2.1
Metode
Operasi Wanita (MOW)
Metode ini merupakan metode untuk
sekitar 23 % pasangan di inggris (FPA 2000f). meskipun secara teknis prosedur
sterilisasi mungkin bersefat reversible, prosedur ini sebaiknya dipandang
sebagai metode kontrasepsi permanen. Pasangan perlu melakukan kontrasepsi
secara cermat dan menyeluruh untuk memastikan bahwa mereka telah
mempertimbangkan semua kemungkinan akhir, termasuk kemungkinan terjadinya
perubahan dalam kondisi keluarga, dan menerima sifat permanen prosedur
tersebut. Meskipun persetujuan dari pasangan tidak diperlukan, konseling
bersama untuk kedua pasangan sebaiknya dilakukan. Operasi tersedia untuk kedua
jenis kelamin di bawah. NHS, tetapi
daftar tunggunya mungkin panjang. Dengan menggunakan teknik yang biasa
digunakan, sterilisasi pada wanita maupun pria mengakibatkan perubahan
hormonal. Penurunan libido dapat timbul karena alas an psikologis, tetapi
beberapa pasangan merasakan kebebasan dari rasa takut yang besar.
Sterilisasi
wanita
Tuba uterine ditutup dengan menggunakan
teknik pemisahan dan pengikatan, pemasangan klip atau cincin, diatermi atau
terapi laser. Metode modern bertujuan menimbulkan kerusakan jaringan yang
minimal sehingga ismus menjadi pilihannya (dengan diameter statisnya) karena
dapat meningkatkan kesempatan kembalinya ke kondisi semula. Operasi yang
dilakukan dibawah pengaruh anestesi local ataupun umum, dapat dilakukan secara
laparotomi, minilaparotomi, atau laparoskopi. Kemajuan prosedur terbaru
mencakup metode non-pembedahan yang menutup tuba dengan menggunakan
histeroskop, yang tidak menimbulkan jaringan parut (SZAREWSKI & GUILLEBAUD
2000).
Angka kegagalan. Angka kegagalan sekitar
1 diantara 200, yang tergantung pada metode yang digunakan (FPA2000e).
Pertimbangan penting. Efek kerja dapat
segera terasa, meskipun wanita dapat disarankan untuk tetap menggunakan
kontrasepsi hingga periode menstruasi berikutnya untuk menjaga kemungkinan
ovulasi telah terjadi sebalum operasi dilakukan. Untuk alsan ini, beberapa
wanita diminta untuk pantang koitus selama 7 hari sebelum prosedur.
Jika terjadi kegagalan, terjadi
peningkatan kehamilan ektopik (Glasier 1995), dan wanita sebaiknya dianjurkan
untuk mencari bantuan medis dengan segera jika mereka menduga terjadinya
kehamilan setelah sterilisasi.
Pertimbangan pascapartum. Hepburn (1995)
menyatakan bahwa sterilisasi wanita pasca partum segera dapat dihubungkan
dengan peningkatan resiko terjadinya tromboembolisme dan penyesalan. Hal
tersebut menekankan kebutuhan terhadap konseling yang menyeluruh sebelum
dilakukan prosedur. Guillebaud (1999) menyarankan akan lebih tepat untuk
melakukan sterilisasi laparoskopi setelah 12 minggu.
2.2
Profil
· Sangat
efektif dan permanen
· Tindak
pembedahan yang aman dan sederhana
· Tidak
ada efek samping
· Konseling
dan inform consent mutlak diperlukan
· Tubektomi
adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas (kesuburan)
seorang perempuan secara permanen.
2.3
Jenis
· Minilaparotomi
· Laparoskopi
2.4
Mekanisme
Kerja
Dengan
mengoklusi tuba falopii (meningkat dan memotong atau memasang cincin), sehingga
sperma tidak dapat bertemu dengan ovum.
2.5
Keuntungan
dan Kerugian
Keuntungan
·
Sangat efektif (0,2-4
kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama penggunaan)
·
Permanen
·
Tidak mempengaruhi
proses menyusui (breastfeeding).
·
Tidak bergantung pada
factor senggama
·
Baik bagi klien apabila
kehamilan akan menjadi resiko kesehatan yang serius.
·
Pembedahan sederhana,
dapat dilakukan dengan anestesi local
·
Tidak ada efek samping
dalam jangka panjang.
·
Tidak ada perubahan
dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormone ovarium).
Kerugian
·
Harus dipertimbangkan
sifat permanen metode kontrasepsi ini (tidak dapat dipulihkan kembali), kecuali
dengan operasi rekanalisasi.
·
Klien dapat menyesal di
kemudian hari.
·
Risiko komplikasi kecil
(meningkat apabila digunakan anestesi umum).
·
Rasa
sakit/ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan.
·
Dilakukan oleh dokter
yang terlatih (dibutuhkan dokter spesialis ginekologi atau dokter spesialis
bedah untuk proses laparoskopi).
·
Tidak melindungi diri
dari IMS, termasuk HBV dan HIV/AIDS.
2.6
Indikasi
dan Kontra Indikasi
Indikasi
·
Usia > 26 tahun
·
Paritas > 2
·
Yang telah mempunyai
besar keluarga sesuai dengan kehendaknya
·
Pada kehamilan akan
menimbulkan risiko kesehatan yang serius
·
Pascapersalinan
·
Pascakeguguran
·
Paham dan secara
sukarela setuju dengan prosedur ini.
Keadaan yang memerlukan
kehati-hatian
Keadaan masalah medis yang signifikan
(misalnya penyakit jantung atau pembekuan darah, RJP sebelumnya/sekarang,
obesitas, diabetes) anjurannya klien dengan masalah medis yang signifikan
menghendaki penatalaksanaan lanjutan dan bedah yang khusus. Misalnya prosedur
ini harus dilakukan di rumah sakit tipe A atau B atau fasilitas swasta dan
bukan sebuah ambulatory facity. Bila
memungkinkan masalah-masalah medis yang segnifikan sebaiknya dikontrol sebelum
proses pembedahan.
Keadaan tunggal dan atau tanpa anak sama
sekali. Anjuran nasihat yang sangat hati-hati dna membutuhkan waktu tambahan
untuk mengambil keputusan yang bijak. Bantulah klien untuk memilih metode lain
, bila perlu.
Kontraindikasi
·
Hamil (sudah terdeteksi
atau dicurigai)
·
Perdarahan vagunal yang
belum dijelaskan (hingga harus dievaluasi).
·
Infeksi sistemik atau
pelvic yang akut (hingga masalah itu disembuhkan atau dikontrol).
·
Tidak boleh menjalani
proses pembedahan
·
Kurang pasti mengenai
keinginannya untuk fertilitas masa depan
·
Belum member
persetujuan tertulis.
2.7
Waktu
tang tepat melakukan Metode Operasi Wanita (MOW)
·
Setiap waktu selama
siklus menstruasi apabila diyakini secara rasional klien tersebut tidak hamil
·
Hari ke-6 hingga ke-13
dari siklus menstruasi (fase proliferasi)
·
Pascapersalinan
-
Minilap : di dalam
waktu 2 hari atau setelah 6 minggu atau 12 minggu
-
Laparoskopi : tidak
tepat untuk klien-klien pascapersalinan.
·
Pascakeguguran
-
Triwulan pertama :
dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvic (minilap atau
laparoskopi)
-
Triwulan kedua : dalam
waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvic (minilap saja)
2.8
Cara
Sterilisasi Tubektomi
1. Saat Operasi :
Tubektomi
dapat dilakukan pasca keguguran, pasca persalinan atau masa interval. Sesudah
suatu keguguran, tubektomi dapat langsung dilakukan. Dianjurkan agar tubektomi
pasca persalinan sebaiknya dilakukan dalam 24 jam, atau selambat-lambatnya
dalam 48 jam setelah bersalin. Tubektomi pasca persalinan lewat 48 jam akan
dipersulit oleh edema tuba, infeksi, dan kegagalan. Edema tuba akan berkurang
setelah hari ke 7 – 10 pasca persalinan. Tubektomi setelah hari itu akan lebih
sulit dilakukan karena alat-alat genital telah mengecil dan berdarah.
2. Cara Mencapai Tuba
·
Laparatomi :
Cara
mencapai tuba melalui laparatomi biasa, terutama pada masa pasca persalinan.
·
Minilaparatomi
:
Laparatomi
khusus untuk tubektomi ini paling mudah dilakukan 1 – 2 hari pasca persalinan.
Uterus yang masih besar, tuba yang masih panjang, dan dinding perut yang masih
longgar memudahkan mencapai tuba dengan sayatan kecil sepanjang 1 – 2 cm di
bawah pusat.
·
Laparoskopi
:
Pasien
dengan sikap Litotomi-Kanula Robin dipasang pada kanalis servikalis dan bibir
depan serviks dijepit dengan tenakulum bersama-sama. Pemasangan alat-alat ini
dimaksudkan untuk mengemudikan uterus selagi operasi dilakukan.
·
Kuldoskopi :
Pasien
dengan posisi nungging ( posisi genupektoral ) dan setelah spekulum dimasukkan
dan bibir belakang serviks uteri dijepit dan uteres ditarik keluar dan agak ke
atas. Dilakukan fungsi dengan jarum tauhy di belakang uteres, dan melalui jarum
tersebut udara masuk dan usus-usus terdorong ke rongga perut. Setelah jarum
diangkat, lubang diperbesar, sehingga dapat dimasukkan kuldeskop. Melalui
kuldeskop dilakukan pengamatan adneksa dan dengan lunam khusus tuba dijepit dan
ditarik keluar untuk dilakukan penutupan.
·
Kolpotomi Posterior
:
Pasien dalam
posisi litotomi. Dinding belakan vagina dijepit pada jarak 1 dan 3 cm dari
serviks dengan 2 buah cunam. Lipatan dinding vagina diantara kedua jepitan itu
digunting sekaligus sampai menembus peritoneum. Lubang sayatan diperlebar dengan
dorongan spekulum soonawalla. Tuba dapat langsung terlihat atau dipancing dan
ditarik keluar. Mukosa vaginadan peritoneum dijahit secara jelujur, bersama
atau dijahit sendiri-sendiri, lama perawatan 2-3 hari, sedang anestesi yang
dipakai ialah umum atau spinal.
·
Ovarektomi
Atau
salpingo-oophorektomi mengakibatkan sterilsasi tapi seperti pada radiasi
mengakibatkan menopause, sehingga tidak lagi dibenarkan untuk tujuan
sterilisasi.
·
Hysterektomi
Di
beberapa Negara hysterektomi banyak dilakukan untuk sterilisasi. Dengan cara ini dapat pula dihilangkan kemungkinan
suatu proses ganas dari uterus. Sebaliknya para wanita tidak akan mengalami
haid lagi.
Di
samping itu perlu dipikirkan akibat kehilangan uterus secara psikologis.
Kepercayaan yang umum dikalangan wanita kita ialah bahwa seorang wanita tidak
sempurna apabila telah kehilangan uterus.
·
Reseksi
cornui
Sudut
tuba (pars interstitialis) dipotong dan dinding uterus ditutup kembali.
Kegagalan agak tinggi kurang lebih 2.8%
·
Tubektomi
Atau
salpingektomi masih sering dilakukan terutama apa bila kita sedang melakukan
laparotomi. Keuntungan dari cara ini ialah bahwa tidak mungkin lagi terjadi
kegagalan, dengan kata lain “pregnancy
rate” adalah nol.
Sebaliknya
ada laporan-laporan dalam kepustakan bahwa ada pendarahan dari uterus setelah
tubektomi bilateral. Rupanya mungkin cabang-cabang art. Ovarica ke ovarium
terikat sehingga terjadi atrofi dari ovarium.
·
Fimbriektomicara
Cara
ini dilaporkan oleh Kroener pada tahun 1967. Dasar pemikiran cara ini ialah
bahwa fimbriae sangat berguna untuk menangkap ovum dan menyalurkannya ke arah
tuba.
Pengikatan
tuba dekat fimbriae dan pemotongan fimbriae adalah relatif mudah dan ternyata
memberikan hasil yang sangat memuaskan. Kegagalan dilaporkan hanya sekitar 0,2%
.
3. Cara
Penutupan Tuba
·
Cara Pameroy
:
Tuba dijepit
kira-kira pada pertengahannya, kemudian diangkat sampai melipat. Dasar lipatan
diikat dengan sehelai catqut biasa No. 0 atau No. 1. Lipatan tuba dipotong
diatas lipatan catqut tadi.
·
Cara Kroener
:
Fimbria
dijepit dengan sebuah klem. Bagian tuba proksimal dari jepitan diikat dengan
sehelai benang sutera atau dengan catgut yang tidak mudah diabsorsi.
·
Bagian tuba distal dari jepitan
dipotong ( fimbriektomi ).
·
Cara Irving
:
Tuba
dipotong pada pertengahan panjangnya setelah kedua ujung potongan diikat dengan
cutgut kromik No.0 atau 00. Ujung potongan proksimal di tanamkan di dalam
miometrium dinding depan uterus. Ujung potongan distal ditanamkan di dalam
ligamentum latum.
·
Pemasangan
Cincing Falope :
Cincin
Falope (Toon Ring) terbuat dari silikon. Dengan aplikator bagian ismus tuba
ditarik dan cincin dipasang pada bagian tuba tersebut.
·
Pemasangan
Klip:
Klip filshie
mempunyai keuntungan dapat digunakan pada tuba yang edema. Klip tidak
memperpendek panjang tuba, maka rekanalisasi lebih mungkin dikerjakan.
4. Radiasi
Penyinaran dengan rontgen, radium,
cobalt, cesium dan sebagainya mengakibatkan kerusakan jaringan ovarium dan
dengan demikian tidak akan terjadi ovulasi. Kerugiannya ialah bahwa ovarium
tidak lagi membuat hormone-hormon, sehingga wanita masuk dalam menopause.
Berhubungan dengan ini, radiasi tidak lagi dibenarkan untuk sterlisasi, kecuali
pada keadaan yang sangat terbatas.
5. Ligasi Tuba
Ligasi
(pengikatan) tuba dan pemotongan sebagian tuba merupakan cara yang paling sering
dilakukan.
Berbagai
cara telah diajukan oleh ahli-ahli di luar negeri antara lain :
a.
Cara
Madlener
Tuba diikat pada 2 tempat sehingga
merupakan ’’loop’’ . Pengikatan dilakukan dengan benang sutera setelah tuba dijepit
kuat-kuat dengan klem.
Mula-mula dikira bahwa cara ini
reversible apabila ikatan sutera dibuka. Ternyata emikibahwa dugaan ini
meleset.
Kerugian cara ini ialah bahwa kita
meninggalkan benda asing dalam rongga perut sehingga mungkin menimbulkan
perlekatan. kegagalan kurang lebih 1.4%
b.
Cara Pomeroy :
Mula-mula dianjurkan oleh Pameroy
sebagai suatu cara untuk sterilisasi setelah wanita melahirkan anak dimana
uterus masih besar.
Operasi ini biasanya dilakukan 24-48 jam
postpartum. Dengan demikian irisan pada kulit kecil.
Irisan kulit pada umumnya setinggi
fundus uteri tapi dapat pula dibawah pusat melintang apabila dilakukan 1-2 hari
postpartum.
Irisan ini besarnya 1-2 cm.
Tuba dicari dan ditarik, di
tengah-tengah loop dari tuba ini mesosalpinx ditembus dan tuba diikat pada 2
tempat setelah itu ujung ’’loop’’ tuba
dipotong.
Apabila terjadi retraksi karena involusi
uterus, kedua ujung tuba akan berjauhan. Jadi kalau terjadi rekanalisasi atau
ujung-ujung tuba bocor, kemungkinan ovum meneruskan perjalanan ke ujung yang
lain adalah kecil sekali.
Dengan cara ini kegagalan kurang lebih
0.3% . Cara ini pula sering dilakukan waktu SC. Ternyata kemudian bahwa methode
ini dapat dilakukan pada uterus bukan postpartum dengan hasil yang baik;
sehingga sekarang cara ini dilakukan pula pada wanita postabortum dan dalam
masa interval ( di luar kehamilan) .
c.
Cara Uchida :
Sebenarnya merupakan modifikasi dari
Pomeroy. Dalam mesosalpix disuntikkan sedikit cairan garam fisiologis kemudian
mesosalpix diiris. Sebagian kecil tuba dibuang kemudian ujung proximal ditutup
dengan peritoneum sedangkan ujung distal dibiarkan diluar.
Dengan demikian tidak mungkin ada
passage antara kedua ujung tuba. Kegagalan dengan cara ini 0%.
d.
Cara
Irving :
Tuba 1/3 proximal dibuang 2-3 cm. ujung
proximal ditanam dalam myometrium. Sedangkan ujung distal ditanam dalam
ligamentum latum. Kegagalan 0%.
e.
Cara Aldridge :
Peritoneum ligamentum latum dibuka dan
ujung tuba dengan fimbriae ditanam dalam ligamentum. Agaknya cara ini
reversible.
6.
Tubektomi
Dengan Cauterisasi
Belakangan ini telah dicoba mengadakan
cauterisasi dari tuba sehingga posage tuba tertutup. Keuntungan cara ini ialah
bahwa tidak perlu dilakukan incise yang lebar, cukup melalui lubang yang kecil.
Di samping itu jarang akan terjadi
perdarahan. Kerugiannya ialah bahwa mungkin percikan api melompat pada
alat-alat lain misalnya rectum atau kandung kencing dan dapat menyebabkan
perforasi. Berhubung bahaya ini akhir-akhir ini cara cauterisasi mulai
ditinggalkan.
2.9
Komplikasi
dan penanganannya
komplikasi
|
Penanganan
|
Infeksi tuba
|
Apabila infeksi luka, obat dengan
antibiotic. Bila terdapat abses, lakukan drainase dan obati seperti
terindikasi.
|
Demam pascaoperasi (>38oC).
Luka pada kandung kemih,
intestinal (jarang terjadi).
|
Obat infeksi berdasarkan apa yang
ditemukan.
Mengacu ke tingkat asuhan yang
tepat. Apabila kandung kemih atau usus luka dan siketahui sewaktu ada
operasi, lakukan preparasi primer. Apabila ditemukan pasca operasi, dirujuk
ke rumah sakit yang tepat bila perlu.
|
Hematoma (subtukan)
|
Gunakan packs yang hangat dan
lembab di tempat tersebut. Amati ; hal ini biasanya akan berhenti dengan
berjalannya waktu tetapi dapat membutuhkan drainase bila ekstensif.
|
Emboli gas yang diakibatkan oleh
laparoskopi (sangat jarang terjadi)
|
Ajukan ke tingkat asuhan yang
tepat dan mulailah resusitasi inefektif, termasuk : cairan intravena,
resusitasi kardio pulmonary, dan tindakan penunjang kehidupan lainnya.
|
Rasa sakit pada laparoskopi
pembedahan
|
Pastikan adanya infeksi atau
abses dan obati berdasarkan apa yang ditemukan.
|
Perdarahan superficial (tepi-tepi
kulit atau subkutan)
|
Mengontrol perdarahan dan obati
berdasarkan apa yang ditemukan.
|
2.10
Instruksi
Pada Klien Setelah Sterilisasi
· Jagalah
luka operasi tetap kering hingga pembalut dilepaskan. Mulai lagi aktivitas
normal secara bertahap (sebaiknya dapat kembali ke aktivitas normal di dalam
waktu 7 hari setelah pembedahan).
· Hindari
hubungan intim sehingga merasa cukup nyaman. Setelah mulai melakukan hubungan
inim, hentikanlah bila perasaan kurang nyaman.
· Hindari
mengangkat benda-benda berat dan bekerja keras selama 1 minggu.
· Kalau
sakit, minumlah 1 atau 2 tablet analgesic (atau penghilang rasa sakit) setiap 4
hingga 6 jam.
· Jadwalkan
sebuah kunjungan pemeriksaan secara rutin antara 7 dan 14 hari setelah
pembedahan. (petugas akan member I tahu tempat layanan ini akan diberikan).
· Kembalilah
setiap waktu apabila anda menghendaki perhatian tertentu, atau tanda-tanda
symptom-simptom yang tidak biasa.
· Nyeri
bahu selama 12-24 jam setelah laparoskopi relative lazim terjadi karena gas (CO2
atau udara ) dibawah diafragma, sekunder terhadap pneumoperitonium.
· Tubektomi
efektif setelah operasi
· Periode
menstruasi akan berlanjut seperi biasa. (apabila mempergunakan metode hormonal
sebelum prosedur, khususnya PK atau KS’K, jumlah dan durasi haid dapat
meningkat setelah pembedahan).
· Tubektomi
tidak memberikan perlindungan atas IMS, termasuk virus AIDS. Apabila pasangan
berisiko, pasangan tersebut sebaiknya menggunakan kondom bahkan setalah
tubektomi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar