidramnion ( indeks cairan kurang dari 5 cm ) meningkatkan resiko penyulit intrapartum seperti mekonium kental, deselerasi variabel frekuensi denyut jantung, seksio sesarea atas indikasi gawat janin, atau asidemia neonatus.
Chaunhan melakukan meta analisis terhadap 18 penelitian yang meliputi lebih dari 10.500 kehamilan yang indeks cairan amnion intrapartumnya kurang dari 5 cm. Dibandingkan dengan kontrol yang indeksnya lebih dari 5 cm, wanita dengan oligohidramnion memperhatikan peningkatan resiko bermakna untuk seksio.

2.3       Etiologi          
Etiologi belum jelas, tetapi disangka ada kaitannya dengan renal agenosis janin. Etiologi primer lainnya mungkin oleh karena amnion kurang baik pertumbuhannya dan etiologi sekunder lainnya, misalnya pada ketuban pecah dini.
Oligohidramnion menyebabkan bayi tidak memiliki bantalan terhadap dinding rahim. Anggota gerak tubuh menjadi abnormal atau mengalami kontraktur dan terpaku pada posisi abnormal disebabkan karena ruang di dalam rahim sempit. Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru-paru (paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Suatu keadaan khas yang terjadi pada bayi yang baru lahir, di mana cairan ketubannya sangat sedikit atau tidak ada digambarkan sebagai fenotip Potter.
Adapun kemungkinan lain penyebab oligohidramnion seperti :
a.       Fetal :
·         Kromosom
·          Kongenital
·         Hambatan pertumbuhan janin dalam rahim
·         Kehamilan postterm
·         Premature ROM (Rupture of amniotic membranes)
·         Pecahnya ketuban
b.      Maternal :
·         Dehidrasi
·         Insufisiensi uteroplasental
·         Preeklamsia
·         Diabetes
·         Hypoxia kronis
·         Hipertensi
c.       Plasenta
·         Solutio
·         Transfusi antar kembar
d.      Induksi Obat :
·         Indomethacin and ACE inhibitors
·         Inhibitor prostaglandin sintase
·         Inhibitor enzim pengubah-angiotensin

2.4       Mekanisme
            2.4.1 Fisiologi  Normal :
Volume Air ketuban meningkat secara bertahap pada kehamilan dengan volume sekitar 30 mL pada kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya sekitar 1 L pada kehamilan 34-36 minggu. Volume Air ketuban menurun pada akhir trimester pertama dengan volume sekitar 800 mL pada minggu ke-40. Berkurang lagi menjadi 350 ml pada kehamilan 42 minggu; dan 250 ml pada kehamilan 43 minggu. Tingkat penurunan sekitar 150 mL/minggu pada kehamilan 38-43 minggu.
Mekanisme perubahan tingkat produksi Air ketuban belum diketahui dengan pasti, meskipun diketahui berhubungan dengan aliran keluar-masuk cairan amnion pada proses aktif. Cairan amnion mengalami sirkulasi dengan tingkat pertukaran sekitar 3600 mL/jam.
3 faktor utama yang mempengaruhi Volume air ketuban :
1)      Pengaturan fisiologis aliran oleh fetus
2)      Pergerakan air dan larutan didalam dan yang melintasi membran
3)      Pengaruh maternal pada pergerakan cairan transplasenta

2.4.2 Patofisiologi :
Sindroma Potter dan Fenotip Potter adalah suatu keadaan kompleks yang berhubungan dengan gagal ginjal bawaan dan berhubungan dengan oligohidramnion (cairan ketuban yang sedikit).
Fenotip Potter digambarkan sebagai suatu keadaan khas pada bayi baru lahir, dimana cairan ketubannya sangat sedikit atau tidak ada. Oligohidramnion menyebabkan bayi tidak memiliki bantalan terhadap dinding rahim. Tekanan dari dinding rahim menyebabkan gambaran wajah yang khas (wajah Potter). Selain itu, karena ruang di dalam rahim sempit, maka anggota gerak tubuh menjadi abnormal atau mengalami kontraktur dan terpaku pada posisi abnormal.
Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru-paru (paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Pada sindroma Potter, kelainan yang utama adalah gagal ginjal bawaan, baik karena kegagalan pembentukan ginjal (agenesis ginjal bilateral) maupun karena penyakit lain pada ginjal yang menyebabkan ginjal gagal berfungsi.
Dalam keadaan normal, ginjal membentuk cairan ketuban (sebagai air kemih) dan tidak adanya cairan ketuban menyebabkan gambaran yang khas dari sindroma Potter.
Gejala Sindroma Potter berupa :
-     Wajah Potter (kedua mata terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus, pangkal hidung yang lebar, telinga yang rendah dan dagu yang tertarik ke belakang).
-     Tidak terbentuk air kemih
-     Gawat pernafasan,

oligohidramnion dapat menjadi tanda ada kelainan pada saluran pengeluaran atau saluran kemih janin. Jika saluran kemih janin di dalam kandungan tidak berfungsi dengan baik, kemungkinan besar air ketuban yang ada jumlahnya akan menjadi sedikit. Keringnya ketuban berarti janin tidak mengeluarkan air ketuban yang ditelannya sebagai urin. Berbeda dengan kasus kelebihan air ketuban yang berarti janin mengalami gangguan pada saluran cernanya

2.5       Kondisi yang beresiko tinggi menyebabkan oligohidramnion :
·           .Anomali kongenital (misalnya : agenosis ginjal, sindrom patter).
·                Retardasi pertumbuhan intra uterin.
·                Ketuban pecah dini (24-26 minggu).
·                Sindrom paska maturitas.
·                Penyakit virus
·                Insufiensi uteroplacenta
·                Meresponi indosin sebagai suatu tokolitik
·                Hipoksia janin
·                Aspirasi mekonium dan cairan yang bercampur mekonium
·                Sindrom premature

2.6       Gejala
·         Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen.
·          Ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak.
·         Sering berakhir dengan partus prematurus.
·         Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar lebih jelas.
·         Persalinan lebih lama dari biasanya.
·         Molding : uterus mengelilingi janin
·         Janin dapat diraba dengan mudah
·         Tidak ada efek pantul pada janin
·         Sewaktu his akan sakit sekali.
·          Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan hamper tidak ada yang keluar.
Gejala dan tanda tersebut di dasarkan pada fakta bahwa cairan amnion yang ditemukan berada di bawah jumlah yang normal untuk usia kehamilan tertentu. Pada kehamilan normal, cairan amnion wanita bervariasi dan dapat mengalami fluktuasi. Umumnya cairan amnion meningkat hingga mencapai 1000 ml pada trimester 3 kehamilan. Menginjak usia kehamilan 34 minggu jumlah tersebut mulai berkurang secara bertahap dan menyisakan sekitar 800ml pada usia cukup bulan. Pengukuran volume cairan amnion dilakukan dengan cara ultrasonografi dan ini merupakan komponen standar pada pemeriksaan ultrasonografi lengkap dengan profil biofisik.

2.7       Diagnosa
Diagnosa dibuat dengan pemeriksaan USG yaitu dengan mengukur indeks caira ketuban (Amniotic Fluid Index= AFI). Tetapi secara klinis (dengan pemeriksaan fisik) bisa diduga dengan : pengukuran tinggi rahim dari luar serta bagian bayi yang mudah diraba dari luar (didinding perut ibu). Namun hal ini hanya berupa asumsi/dugaan saja, tetap haris dikonfirmasi dengan USG.
USG juga bisa melihat anantomi janin untuk melihat kelainan seperti ginjal yang tidak tumbuh (dengan tidak terlihatnya pipis di kandung kemih janin). Serta untuk mengetahui adanya gangguan pertumbuhan janin. Pemeriksaan dengan spekulum dapat dilakukan guna mendeteksi adanya kebocoran air ketuban akibat pecahnya air ketuban.

2.8       Penatalaksanaan
Tindakan Konservatif :
1. Tirah baring.
2. Hidrasi.
3. Perbaikan nutrisi.
4. Pemantauan kesejahteraan janin ( hitung pergerakan janin, NST, Bpp ).
5. Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan amnion.
6. Amnion infusion.
7. Induksi dan kelahiran
Penatalaksanaan bergantung pada usia kehamilan,pada kehamilan Pre-term : mengevaluasi dan memonitor keadaan fetal dan maternal agar tetap dalam kondisi optimal

2.9       Prognosis
Hasil janin pada oligohidramnion awitan dini buruk. Dari sekitar 80 persen kehamilan semacam itu dan hanya separuh dari janin-janin ini yang selamat. Dan sekitar 34 kehamilan midtrimester yang mengalami penyulit oligohidramnion dan didiagnosis secara ultrasonografis berdasarkan tidak adanya kantung cairan amnion yang besarnya tidak adanya kantung cairan amnion yang besarnya lebih dari 1 cm di semua bidang vertikal. Sembilan (26 persen) dari janin-janin ini mengalami anomali, dan 10 dari 25 yang secara fenotipe normal mengalami abortus spontan atau lahir mati karena hipertensi ibu yang parah, hambatan pertumbuhan janin, atau solutio plasenta. Dari 14 bayi lahir hidup, dengan delapan lahir preterm dan tujuh meningkat meninggal. Enam bayi yang lahir aterm tumbuh normal. Oligohidramnion sebelum minggu ke-37 pada jani yang tumbuh sesuai masa kehamilannya memperhatikan peningkatan angka kelahiran preterm sebesar tiga kali lipat, tetapi tidak untuk hambatan pertumbuhan atau kematian janin.
Temuan lain melaporkan otopsi pada 89 bayi dengan sekuensi oligohidramnion. Hanya 3 persen yang memiliki saluran ginjal normal; 34 persen menderita agnesis ginjal bilateral; 34 persen displasia kistik bilateral; 9 persen agnesis unilateral dengan displasia; 10 persen kelainan saluran kemih minor.
Bayi yang tadinya normal dapat mengalami awitan dini yang parah. Perlekatan antara amnion dan bagian-bagian janin dapat menyebabkan kecacatan serius termasuk amputasi. Selain itu, akibat tekanan dari semua sisi, penampakan janin menjadi aneh, dan kelainan otot-rangka, misalnya kaki gada (clubfoot) sering terjadi.

2.10     Komplikasi
·      Congenital malformation
·      Pulmonary hypoplasia
·      Fetal compression syndrome
·      Amniotic band syndrome
·      Abnormal fetal growth or IUGR
·      Decreased fetal blood volume, renal blood flow, and, subsequently, fetal urine output
·      Fetal morbidity

2.11     Resiko
1. Bila terjadi pada permulaan kehamilan maka janin akan menderita cacat bawaan dan pertumbuhan janin dapat terganggu bahkan bisa terjadi partus prematurus yaitu picak seperti kertas kusut karena janin mengalami tekanan dinding rahim.
2. Bila terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut akan terjadi cacat bawaan seperti club-foot, cacat bawaan karena tekanan atau kulit jadi tenal dan kering ( lethery appereance ).
3. Hiploplasia paru
Insidensi hipoplasia paru saat lahir tidak banyakbanyak berubah dan berkisar dari 1,1 sampai 1,4 per 1000 bayi. Apabila cairan amnion sedikit sering terjadi hipoplasia paru. Suatu studi kohort prospektif pada 163 kasus oligohidramnion yang terjadi pada selaput ketuban pecah dini pada gestasi 15 sampai 28 minggu. Hampir 13 persen janin mengalami hipoplasia paru. Penyulit ini lebih sering terjadi seiring dengan berkurangnya usia gestasi. Kilbride mempelajari 115 wanita dengan ketuban pecah dini sebelum minggu ke-29. Terjadi tujuh kelahiran mati dan 40 kematian neonatus sehingga mortalitas perinatal menjadi 409 per 1000. Resiko hipoplasia paru letal adalah 20 persen. Hasil yang merugikan lebih besar kemungkinannya apabila pecah ketuban terjadi lebih dini serta durasinya melebihi 14 hari.
Menurut Fox dan Badalian serta Launaria dkk, terdapat tiga kemungkinan yang menjadi penyebab hipoplasia paru. Pertama, tertekannya toraks mungkin menghambat pergerakan dinding dada dan ekspansi paru. Kedua, kurangnya gerakan napas janin mengurangi aliran masuk ke paru. Ketiga dan model paling luas diterima adalah kegagalan mempertahankan cairan amnion atau meningkatnya aliran keluar pada paru yang tumbuh kembangnya terlambat.

Cukup banyaknya cairan amnion yang dihirup oleh janin normal, seperti dibuktikan oleh deunhoelter dan Pritchard, mengisyaratkan bahwa cairan yang terhirup tersebut berperan dalam ekspansi, dan pada gilirannya, pertumbuhan paru. Namun, Fisk dkk. Menyimpulkan bahwa gangguan pernafasan janin tidak menyebabkan hipoplasia paru pada oligohidramnion. Dalam suatu eksperimen, McNamara dkk melaporkan temuan-temuan dari dua set kembar monoamnionik dengan anomali ginjal yang berlawanan. Mereka menyajikan bukti bahwa volume cairan amnion yang normal memungkinkan perkembangan paru normal walaupun terdapat obstruksi ginjal janin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar