Laman

Cari Materi

Senin, 01 Juli 2013

Metode Operasi Wanita (MOW) / tubektomi

2.1  Metode Operasi Wanita (MOW)
Metode ini merupakan metode untuk sekitar 23 % pasangan di inggris (FPA 2000f). meskipun secara teknis prosedur sterilisasi mungkin bersefat reversible, prosedur ini sebaiknya dipandang sebagai metode kontrasepsi permanen. Pasangan perlu melakukan kontrasepsi secara cermat dan menyeluruh untuk memastikan bahwa mereka telah mempertimbangkan semua kemungkinan akhir, termasuk kemungkinan terjadinya perubahan dalam kondisi keluarga, dan menerima sifat permanen prosedur tersebut. Meskipun persetujuan dari pasangan tidak diperlukan, konseling bersama untuk kedua pasangan sebaiknya dilakukan. Operasi tersedia untuk kedua jenis kelamin di  bawah. NHS, tetapi daftar tunggunya mungkin panjang. Dengan menggunakan teknik yang biasa digunakan, sterilisasi pada wanita maupun pria mengakibatkan perubahan hormonal. Penurunan libido dapat timbul karena alas an psikologis, tetapi beberapa pasangan merasakan kebebasan dari rasa takut yang besar.
Sterilisasi wanita
Tuba uterine ditutup dengan menggunakan teknik pemisahan dan pengikatan, pemasangan klip atau cincin, diatermi atau terapi laser. Metode modern bertujuan menimbulkan kerusakan jaringan yang minimal sehingga ismus menjadi pilihannya (dengan diameter statisnya) karena dapat meningkatkan kesempatan kembalinya ke kondisi semula. Operasi yang dilakukan dibawah pengaruh anestesi local ataupun umum, dapat dilakukan secara laparotomi, minilaparotomi, atau laparoskopi. Kemajuan prosedur terbaru mencakup metode non-pembedahan yang menutup tuba dengan menggunakan histeroskop, yang tidak menimbulkan jaringan parut (SZAREWSKI & GUILLEBAUD 2000).
Angka kegagalan. Angka kegagalan sekitar 1 diantara 200, yang tergantung pada metode yang digunakan (FPA2000e).
Pertimbangan penting. Efek kerja dapat segera terasa, meskipun wanita dapat disarankan untuk tetap menggunakan kontrasepsi hingga periode menstruasi berikutnya untuk menjaga kemungkinan ovulasi telah terjadi sebalum operasi dilakukan. Untuk alsan ini, beberapa wanita diminta untuk pantang koitus selama 7 hari sebelum prosedur.
Jika terjadi kegagalan, terjadi peningkatan kehamilan ektopik (Glasier 1995), dan wanita sebaiknya dianjurkan untuk mencari bantuan medis dengan segera jika mereka menduga terjadinya kehamilan setelah sterilisasi.
Pertimbangan pascapartum. Hepburn (1995) menyatakan bahwa sterilisasi wanita pasca partum segera dapat dihubungkan dengan peningkatan resiko terjadinya tromboembolisme dan penyesalan. Hal tersebut menekankan kebutuhan terhadap konseling yang menyeluruh sebelum dilakukan prosedur. Guillebaud (1999) menyarankan akan lebih tepat untuk melakukan sterilisasi laparoskopi setelah 12 minggu.

2.2  Profil
·      Sangat efektif dan permanen
·      Tindak pembedahan yang aman dan sederhana
·      Tidak ada efek samping
·      Konseling dan inform consent mutlak diperlukan
·      Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas (kesuburan) seorang perempuan secara permanen.

2.3  Jenis
·      Minilaparotomi
·      Laparoskopi

2.4  Mekanisme Kerja
   Dengan mengoklusi tuba falopii (meningkat dan memotong atau memasang cincin), sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum.

2.5  Keuntungan dan Kerugian
Keuntungan
·           Sangat efektif (0,2-4 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama penggunaan)
·           Permanen
·           Tidak mempengaruhi proses menyusui (breastfeeding).
·           Tidak bergantung pada factor senggama
·           Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi resiko kesehatan yang serius.
·           Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi local
·           Tidak ada efek samping dalam jangka panjang.
·           Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormone ovarium).

Kerugian
·         Harus dipertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini (tidak dapat dipulihkan kembali), kecuali dengan operasi rekanalisasi.
·         Klien dapat menyesal di kemudian hari.
·         Risiko komplikasi kecil (meningkat apabila digunakan anestesi umum).
·         Rasa sakit/ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan.
·         Dilakukan oleh dokter yang terlatih (dibutuhkan dokter spesialis ginekologi atau dokter spesialis bedah untuk proses laparoskopi).
·         Tidak melindungi diri dari IMS, termasuk HBV dan HIV/AIDS.

2.6  Indikasi dan Kontra Indikasi
Indikasi
·         Usia > 26 tahun
·         Paritas > 2
·         Yang telah mempunyai besar keluarga sesuai dengan kehendaknya
·         Pada kehamilan akan menimbulkan risiko kesehatan yang serius
·         Pascapersalinan
·         Pascakeguguran
·         Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini.


Keadaan yang memerlukan kehati-hatian
Keadaan masalah medis yang signifikan (misalnya penyakit jantung atau pembekuan darah, RJP sebelumnya/sekarang, obesitas, diabetes) anjurannya klien dengan masalah medis yang signifikan menghendaki penatalaksanaan lanjutan dan bedah yang khusus. Misalnya prosedur ini harus dilakukan di rumah sakit tipe A atau B atau fasilitas swasta dan bukan sebuah ambulatory facity. Bila memungkinkan masalah-masalah medis yang segnifikan sebaiknya dikontrol sebelum proses pembedahan.
Keadaan tunggal dan atau tanpa anak sama sekali. Anjuran nasihat yang sangat hati-hati dna membutuhkan waktu tambahan untuk mengambil keputusan yang bijak. Bantulah klien untuk memilih metode lain , bila perlu.

Kontraindikasi
·           Hamil (sudah terdeteksi atau dicurigai)
·           Perdarahan vagunal yang belum dijelaskan (hingga harus dievaluasi).
·           Infeksi sistemik atau pelvic yang akut (hingga masalah itu disembuhkan atau dikontrol).
·           Tidak boleh menjalani proses pembedahan
·           Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas masa depan
·           Belum member persetujuan tertulis.

2.7  Waktu tang tepat melakukan Metode Operasi Wanita (MOW)
·         Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara rasional klien tersebut tidak hamil
·         Hari ke-6 hingga ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi)
·         Pascapersalinan
-       Minilap : di dalam waktu 2 hari atau setelah 6 minggu atau 12 minggu
-       Laparoskopi : tidak tepat untuk klien-klien pascapersalinan.
·         Pascakeguguran
-            Triwulan pertama : dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvic (minilap atau laparoskopi)
-            Triwulan kedua : dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvic (minilap saja)

2.8  Cara Sterilisasi Tubektomi
1.    Saat Operasi :
Tubektomi dapat dilakukan pasca keguguran, pasca persalinan atau masa interval. Sesudah suatu keguguran, tubektomi dapat langsung dilakukan. Dianjurkan agar tubektomi pasca persalinan sebaiknya dilakukan dalam 24 jam, atau selambat-lambatnya dalam 48 jam setelah bersalin. Tubektomi pasca persalinan lewat 48 jam akan dipersulit oleh edema tuba, infeksi, dan kegagalan. Edema tuba akan berkurang setelah hari ke 7 – 10 pasca persalinan. Tubektomi setelah hari itu akan lebih sulit dilakukan karena alat-alat genital telah mengecil dan berdarah.

2.    Cara Mencapai Tuba
·       Laparatomi :
Cara mencapai tuba melalui laparatomi biasa, terutama pada masa pasca persalinan.
·       Minilaparatomi :
Laparatomi khusus untuk tubektomi ini paling mudah dilakukan 1 – 2 hari pasca persalinan. Uterus yang masih besar, tuba yang masih panjang, dan dinding perut yang masih longgar memudahkan mencapai tuba dengan sayatan kecil sepanjang 1 – 2 cm di bawah pusat.
·       Laparoskopi :
Pasien dengan sikap Litotomi-Kanula Robin dipasang pada kanalis servikalis dan bibir depan serviks dijepit dengan tenakulum bersama-sama. Pemasangan alat-alat ini dimaksudkan untuk mengemudikan uterus selagi operasi dilakukan.
·       Kuldoskopi :
Pasien dengan posisi nungging ( posisi genupektoral ) dan setelah spekulum dimasukkan dan bibir belakang serviks uteri dijepit dan uteres ditarik keluar dan agak ke atas. Dilakukan fungsi dengan jarum tauhy di belakang uteres, dan melalui jarum tersebut udara masuk dan usus-usus terdorong ke rongga perut. Setelah jarum diangkat, lubang diperbesar, sehingga dapat dimasukkan kuldeskop. Melalui kuldeskop dilakukan pengamatan adneksa dan dengan lunam khusus tuba dijepit dan ditarik keluar untuk dilakukan penutupan.
·       Kolpotomi Posterior :
Pasien dalam posisi litotomi. Dinding belakan vagina dijepit pada jarak 1 dan 3 cm dari serviks dengan 2 buah cunam. Lipatan dinding vagina diantara kedua jepitan itu digunting sekaligus sampai menembus peritoneum. Lubang sayatan diperlebar dengan dorongan spekulum soonawalla. Tuba dapat langsung terlihat atau dipancing dan ditarik keluar. Mukosa vaginadan peritoneum dijahit secara jelujur, bersama atau dijahit sendiri-sendiri, lama perawatan 2-3 hari, sedang anestesi yang dipakai ialah umum atau spinal.
·         Ovarektomi
Atau salpingo-oophorektomi mengakibatkan sterilsasi tapi seperti pada radiasi mengakibatkan menopause, sehingga tidak lagi dibenarkan untuk tujuan sterilisasi.
·         Hysterektomi
Di beberapa Negara hysterektomi banyak dilakukan untuk sterilisasi. Dengan  cara ini dapat pula dihilangkan kemungkinan suatu proses ganas dari uterus. Sebaliknya para wanita tidak akan mengalami haid lagi.
Di samping itu perlu dipikirkan akibat kehilangan uterus secara psikologis. Kepercayaan yang umum dikalangan wanita kita ialah bahwa seorang wanita tidak sempurna apabila telah kehilangan uterus.

·         Reseksi cornui
Sudut tuba (pars interstitialis) dipotong dan dinding uterus ditutup kembali. Kegagalan agak tinggi kurang lebih 2.8%
·         Tubektomi
Atau salpingektomi masih sering dilakukan terutama apa bila kita sedang melakukan laparotomi. Keuntungan dari cara ini ialah bahwa tidak mungkin lagi terjadi kegagalan, dengan kata lain “pregnancy rate” adalah nol.
Sebaliknya ada laporan-laporan dalam kepustakan bahwa ada pendarahan dari uterus setelah tubektomi bilateral. Rupanya mungkin cabang-cabang art. Ovarica ke ovarium terikat sehingga terjadi atrofi dari ovarium.
·         Fimbriektomicara
Cara ini dilaporkan oleh Kroener pada tahun 1967. Dasar pemikiran cara ini ialah bahwa fimbriae sangat berguna untuk menangkap ovum dan menyalurkannya ke arah tuba.
Pengikatan tuba dekat fimbriae dan pemotongan fimbriae adalah relatif mudah dan ternyata memberikan hasil yang sangat memuaskan. Kegagalan dilaporkan hanya sekitar 0,2% .

3. Cara Penutupan Tuba
·       Cara Pameroy :
Tuba dijepit kira-kira pada pertengahannya, kemudian diangkat sampai melipat. Dasar lipatan diikat dengan sehelai catqut biasa No. 0 atau No. 1. Lipatan tuba dipotong diatas lipatan catqut tadi.
·       Cara Kroener :
Fimbria dijepit dengan sebuah klem. Bagian tuba proksimal dari jepitan diikat dengan sehelai benang sutera atau dengan catgut yang tidak mudah diabsorsi.
·       Bagian tuba distal dari jepitan dipotong ( fimbriektomi ).

·       Cara Irving :
Tuba dipotong pada pertengahan panjangnya setelah kedua ujung potongan diikat dengan cutgut kromik No.0 atau 00. Ujung potongan proksimal di tanamkan di dalam miometrium dinding depan uterus. Ujung potongan distal ditanamkan di dalam ligamentum latum.
·       Pemasangan Cincing Falope :
Cincin Falope (Toon Ring) terbuat dari silikon. Dengan aplikator bagian ismus tuba ditarik dan cincin dipasang pada bagian tuba tersebut.
·       Pemasangan Klip:
Klip filshie mempunyai keuntungan dapat digunakan pada tuba yang edema. Klip tidak memperpendek panjang tuba, maka rekanalisasi lebih mungkin dikerjakan.

4.    Radiasi
Penyinaran dengan rontgen, radium, cobalt, cesium dan sebagainya mengakibatkan kerusakan jaringan ovarium dan dengan demikian tidak akan terjadi ovulasi. Kerugiannya ialah bahwa ovarium tidak lagi membuat hormone-hormon, sehingga wanita masuk dalam menopause. Berhubungan dengan ini, radiasi tidak lagi dibenarkan untuk sterlisasi, kecuali pada keadaan yang sangat terbatas.
5.   Ligasi Tuba
Ligasi (pengikatan) tuba dan pemotongan sebagian tuba merupakan cara yang paling sering dilakukan.
Berbagai cara telah diajukan oleh ahli-ahli di luar negeri antara lain :
a.         Cara Madlener
Tuba diikat pada 2 tempat sehingga merupakan  ’’loop’’ . Pengikatan dilakukan  dengan benang sutera setelah tuba dijepit kuat-kuat dengan klem.
Mula-mula dikira bahwa cara ini reversible apabila ikatan sutera dibuka. Ternyata emikibahwa dugaan ini meleset.
Kerugian cara ini ialah bahwa kita meninggalkan benda asing dalam rongga perut sehingga mungkin menimbulkan perlekatan. kegagalan kurang lebih 1.4%
b.       Cara Pomeroy :
Mula-mula dianjurkan oleh Pameroy sebagai suatu cara untuk sterilisasi setelah wanita melahirkan anak dimana uterus masih besar.
Operasi ini biasanya dilakukan 24-48 jam postpartum. Dengan demikian irisan pada kulit kecil.
Irisan kulit pada umumnya setinggi fundus uteri tapi dapat pula dibawah pusat melintang apabila dilakukan 1-2 hari postpartum.
Irisan ini besarnya 1-2 cm.
Tuba dicari dan ditarik, di tengah-tengah loop dari tuba ini mesosalpinx ditembus dan tuba diikat pada 2 tempat setelah itu ujung ’’loop’’ tuba dipotong.
Apabila terjadi retraksi karena involusi uterus, kedua ujung tuba akan berjauhan. Jadi kalau terjadi rekanalisasi atau ujung-ujung tuba bocor, kemungkinan ovum meneruskan perjalanan ke ujung yang lain adalah kecil sekali.
Dengan cara ini kegagalan kurang lebih 0.3% . Cara ini pula sering dilakukan waktu SC. Ternyata kemudian bahwa methode ini dapat dilakukan pada uterus bukan postpartum dengan hasil yang baik; sehingga sekarang cara ini dilakukan pula pada wanita postabortum dan dalam masa interval ( di luar kehamilan) .
c.         Cara  Uchida :
Sebenarnya merupakan modifikasi dari Pomeroy. Dalam mesosalpix disuntikkan sedikit cairan garam fisiologis kemudian mesosalpix diiris. Sebagian kecil tuba dibuang kemudian ujung proximal ditutup dengan peritoneum sedangkan ujung distal dibiarkan diluar. 
Dengan demikian tidak mungkin ada passage antara kedua ujung tuba. Kegagalan dengan cara ini 0%.
d.      Cara Irving :
Tuba 1/3 proximal dibuang 2-3 cm. ujung proximal ditanam dalam myometrium. Sedangkan ujung distal ditanam dalam ligamentum latum. Kegagalan 0%.
e.        Cara Aldridge :
Peritoneum ligamentum latum dibuka dan ujung tuba dengan fimbriae ditanam dalam ligamentum. Agaknya cara ini reversible.

6.      Tubektomi Dengan Cauterisasi
Belakangan ini telah dicoba mengadakan cauterisasi dari tuba sehingga posage tuba tertutup. Keuntungan cara ini ialah bahwa tidak perlu dilakukan incise yang lebar, cukup melalui lubang yang kecil.
Di samping itu jarang akan terjadi perdarahan. Kerugiannya ialah bahwa mungkin percikan api melompat pada alat-alat lain misalnya rectum atau kandung kencing dan dapat menyebabkan perforasi. Berhubung bahaya ini akhir-akhir ini cara cauterisasi mulai ditinggalkan.

2.9  Komplikasi dan penanganannya
komplikasi
Penanganan
Infeksi tuba
Apabila infeksi luka, obat dengan antibiotic. Bila terdapat abses, lakukan drainase dan obati seperti terindikasi.
Demam pascaoperasi (>38oC).
Luka pada kandung kemih, intestinal (jarang terjadi).
Obat infeksi berdasarkan apa yang ditemukan.
Mengacu ke tingkat asuhan yang tepat. Apabila kandung kemih atau usus luka dan siketahui sewaktu ada operasi, lakukan preparasi primer. Apabila ditemukan pasca operasi, dirujuk ke rumah sakit yang tepat bila perlu.
Hematoma (subtukan)
Gunakan packs yang hangat dan lembab di tempat tersebut. Amati ; hal ini biasanya akan berhenti dengan berjalannya waktu tetapi dapat membutuhkan drainase bila ekstensif.
Emboli gas yang diakibatkan oleh laparoskopi (sangat jarang terjadi)
Ajukan ke tingkat asuhan yang tepat dan mulailah resusitasi inefektif, termasuk : cairan intravena, resusitasi kardio pulmonary, dan tindakan penunjang kehidupan lainnya.
Rasa sakit pada laparoskopi pembedahan
Pastikan adanya infeksi atau abses dan obati berdasarkan apa yang ditemukan.
Perdarahan superficial (tepi-tepi kulit atau subkutan)
Mengontrol perdarahan dan obati berdasarkan apa yang ditemukan.


2.10          Instruksi Pada Klien Setelah Sterilisasi
·      Jagalah luka operasi tetap kering hingga pembalut dilepaskan. Mulai lagi aktivitas normal secara bertahap (sebaiknya dapat kembali ke aktivitas normal di dalam waktu 7 hari setelah pembedahan).
·      Hindari hubungan intim sehingga merasa cukup nyaman. Setelah mulai melakukan hubungan inim, hentikanlah bila perasaan kurang nyaman.
·      Hindari mengangkat benda-benda berat dan bekerja keras selama 1 minggu.
·      Kalau sakit, minumlah 1 atau 2 tablet analgesic (atau penghilang rasa sakit) setiap 4 hingga 6 jam.
·      Jadwalkan sebuah kunjungan pemeriksaan secara rutin antara 7 dan 14 hari setelah pembedahan. (petugas akan member I tahu tempat layanan ini akan diberikan).
·      Kembalilah setiap waktu apabila anda menghendaki perhatian tertentu, atau tanda-tanda symptom-simptom yang tidak biasa.
·      Nyeri bahu selama 12-24 jam setelah laparoskopi relative lazim terjadi karena gas (CO2 atau udara ) dibawah diafragma, sekunder terhadap pneumoperitonium.
·      Tubektomi efektif setelah operasi
·      Periode menstruasi akan berlanjut seperi biasa. (apabila mempergunakan metode hormonal sebelum prosedur, khususnya PK atau KS’K, jumlah dan durasi haid dapat meningkat setelah pembedahan).

·      Tubektomi tidak memberikan perlindungan atas IMS, termasuk virus AIDS. Apabila pasangan berisiko, pasangan tersebut sebaiknya menggunakan kondom bahkan setalah tubektomi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar