Definisi
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal,
yaitu kurang dari 500 cc.
Pada
kasus-kasus yang jarang, volume ketuban dapat turun di bawah batas normal dan
kadang-kadang menyusut hingga hanya beberapa ml cairan kental. Pada kehamilan
postterm jumlah cairan ketuban yang tersisa mungkin hanya 100 sampai 200 ml
atau kurang. Penyebab keadaan ini belum sepenuhnya dipahami. Secara umum,
oligohidramnion yang timbul pada awal kehamilan jarang dijumpai dan sering
memiliki prognosis buruk. Marks dan Divon menemukan oligohidramnion yang
didefinisikan sebagai indeks cairan amnion sebesar 5 cm atau kurang pada 12
persen dari 511 kehamilan berusia 41 minggu atau lebih. Pada 121 wanita yang
diteliti secara longitudinal, terjadi penurunan rata-rata indeks cairan amnion
sebesar 25 persen per minggu setelah 41 minggu. Akibat berkurangnya cairan,
risiko kompresi tali pusat, dan pada gilirannya gawat janin, meningkat pada
semua persalinan, tetapi terutama pada kehamilan postterm.
Biasanya
cairannya kental, keruh, berwarna kuning kehijau-hijauan. Sebabnya belum diketahui,
tetapi disangka ada kaitannya dengan renal agenesis janin. Oligohidramnion
lebih sering ditemukan pada kehamilan yang sudah cukup bulankarena Volume air
ketuban biasanya menurun saat hamil sudah cukup bulan. Ditemukan pada sekitar
12 % kehamilan yang mencapai 41 minggu. Berkurangnya volume cairan amion
dapat menimbulkan hipoksia janin sebagai akibat kompresi tali pusat karena
gerakan janin atau kontraksi rahim. Selain itu, lintasan mekonium janin kedalam
volume cairan amion yang tereduksi menghasilkan suatu suspensi tebal dan penuh
partikel yang dapat mengakibatkan gangguan pernafasan janin. Oligohidramion
berhubungan dengan keterbelakangan pertumbuhan dalam rahim pada 60 % kasus.
Bila dihubungkan dengan hubungan
ultrasonik keterbelakangan pertumbuhan asimetrik, gangguan janin sangat mungkin
terjadi. Kasus-kasus itu diakibatkan oleh ruptura membrane janin yang spontan
mungkin tidak berhubungan dengan gangguan janin sebelumnya. Oligohidramion
mungkin terjadi sebagai akibat tekanan janin in utero, sekresi hormon penekanan
janin (katekolamin , vasopresin) dapat menghambat resorbsi cairan paru-paru
lewat penelanan oleh janin. Akhirnya terdapat kasus yang berhubungan dengan
berbagai jenis cacat janin, misalnya sindroma potter (aganesis ginjal) , yang memebutuhkan
pemeriksaan ultrasonik dan genetik secara rinci. Oligohidramnion merupakan
temuan signifikan yang menunjukan
kehamilan pascamatur. Apabila kondisi ini diperburuk oleh kenyataan bahwa janin
menderita retardasi pertumbuhan intrauteri, maka ada peningkatan risiko bahwa
toleransi janin terhadap persalinan buruk dan bahwa kemungkinnan pelahiran
operatif harus dilakukan.
Ada beberapa definisi istilah oligohidramnion yang biasanya
dipakai diantaranya:
· Berkurangnya
volume air ketuban (VAK)
· Volumenya kurang
dari 500 cc saat usia 32-36 minggu
· Ukuran satu
kantong (kuadran) < 2 cm
·
Amniotic fluid index (AFI) < 5
cm atau < presentil kelima
·
Kurangnya jumlah amniotic fluid
volume (AFV)
·
AFV < 500 ml pada usia gestasi
32-36 minggu
·
Single deepest pocket (SDP) < 2
cm
2.2 Klasifikasi oligohidramnion
2.2.1 Oligohidramnion awitan dini
Sejumlah
keadaan dilaporkan berkaitan dengan berkurangnya cairan amnion. Oligohidramnion
hampir selalu nyata apabila terjadi obstruksi saluran kemih janin atau agnesis
ginjal. Oleh karenanya, anuria hampir pasti merupakan etiologi pada kasus-ksus
seperti itu. Kebocoran kronik suatu defek di selaput ketuban dapat mengurangi
volume cairan dalam jumlah bermakna, tetapi seringkali kemudian segera terjadi
persalinan. Pajanan ke inhibitor enzim pengubah – angiostetin (ACEI) dilaporkan
berkaitan dengan oligohidramnion. Sebanyak 15 sampai 25 persen kasus berkaitan
kasus berkaitan dengan anomali janin mampu memvisualisasikan struktur-struktur
janin pada hanya separuh dari wanita yang dirujuk untuk evaluasi ultrasonografi
terhadap oligohidramnion midtrimester. Mereka melakukan amnionfusi dan kemudian
mampu melihat 77 persen dari struktur-struktur yang dicitrakan secara rutin.
Indentifikasi anomali terkait meningkat dari 12 menjadi 13 persen.
2.2.2Oligohidramnion pada tahap lanjut
Volume
cairan ketuban secara normal berkurang setelah usia gestasi 35 minggu. Dengan
menggunakan indeks cairan amnion kurang dari 5 cm, Casey dkk, mendapatkan
insidensi oligohidramnion pada 2,3 persen dari 6400 kehamilan lebih yang
menjalani sonografi setelah minggu ke-34 di Parkland hospital. Mereka
memastikan pengamatan-pengamatan sebelumnya bahwa hal ini berkaitan dengan
peningkatan resiko hasil perinatal yang merugikan. Pada kehamilan yang terpilih
karena “resiko tinggi”, Magann, dkk, tidak mendapatkan bahwa oligohidramnion (
indeks cairan kurang dari 5 cm ) meningkatkan resiko penyulit intrapartum
seperti mekonium kental, deselerasi variabel frekuensi denyut jantung, seksio
sesarea atas indikasi gawat janin, atau asidemia neonatus.
Chaunhan melakukan meta analisis terhadap 18 penelitian yang meliputi
lebih dari 10.500 kehamilan yang indeks cairan amnion intrapartumnya kurang
dari 5 cm. Dibandingkan dengan kontrol yang indeksnya lebih dari 5 cm, wanita
dengan oligohidramnion memperhatikan peningkatan resiko bermakna untuk seksio.
2.3 Etiologi
Etiologi belum jelas, tetapi disangka ada kaitannya dengan renal
agenosis janin. Etiologi primer lainnya mungkin oleh karena amnion kurang baik
pertumbuhannya dan etiologi sekunder lainnya, misalnya pada ketuban pecah dini.
Oligohidramnion menyebabkan bayi tidak memiliki bantalan terhadap
dinding rahim. Anggota gerak tubuh menjadi abnormal atau mengalami kontraktur
dan terpaku pada posisi abnormal disebabkan karena ruang di dalam rahim sempit.
Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru-paru (paru-paru
hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi sebagaimana
mestinya.
Suatu keadaan khas yang terjadi pada bayi yang baru lahir, di mana
cairan ketubannya sangat sedikit atau tidak ada digambarkan sebagai fenotip
Potter.
Adapun kemungkinan lain penyebab
oligohidramnion seperti :
a.
Fetal :
·
Kromosom
·
Kongenital
·
Hambatan pertumbuhan janin dalam
rahim
·
Kehamilan postterm
·
Premature ROM (Rupture of amniotic
membranes)
·
Pecahnya
ketuban
b.
Maternal :
·
Dehidrasi
·
Insufisiensi uteroplasental
·
Preeklamsia
·
Diabetes
·
Hypoxia kronis
·
Hipertensi
c. Plasenta
·
Solutio
·
Transfusi
antar kembar
d.
Induksi Obat :
·
Indomethacin and ACE inhibitors
·
Inhibitor prostaglandin sintase
·
Inhibitor enzim
pengubah-angiotensin
2.4 Mekanisme
2.4.1
Fisiologi
Normal :
Volume Air ketuban meningkat
secara bertahap pada kehamilan dengan volume sekitar 30 mL pada kehamilan 10
minggu dan mencapai puncaknya sekitar 1 L pada kehamilan 34-36 minggu. Volume Air ketuban menurun pada
akhir trimester pertama dengan volume sekitar 800 mL pada minggu ke-40.
Berkurang lagi menjadi 350 ml pada kehamilan 42 minggu; dan 250 ml pada
kehamilan 43 minggu. Tingkat penurunan sekitar 150 mL/minggu pada kehamilan
38-43 minggu.
Mekanisme perubahan tingkat produksi Air ketuban belum diketahui dengan pasti, meskipun
diketahui berhubungan dengan aliran keluar-masuk cairan amnion pada proses
aktif. Cairan amnion mengalami sirkulasi dengan tingkat pertukaran sekitar 3600
mL/jam.
3 faktor utama yang mempengaruhi Volume air ketuban :
1) Pengaturan fisiologis aliran oleh
fetus
2) Pergerakan air dan larutan didalam dan
yang melintasi membran
3) Pengaruh
maternal pada pergerakan cairan transplasenta
2.4.2
Patofisiologi :
Sindroma Potter dan Fenotip Potter adalah suatu keadaan kompleks yang
berhubungan dengan gagal ginjal bawaan dan berhubungan dengan oligohidramnion
(cairan ketuban yang sedikit).
Fenotip Potter digambarkan sebagai suatu keadaan khas pada bayi baru lahir,
dimana cairan ketubannya sangat sedikit atau tidak ada. Oligohidramnion
menyebabkan bayi tidak memiliki bantalan terhadap dinding rahim. Tekanan dari
dinding rahim menyebabkan gambaran wajah yang khas (wajah Potter). Selain itu,
karena ruang di dalam rahim sempit, maka anggota gerak tubuh menjadi abnormal
atau mengalami kontraktur dan terpaku pada posisi abnormal.
Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru-paru
(paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi
sebagaimana mestinya.
Pada sindroma Potter, kelainan yang utama adalah gagal ginjal bawaan, baik
karena kegagalan pembentukan ginjal (agenesis ginjal bilateral) maupun karena
penyakit lain pada ginjal yang menyebabkan ginjal gagal berfungsi.
Dalam keadaan normal, ginjal membentuk cairan ketuban (sebagai air kemih)
dan tidak adanya cairan ketuban menyebabkan gambaran yang khas dari sindroma
Potter.
Gejala Sindroma Potter berupa :
- Wajah Potter (kedua mata terpisah jauh, terdapat
lipatan epikantus, pangkal hidung yang lebar, telinga yang rendah dan dagu yang
tertarik ke belakang).
- Tidak terbentuk air kemih
- Gawat pernafasan,
oligohidramnion dapat menjadi
tanda ada kelainan pada saluran pengeluaran atau saluran kemih janin. Jika
saluran kemih janin di dalam kandungan tidak berfungsi dengan baik, kemungkinan
besar air ketuban yang ada jumlahnya akan menjadi sedikit. Keringnya ketuban
berarti janin tidak mengeluarkan air ketuban yang ditelannya sebagai urin.
Berbeda dengan kasus kelebihan air ketuban yang berarti janin mengalami
gangguan pada saluran cernanya
2.5 Kondisi yang beresiko
tinggi menyebabkan oligohidramnion :
·
.Anomali kongenital (misalnya : agenosis ginjal,
sindrom patter).
·
Retardasi pertumbuhan intra uterin.
·
Ketuban pecah dini (24-26 minggu).
·
Sindrom paska maturitas.
·
Penyakit
virus
·
Insufiensi
uteroplacenta
·
Meresponi
indosin sebagai suatu tokolitik
·
Hipoksia
janin
·
Aspirasi
mekonium dan cairan yang bercampur mekonium
·
Sindrom
premature
2.6 Gejala
·
Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan
tidak ada ballotemen.
·
Ibu merasa
nyeri di perut pada setiap pergerakan anak.
·
Sering berakhir dengan partus prematurus.
·
Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima
dan terdengar lebih jelas.
·
Persalinan lebih lama dari biasanya.
·
Molding
: uterus mengelilingi janin
·
Janin
dapat diraba dengan mudah
·
Tidak
ada efek pantul pada janin
·
Sewaktu
his akan sakit sekali.
·
Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali
bahkan hamper tidak ada yang keluar.
Gejala dan tanda tersebut di dasarkan
pada fakta bahwa cairan amnion yang ditemukan berada di bawah jumlah yang
normal untuk usia kehamilan tertentu. Pada kehamilan normal, cairan amnion
wanita bervariasi dan dapat mengalami fluktuasi. Umumnya cairan amnion
meningkat hingga mencapai 1000 ml pada trimester 3 kehamilan. Menginjak usia
kehamilan 34 minggu jumlah tersebut mulai berkurang secara bertahap dan
menyisakan sekitar 800ml pada usia cukup bulan. Pengukuran volume cairan amnion
dilakukan dengan cara ultrasonografi dan ini merupakan komponen standar pada
pemeriksaan ultrasonografi lengkap dengan profil biofisik.
2.7 Diagnosa
Diagnosa dibuat dengan pemeriksaan USG yaitu dengan mengukur
indeks caira ketuban (Amniotic Fluid Index= AFI). Tetapi secara klinis
(dengan pemeriksaan fisik) bisa diduga dengan : pengukuran tinggi rahim dari
luar serta bagian bayi yang mudah diraba dari luar (didinding perut ibu). Namun
hal ini hanya berupa asumsi/dugaan saja, tetap haris dikonfirmasi dengan USG.
USG juga bisa melihat anantomi janin untuk melihat kelainan
seperti ginjal yang tidak tumbuh (dengan tidak terlihatnya pipis di kandung
kemih janin). Serta untuk mengetahui adanya gangguan pertumbuhan janin.
Pemeriksaan dengan spekulum dapat dilakukan guna mendeteksi adanya kebocoran
air ketuban akibat pecahnya air ketuban.
2.8 Penatalaksanaan
Tindakan
Konservatif :
1.
Tirah baring.
2.
Hidrasi.
3.
Perbaikan nutrisi.
4.
Pemantauan kesejahteraan janin ( hitung pergerakan janin, NST, Bpp ).
5.
Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan amnion.
6.
Amnion infusion.
7.
Induksi dan kelahiran
Penatalaksanaan bergantung pada usia kehamilan,pada kehamilan Pre-term :
mengevaluasi dan memonitor keadaan fetal dan maternal agar tetap dalam kondisi
optimal
2.9 Prognosis
Hasil janin
pada oligohidramnion awitan dini buruk. Dari sekitar 80 persen kehamilan
semacam itu dan hanya separuh dari janin-janin ini yang selamat. Dan sekitar 34
kehamilan midtrimester yang mengalami penyulit oligohidramnion dan didiagnosis
secara ultrasonografis berdasarkan tidak adanya kantung cairan amnion yang besarnya
tidak adanya kantung cairan amnion yang besarnya lebih dari 1 cm di semua
bidang vertikal. Sembilan (26 persen) dari janin-janin ini mengalami anomali,
dan 10 dari 25 yang secara fenotipe normal mengalami abortus spontan atau lahir
mati karena hipertensi ibu yang parah, hambatan pertumbuhan janin, atau solutio
plasenta. Dari 14 bayi lahir hidup, dengan delapan lahir preterm dan tujuh
meningkat meninggal. Enam bayi yang lahir aterm tumbuh normal. Oligohidramnion
sebelum minggu ke-37 pada jani yang tumbuh sesuai masa kehamilannya
memperhatikan peningkatan angka kelahiran preterm sebesar tiga kali lipat,
tetapi tidak untuk hambatan pertumbuhan atau kematian janin.
Temuan lain
melaporkan otopsi pada 89 bayi dengan sekuensi oligohidramnion. Hanya 3 persen
yang memiliki saluran ginjal normal; 34 persen menderita agnesis ginjal
bilateral; 34 persen displasia kistik bilateral; 9 persen agnesis unilateral
dengan displasia; 10 persen kelainan saluran kemih minor.
Bayi yang
tadinya normal dapat mengalami awitan dini yang parah. Perlekatan antara amnion
dan bagian-bagian janin dapat menyebabkan kecacatan serius termasuk amputasi.
Selain itu, akibat tekanan dari semua sisi, penampakan janin menjadi aneh, dan
kelainan otot-rangka, misalnya kaki gada (clubfoot) sering terjadi.
2.10 Komplikasi
·
Congenital malformation
·
Pulmonary hypoplasia
·
Fetal compression syndrome
·
Amniotic band syndrome
·
Abnormal fetal growth or IUGR
·
Decreased fetal blood volume,
renal blood flow, and, subsequently, fetal urine output
·
Fetal morbidity
2.11 Resiko
1. Bila terjadi pada permulaan kehamilan maka janin akan menderita
cacat bawaan dan pertumbuhan janin dapat terganggu bahkan bisa terjadi partus
prematurus yaitu picak seperti kertas kusut karena janin mengalami tekanan
dinding rahim.
2. Bila terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut akan terjadi cacat
bawaan seperti club-foot, cacat bawaan karena tekanan atau kulit jadi tenal dan
kering ( lethery appereance ).
3. Hiploplasia paru
Insidensi hipoplasia paru saat lahir
tidak banyakbanyak berubah dan berkisar dari 1,1 sampai 1,4 per 1000 bayi.
Apabila cairan amnion sedikit sering terjadi hipoplasia paru. Suatu studi
kohort prospektif pada 163 kasus oligohidramnion yang terjadi pada selaput
ketuban pecah dini pada gestasi 15 sampai 28 minggu. Hampir 13 persen janin
mengalami hipoplasia paru. Penyulit ini lebih sering terjadi seiring dengan
berkurangnya usia gestasi. Kilbride mempelajari 115 wanita dengan ketuban pecah
dini sebelum minggu ke-29. Terjadi tujuh kelahiran mati dan 40 kematian
neonatus sehingga mortalitas perinatal menjadi 409 per 1000. Resiko hipoplasia
paru letal adalah 20 persen. Hasil yang merugikan lebih besar kemungkinannya
apabila pecah ketuban terjadi lebih dini serta durasinya melebihi 14 hari.
Menurut Fox dan Badalian serta Launaria
dkk, terdapat tiga kemungkinan yang menjadi penyebab hipoplasia paru. Pertama,
tertekannya toraks mungkin menghambat pergerakan dinding dada dan ekspansi
paru. Kedua, kurangnya gerakan napas janin mengurangi aliran masuk ke paru.
Ketiga dan model paling luas diterima adalah kegagalan mempertahankan cairan
amnion atau meningkatnya aliran keluar pada paru yang tumbuh kembangnya
terlambat.
Cukup banyaknya cairan amnion yang
dihirup oleh janin normal, seperti dibuktikan oleh deunhoelter dan Pritchard,
mengisyaratkan bahwa cairan yang terhirup tersebut berperan dalam ekspansi, dan
pada gilirannya, pertumbuhan paru. Namun, Fisk dkk. Menyimpulkan bahwa gangguan
pernafasan janin tidak menyebabkan hipoplasia paru pada oligohidramnion. Dalam
suatu eksperimen, McNamara dkk melaporkan temuan-temuan dari dua set kembar
monoamnionik dengan anomali ginjal yang berlawanan. Mereka menyajikan bukti
bahwa volume cairan amnion yang normal memungkinkan perkembangan paru normal
walaupun terdapat obstruksi ginjal janin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar