2.1.
Pengertian Analgesia
Analgesia
adalah usaha untuk mengurangi rasa nyeri dalam kala I dan permulaan kala II. Analgesik adalah
obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dan akhirnya akan
memberikan rasa nyaman pada orang yang
menderita. (fisiologi unpad)
menderita. (fisiologi unpad)
2.2. Jenis Obat
yang Digunakan
Terdapat
beberapa golongan analgesik yang beredar, diantaranya yaitu:
2.2.1. Golongan
Analgesik dan Antipiretik
Salah
satu yang termasuk dalam golongan ini adalah parasetamol (mis.
panadol). Parasetamol merupakan analgesik yang relatif paling aman
dibanding dengan analgesik yang lain. Obat ini "tidak"
mempengaruhi saluran cerna, sistem pembekuan darah dan jantung. Kami
sering mengkombinasi parasetamol dengan golongan NSAIDs utamanya kelompok
COXIB. Rasanya hampir semua jenis obat sakit kepala, obat flu mengandung
parasetamol. Hanya yang perlu anda perhatikan bahwa parasetamol tidak boleh
dikonsumsi hingga melebihi 3000 mg perhari dan terutama berhati-hati pada
penderita-penderita gangguan hati.
2.2.2.
Golongan NSAIDs (Nonsteroidal Antiinflammatory Drugs) atau AINS (Antiinflamasi
NonSteroid)
Golongan ini yang juga banyak beredar dipasaran dan
sangat mudah didapatkan. Anda pasti sudah tidak asing lagi dengan asam
mefenamat (Ponstan), diklofenak (voltaren), ibuprofen, piroksikam dan masih
banyak lagi. Obat ini bekerja dengan menghambat produksi prostaglandin
yang merupakan salah satu mediator nyeri yang utama. Dalam golongan ini,
terdapat jenis analgesik yang lain yang memiliki efek samping yang berbeda
dengan "saudaranya". Jika jenis analgesik yang contohnya saya
sebutkan diatas memiliki efek samping terutama pada saluran cerna (lambung dan
usus) dan pada sistem pembekuan darah, maka "saudaranya" yang
satu ini berbeda karena (oleh para ahli) tidak berefek pada saluran cerna dan
sistem pembekuan darah namun "katanya" dapat berefek pada
jantung. Sang Saudara ini disebut sebagai kelompok "COXIB", yang
beredar dipasaran Indonesia adalah celecoxib (celebrex), lumiracoxib (prexige),
parecoxib (dynastat). Kelompok ini lebih banyak digunakan untuk mengatasi nyeri
persendian dan nyeri pascabedah, namun tidak tertutup kemungkinan bisa juga
digunakan untuk jenis nyeri yang lain.
2.2.3.
Golongan Narkotik (Opioid)
Untuk
golongan ini, pasti anda sudah tidak asing lagi dengan MORFIN. Morfin adalah
analgesik golongan narkotik yang sudah lama digunakan terutama
dalam penanganan nyeri selama dan pasca pembedahan serta dalam penanganan
nyeri kanker atau nyeri lain yang tidak teratasi dengan golongan NSAIDs.
Morfin merupakan pilihan utama penanganan nyeri yang tidak dapat diatasi
dengan pengobatan analgesik biasa. Selain morfin masih ada lagi saudaranya yang
lain seperti kodein, meperidin, fentanyl, sufentanyl. Selain itu ada juga
kelompok narkotik sintetik seperti hidromorfon, tramadol. Khusus mengenai
tramadol, obat ini relatif lebih aman dibandingkan dengan narkotik lainnya
namun efek samping yang paling banyak mengganggu adalah mual dan muntah.
Kombinasi tramadol dengan NSAIDs akan menghasilkan efek pereda nyeri yang
lebih baik.
2.2.4. Golongan Antagonis Reseptor NMDA
NMDA
merupakan salah satu reseptor nyeri pada sistem saraf. Obat dalam golongan ini
adalah Dekstrometorfan yang sering digunakan sebagai obat pereda batuk
selain kodein. Ada pula yang namanya Ketamin, yang satu ini adalah obat yang
sering dipakai dalam suatu tindakan pembiusan sehingga wajar jika ketamin hanya
beredar di rumah sakit, khususnya kamar bedah.
2.2.5.
Golongan Antidepresan
Golongan
ini, sesuai dengan namanya, merupakan golongan obat anti depresi yang biasa digunakan
dibidang psikiatry. Golongan ini lebih banyak digunakan hanya pada
kasus-kasus nyeri kronik, nyeri akibat kerusakan jaringan saraf (bukan berarti
orang yang depresi sarafnya banyak yang rusak..!). Yang banyak digunakan
dalam terapi nyeri adalah amitriptilin dan imipramin.
2.2.6. Golongan Antikonvulsan (Anti Kejang)
Golongan
ini biasa dipakai untuk mencegah kejang. Dalam hal nyeri, sama seperti golongan
antidepresan, golongan ini juga banyak digunakan sebagai bagian dari
penanganan nyeri kronik. Contoh yang sering digunakan adalah karbamazepin dan
gabapentin.
2.3. Contoh Obat
yang Digunakan
2.3.1. Morfin
Obat
yang satu ini memang kontroversi, maksudnya, begitu mendengar kata
"morfin" umumnya yang terbayang adalah "ketagihan, sakau,
atau istilah-istilah yang lain" belum lagi terbayang resiko efek
sampingnya berupa henti napas, henti jantung. Belum lagi oleh sebagian
masyarakat "mengharamkan" morfin karena dianggap berefek mirip dengan
alkohol. Namun sebenarnya hal inilah yang menyebabkan mengapa penanganan nyeri
menjadi tidak optimal. Inilah "barrier" atau penghalang dalam
penanganan nyeri secara optimal. Morfin tidak akan menyebabkan ketagihan (tidak
seperti heroin), tidak akan menyebabkan henti napas maupun henti jantung bila
digunakan secara rasional dan terukur serta pada penderita yang mengalami nyeri
hebat. Morfin memang bukan pilihan pada kasus-kasus nyeri ringan. Morfin
menjadi pilihan pada kasus-kasus nyeri pascabedah dan kasus-kasus nyeri akibat
kanker. Disisi lain, memang ada aturan ketat dalam hal penggunaan golongan obat
yang satu ini, sehingga hanya dapat diberikan atau diresepkan oleh seorang dokter.
Khusus mengenai penggunaan morfin dalam kasus-kasus nyeri, insya allah
akan diangkat pada tulisan yang akan datang
2.3.2. Demerol (Meperidin)
Termasuk dalam kelompok obat penghilang rasa sakit yang disebut narkotika. Hal ini mirip dengan morfin. Ia bekerja dengan menumpulkan pusat persepsi nyeri di otak. Demerol digunakan untuk menangani nyeri moderat-ke-berat. Hal ini juga dapat digunakan sebelum atau selama operasi dan untuk menghilangkan rasa sakit selama persalinan dan melahirkan.
2.3.3. Barbiturat (downer)
Barbiturat digunakan secara medis
untuk menenangkan orang dan sebagai obat tidur. Barbiturat merupakan obat yang
dibeli dengan resep.
Barbiturat mempengaruhi sistim
syaraf pusat, menyebabkan perasaan lembab, dan tergantung pada dosisnya,
efeknya dapat bertahan antara tiga hingga enam jam. Barbiturat dapat
menyebabkan orang jadi sembrono, merasa bahagia dan kebingungan mental --
ketidakbahagiaan juga dapat diakibatkan oleh barbiturat.
Dosis yang tinggi dapat menyebabkan
pingsan, masalah pernapasan dan kematian. Kematian akibat overdosis merupakan
bahaya yang sangat nyata, karena dosis yang berbahaya takarannya sangat dekat
dengan dosis normal yang aman. Kemungkinan overdosis lebih meningkat lagi bila
barbiturat dikonsumsi bersamaan dengan alkohol. Risiko penggunaan barbiturat
juga meningkat bila obat tersebut disuntikkan.
Tubuh dapat dengan cepat menjadi
toleran terhadap barbiturate, yang mengakibatkan ketergantungan fisik dan
mental. Sakaw dapat menunjukkan gejala mudah marah, tidak bisa tidur,
sakit-sakitan, tidak bisa diam, kejang-kejang, dan halusinasi. Pengguna berat barbiturat lebih rentan
terhadap masalah dada dan hipotermia.
2.3.4. Scopolamin
Hanya mengurangi ingatan, menimbulkan
amnesi dan tidak meninggikan ambang nyeri. Wanita yang diberi scopolamin dapat
menjerit, mengerutkan mukanya, pendeknya memperlihatkan bahwa ia merasa nyeri,
tetapi apabila terbangun ia tidak ingat sama sekali dan merasa tidak menderita
sama sekali.
Memang bila terdapat rasa nyeri, maka
sering scopolamin menimbulkan kegelisahan, halusinasi dan delirium. Maka pasien
yang diberi scopolamin tidak boleh ditinggalkan seorang diri karena dapat
melukai diri.
Keuntungannya adalah scopolamin
mengurangi depresi pernapasan yang disebabkan oleh morphine atau barbiturat,
maka scopolamin sering diberikan bersama-sama dengan morphine, demerol atau
berbiturat.
2.4. Macam-
Macam Obat Analgesi
(all dari
2.4.1. Analgesi regional
Selama beberapa tahun telah di
kembangkan berbagai blok saraf untuk menghilangkan nyeri bagi wanita dalam
persalinan dan pelahiran. Berbagai blok saraf ini secara tepat disebut sebagai
analgesia regional.
·
Agen
anestetik
Beberapa
agen anestetik local yang sering digunakan, konsetrasi, dosis, dan lama
kerjanya. Sebagai preprat yang cocok untuk analgesia epidural tidak dapat
digunakan untuk injeksi subarafnoid karena zat pengawetnya dapat menyebabkan
peradangan.
·
Blok
pudendal
Untuk
menuntun jarum kedalam posisi diatas nervus pudendus digunakan sebuah alat
pengarah yang memungkinkan jarm ukuran 22 dengan panjang 15cm menonjol 1-1,5cm dari ujungnya.
·
Blok
Varaservikal
Blok
ini biasanya menghasilkan analgesia yang baik sampai sangat baik selama kala I
persalinan. Namun, karena nervus pudendus tidak di blok diperlukan analgesia
tambahan saat persalinan. Biasanya dilakukan penyuntikan lidokain atau
kloroprokain, 5-10ml dengan larutan 1% pada arah jam 3 dan jam 9. Obat-obatan
analgesik ini memiliki lama kerja yang singkat maka blok ini mungkin perlu di
ulang selama persalinan.
·
Blok
Spinal (Subaraknoid)
Penyuntikan
anastetik lokal kedalam ruang subaraknoid untuk menghasilkan blok spinal telah
lama digunakan pada persalinan. Karena ruangan subaraknoid selama kehamilan
lebih sempit, jumlah obat anastetik yang sama dalam volume larutan yang sama
menghasilkan blockade yang lebih tinggi pada wanita hamil dari pada wanita yang
tidak hamil.
·
Blok
Epidural lumbal continue
Untuk
menghasilkan analgesia total akibat nyeri proses persalinan, perlu dilakukan
blok dari dermatom thorakalis ke-10 sampai Sakralis ke-5 untuk persalinan
perabdominal, blok harus dilakukan dari ketinggian thorakal ke-8 dan meluas
sampai ke dermatom sakral ke-1.
·
Analgesi
Opiat Epidural
Penyuntikan opiat kedalam ruang epidural
untuk menghilangkan nyeri persalinan sekarang menjadi popular. Penyulit teknik
ini kurang menghawatirkan dari pada penyuntikan epidural zat anestetik lokal
saja. Mekanisme kerja opiate yang diberikan secara epidural berasal dari
interaksi obat ini dengan reseptor spesipik di kornudorsalis dan radiks
dorsalis. Obat narkotik ini tampaknya merangsang baik reseptor opioid otak
maupun spina.
Opiat saja biasanya
tidak dapat menghasilkan analgesia yang memadai dan obat-obat ini paling sering
diberikan bersama dengan anastetik lokal. Kumpulan utama pemakaian kombinasi
ini adalah awitan pereda nyeri yang cepat, berkurangnya menggigil dan
berkurangnya blockade motorik.