Pengertian masa nifas
Ada
beberapa pengertian masa nifas antara lain :
1. Masa
nifas di mulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu
berikiutnya. (JHPEIGO, 2002).
2. Masa
nifas tidak kurang dari 10 hari dan tidak lebih dari 8 hari setelah akhir
persalinan, dengan pemantauan bidan sesuai kebutuhan ibu dan bayi (Bennet dan
Brown, 1999)
Dalam
bahasa latin, waktu tertentu setelah melahirkan anak ini di sebut pureperium,
yaitu dari kata puer yang artinya bayi dan parous melahirkan. Puerperium berati
masa setelah melahirkan bayi.
Masa
nifas (pueperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai
hingga alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas ini, yaitu 6
sampai 8 minggu.
Nifas
dibagi dalam 3 periode :
1. Pueperium
dini, yaitu kepulihan ketika ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan.
2. Puerperium
intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genital
3. Remote
puerperium, yaitu waktu yang di perlukan untuk pulih dan sehat sempurna,
terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu
untuk sehat sepmurna mungkin beberapa minggu, bulan, atau tahun.
2.2
Tujuan asuhan masa nifas
Semua
kegiatan yang dilakukan, baik dalam bidang kebidanan maupun di bidang lain
selalu mempunyai tujuan agar kegiatan tersebut terarah dan diadakan evaluasi
dan penilaian. Tujuan dari perawatan nifas ini adalah :
1. Memulihkan
kesehatan penderita
a. Menyediakan
makanan sesuai kebutuhan.
b. Mengatasi
anemia.
c. Mencegah
infeksi dengan memerhatikan kebersihan dan sterilisasi
d. Mengembalikan
kesehatan umum dengan pergerakan otot untuk memperlancar peredaran darah
2.
Mempertahankan kesehatan
psikologis.
3.
Mencegah infeksi dan
komplikasi
4.
Memperlancar
pembentukan air susu ibu (ASI)
5.
Mengajarkan ibu untuk
melaksanakan perawatan mandiri sampai masa nifas selesai dan memelihara bayi
dengan baik, sehingga bayi dapat mengalami pertumbuhan dan perkembangan normal.
2.3 Peran dan tanggung
jawab bidan
Peran
dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas adalah memberi perawatan dan dukungan
sesuai kebutuhan ibu, yaitu melalui kemitraan ( partnership) dengan ibu. Selain
itu, dengan cara :
1. Mengkaji
kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu nifas.
2. Menentukan
diagnosis dan kebutuhan asuhan kebidanan pada massa nifas
3. Menyusun
rencana asuhan kebidanan berdasarkan prioritas masalah.
4. Melaksanakan
asuhan kebidanan sesuia dengan rencana
5. Mengevaluasi
bersama klien asuhan kebidanan yang telah diberikan
6. Membuat
rencana tindak lanjut asuhan kebidanan bersama klien
2.4
Kebijakan
program Nasional masa nifas
Paling
sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk mencegah, mendeteksi, dan
menangani masalah yang terjadi. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel.
Tahapan
Masa Nifas
Kunjungan
|
Waktu
|
Tujuan
|
I
|
6-8 jam setelah persalinan
|
1. Mencegah
perdarahan masa nifas akibat atonia uteri
2. Mendeteksi
dan merawat penyebab lain perdarahan dan rujuk jika perdarahan berlanjut
3. Memberi
konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga mengenai cara mencegah
perdarahan masa nifas akibat atonia uteri
4. Pemberian
ASI awal
5. Melakukan
hubungan antar ibu dan bayi baru lahir
6. Menjaga
bayi tetap sehat dengan mencegah hipotermi
7. Petugas
kesehatan yang menolong persalinan harus mendampingi ibu dan bayi lahir
selama 2 jam pertama setelah kelahiran atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan
stabil.
|
II
|
6 hari setelah persalinan
|
1. Memastikan
involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus dibawah
umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.
2. Menilai
adanya demam
3. Memastikan
agar ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat
4. Memastikan
ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda penyulit
5. Memberi
konseling pada ibu tentang asuhan pada bayi, perawatan tali pusat, menjaga
bayi tetap hangat, dan perawatan bayi sehari-hari.
|
III
|
2 minggu setelah persalinan
|
Sama seperti di atas ( 6 hari setelah
persalinan)
|
IV
|
6 minggu setelah persalinan
|
1. Mengkaji
tentang kemungkinan penyulit pada ibu
2. Memberi
konseling keluarga berencana (KB) secara dini.
|
2.5 Perubahan pada Uterus
Involusi
atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi
sebelum hamil dengan bobot hanya 60 gr. Involusi uterus meliputi reorganisasi
dan pengeluaran desidua/endometrium dan eksfoliasi tempat perlekatan plasenta
yang ditandai dengan penurunan ukuran dan berat serta perubahan lokasi uterus
juga ditandai dengan warna dan jumlah lokia. Pada proses involusi uterus
terjadi hal-hal sebagai berikut :
Autolysis
¨ Merupakan
proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterus. Enzim
proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah sempat mengendur hingga
10 kali panjangnya dari semula dan lima kali lebih lebar dari semula selama
kehamilan.
¨ Terdapat
polymorph phagolitik dan macrophages di dalam sistem vaskuler dan sistem
limfatik.
¨ Efek
oksitosin
Penyebab
kontraksi dan retraksi otot uterus sehingga akan mengkompres pembuluh darah
yang menyebabkan akan mengurangi tempat implantasi plasenta serta mengurangi
perdarahan.
|
Bobot
Uterus
|
Diameter
Uterus
|
Palpasi
Serviks
|
Pada
akhir persalinan
|
900
gr
|
12,5
cm
|
Lembut/lunak
|
Pada
akhir minggu ke 1
|
450
gr
|
7,5
cm
|
2
cm
|
Pada
akhir minggu ke 2
|
200
gr
|
5
cm
|
1
cm
|
Pada
akhir minggu ke 6
|
60
gr
|
2,5
cm
|
Menyempit
|
Penurunan
ukuran uterus yang cepat direfleksikan dengan perubahan lokasi uterus, yaitu
uterus turun dari abdomen dan kembali menjadi organ panggul. Segera setelah
persalinan, tinggi fundus uteri (TFU) terletak sekitar dua pertiga hingga tiga
per empat bagian atas antara simfisis pubis dan umbilikus. Letak TFU kemudian
naik, sejajar dengan umbilikus dalam beberapa jam.
TFU
tetap sejajar dengan umbilikus selama satu atau dua hari dan secara bertahap
turun ke dalam panggul sehingga tidak dapat dipalpasi lagi di atas simfisis
pubis setelah hari kesepuluh pascapartum.
2.6
Perubahan pada Lokia
Lokia
adalah sekresi cairan uterus selama masa nifas. Lokia mempunyai reaksi
basa/alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat daripada
kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lokia mempunyai bau amis dan
volumenya berbeda-beda. Lokia mengalami perubahan seeiring dengan proses
involusi.
1.
Lokia rubra
Lokia rubra berwarna
merah, muncul pada hari pertama sampai ke empat hari post partum. Mengandung
darah dari robekan/luka pada plasenta dan serabut dari desidua dan korion.
2.
Lokia serosa
Lokia serosa berwarna
kecoklatan, muncul pada hari kelima sampai sembilan hari berikutnya. Mengandung
lebih sedikit darah dan lebih banyak serum,lekosit dan robekan dari plasenta.
3.
Lokia alba
Lokia alba berwarna
lebih pucat, putih kekuningan. Mengandung lekosit, selaput lendir serviks dan
serabut jaringan yang mati.
2.7
Perubahan pada Perineum, Vagina dan Vulva
Segera
setelah kelahiran, vagina tetap terbuka lebar, dapat mengalami beberapa derajat
edema dan memar. Setelah satu hingga dua hari pertama postpartum, tonus otot
vagina kembali, celah vagina tidak lebar dan vagina tidak lagi edema. Vagina
menjadi berdinding lunak, lebih besar dari biasanya dan umumnya longgar.
Ukurannya menurun dengan kembalinya rugae vagina sekitar tiga minggu ketiga
post partum.
Berkurangnya
sirkulasi progesteron mempengaruhi otot-otot panggul, perineum, vagina dan
vulva. Proses ini membantu pemulihan ke arah tonisitas/elastisitas normal dari
ligamentum otot rahim.
Proses
tersebut diatas akan berguna bila ibu melakukan ambulasi dini, senam nifas dan
dapat mencegah konstipasi.
2.8 Ovarium dan tuba
falopi
Setelah
kelahiran plasenta, produksi estrogen dan progresteron menurun sehingga
menimbulkan mekanisme timbal balik dari sirkulasi menstruasi. pada saat inilah
dimulai kembali proses ovulasi, sehingga wanita dapat hamil kembali.
2.9
Perubahan pada Sistem Pencernaan
Ibu
mungkin merasa kelaparan dan mulai makan satu atau dua jam setelah melahirkan.
Kecuali bila ada komplikasi pada persalinan, tidak ada alasan untuk menunda
pemberian makan pada ibu post partum yang sehat. Kerapkali diperlukan waktu 3-4
hari sebelum faal usus kembali normal. Kadar progesteron menurun setelah
melahirkan, asupan makanan juga
mengalami penurunan selama satu atau dua hari, demikian pula rasa sakit di
daerah perineum dapat menghalangi keinginan ke toilet.
Konstipasi
mungkin menjadi masalah pada puerpurium awal karena kurangnya makanan padat selama
persalinan dan karena ibu menahan defekasi.
2.10
Perubahan Sistem Perkemihan
Setelah
melahirkan kandung kemih mengalami kongesti dan hipotonik yang dapat
menyebabkan overdistensi, pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap. Buang
air kecil sering sulit selama 24 jam pertama. Uretra jarang mengalami
obstruksi, tetapi tidak dapat dihindari akibat kompresi antara kepala janin dan
tulang pubis.
Urin
dalam jumlah besar akan dihasilkan dalam waktu 12-36 jam setelah melahirkan.
Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen yang bersifat menahan air
akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan ini menyebabkan diuresis.
Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.
2.11 Perubahan Sistem Endokrin
Kadar
estrogen menurun 10% dalam waktu sekitar 3 jam post partum. Progesteron menurun
pada hari ke 3 post partum. Kadar prolaktin dalam darah berangsur-angsur
hilang.
2.12
Perubahan Tanda-tanda Vital
¨
Tekanan Darah
Segera
setelah melahirkan, banyak ibu mengalami peeningkatan sementara tekanan darah
sistolik dan diastolik, yang akan kembali secara spontan ke tekanan darah
sebelum hamil selama beberapa hari.
¨
Suhu
Suhu
ibu kembali normal dari suhu yang meningkat selama periode intrapartum dan
stabil dalam 24 jam pertama post partum.
¨
Nadi
Nadi
meningkat selama persalinan akhir, kembali normal setelah beberapa jam pertama
post partum. Perdarahan post partum, demam selama persalinan dan nyeri akut
dapat mempengaruhi proses ini. Bila denyut nadi di atas 100 selama nifas, hal
tersebut abnormal dan kemungkinan menunjukkan adanya infeksi atau perdarahan
post partum lambat.
¨
Pernapasan
Fungsi
pernapasan kembali pada rentang normal
wanita selama jam pertama post partum. Napas pendek, cepat atau bila ada
perubahan lain memerlukan evaluasi adanya kondisi-kondisi seperti kelebihan
cairan, eksaserbasi asma dan embolus paru.
2.13 Perubahan
Kardiovaskuler
Setelah
terjadi diuresis akibat penurunan kadar estrogen, volume darah kembali kepada
keadaan tidak hamil. Jumlah sel darah merah dan hemoglobin kembali normal pada
hari ke-5. Plasma darah tidak begitu mengandung cairan dan dengan demikian daya
koagulasi meningkat.
2.14
Perubahan Hematologi
Leukositosis
dengan peningkatan sel darah putih hingga 15.000 atau lebih selama persalinan,
dilanjutkan dengan peningkatan sel darah putih selama dua hari pertama post
partum. Jumlah sel darah putih dapat meningkat hingga 25.000 atau 30.000 tanpa
mengalami patologis pada kasus persalinan lama. Dugaan infeksi harus dipastikan
jika peningkatan sel darah putih signifikan.
Hemoglobin,
hematokrit dan jumlah eritrosit sangat bervariasi dalam masa nifas awal sebagai
akibat fluktuasi volume darah, volume plasma dan kadar volume sel darah merah.
Kadar ini dipengaruhi oleh status hidrasi ibu, volume cairan yang ia dapat
selama persalinan dan reduksi volume darah total normal ibu dari peningkatan
kadar volume darah selama kehamilan. Faktor ini menyebabkan hematokrit kurang
efektif sebagai ukuran kehilangan darah selama 2-4 hari post partum.
Jika
nilai hematokrit pada hari pertama atau kedua post partum lebih rendah 2% atau
lebih dari nilai hematokrit yang diukur pada saat memasuki persalinan, terjadi
kehilangan darah yang signifikan. Nilai 2% setara dengan 1 unit (500 ml)
kehilangan darah. Terdapat reduksi sekitar 1500 ml dalam volume darah total
selama persalinan dan nifas. Tidak semua dari reduksi tersebut berupa
kehilangan darah, juga dapat disebabkan beban cairan yang terakumulasi pada
kehamilan hilang melalui diuresis, peningkatan perspirasi dan kembalinya fungsi
sistem renalis ke keadaan normal saat tidak hamil. Total sekitar 200-500 ml
darah hilang selama persalinan, 500-800 ml selama minggu pertama post partum
dan 500 ml selama masa nifas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar