Fisiologi
Menstruasi
Fisiologi Menstruasi
Pada siklus menstruasi normal,
terdapat produksi hormon-hormon yang paralel dengan pertumbuhan lapisan rahim
untuk mempersiapkan implantasi (perlekatan) dari janin (proses kehamilan).
Gangguan dari siklus menstruasi tersebut dapat berakibat gangguan kesuburan,
abortus berulang, atau keganasan.
Siklus menstruasi normal berlangsung
selama 21-35 hari, 2-8 hari adalah waktu keluarnya darah haid yang berkisar
20-60 ml per hari. Penelitian menunjukkan wanita dengan siklus mentruasi normal
hanya terdapat pada 2/3 wanita dewasa, sedangkan pada usia reproduksi yang
ekstrim (setelah menarche dan menopause) lebih banyak mengalami siklus yang
tidak teratur atau siklus yang tidak mengandung sel telur. Siklus mentruasi ini
melibatkan kompleks hipotalamus-hipofisis-ovarium.
Gambar 1. Kompleks
Hipotalamus-Hipofisis-Ovarium
Siklus Menstruasi Normal
Siklus menstruasi normal dapat
dibagi menjadi 2 segmen yaitu, siklus ovarium (indung telur) dan siklus uterus
(rahim). Siklus indung telur terbagi lagi menjadi 2 bagian, yaitu siklus
folikular dan siklus luteal, sedangkan siklus uterus dibagi menjadi masa
proliferasi (pertumbuhan) dan masa sekresi.
Perubahan di dalam rahim merupakan
respon terhadap perubahan hormonal. Rahim terdiri dari 3 lapisan yaitu
perimetrium (lapisan terluar rahim), miometrium (lapisan otot rehim, terletak
di bagian tengah), dan endometrium (lapisan terdalam rahim). Endometrium
adalah lapisan yangn berperan di dalam siklus menstruasi. 2/3 bagian
endometrium disebut desidua fungsionalis yang terdiri dari kelenjar, dan 1/3
bagian terdalamnya disebut sebagai desidua basalis.
Sistem hormonal yang mempengaruhi
siklus menstruasi adalah:
- FSH-RH (follicle stimulating hormone releasing
hormone) yang dikeluarkan hipotalamus untuk merangsang hipofisis
mengeluarkan FSH
- LH-RH (luteinizing hormone releasing hormone)
yang dikeluarkan hipotalamus untuk merangsang hipofisis mengeluarkan LH
- PIH (prolactine inhibiting hormone) yang
menghambat hipofisis untuk mengeluarkan prolaktin
Gambar 2. Siklus Hormonal
Pada setiap siklus menstruasi, FSH
yang dikeluarkan oleh hipofisis merangsang perkembangan folikel-folikel di
dalam ovarium (indung telur). Pada umumnya hanya 1 folikel yang terangsang
namun dapat perkembangan dapat menjadi lebih dari 1, dan folikel tersebut
berkembang menjadi folikel de graaf yang membuat estrogen. Estrogen ini
menekan produksi FSH, sehingga hipofisis mengeluarkan hormon yang kedua yaitu
LH. Produksi hormon LH maupun FSH berada di bawah pengaruh releasing
hormones yang disalurkan hipotalamus ke hipofisis. Penyaluran RH
dipengaruhi oleh mekanisme umpan balik estrogen terhadap hipotalamus. Produksi
hormon gonadotropin (FSH dan LH) yang baik akan menyebabkan pematangan dari
folikel de graaf yang mengandung estrogen. Estrogen mempengaruhi pertumbuhan
dari endometrium. Di bawah pengaruh LH, folikel de graaf menjadi matang sampai
terjadi ovulasi. Setelah ovulasi terjadi, dibentuklah korpus rubrum yang akan
menjadi korpus luteum, di bawah pengaruh hormon LH dan LTH (luteotrophic
hormones, suatu hormon gonadotropik). Korpus luteum menghasilkan
progesteron yang dapat mempengaruhi pertumbuhan kelenjar endometrium. Bila
tidak ada pembuahan maka korpus luteum berdegenerasi dan mengakibatkan
penurunan kadar estrogen dan progesteron. Penurunan kadar hormon ini
menyebabkan degenerasi, perdarahan, dan pelepasan dari endometrium. Proses ini
disebut haid atau menstruasi. Apabila terdapat pembuahan dalam masa ovulasi,
maka korpus luteum tersebut dipertahankan.
Pada tiap siklus dikenal 3 masa
utama yaitu:
- Masa menstruasi yang berlangsung selama 2-8 hari.
Pada saat itu endometrium (selaput rahim) dilepaskan sehingga timbul
perdarahan dan hormon-hormon ovarium berada dalam kadar paling rendah
- Masa proliferasi dari berhenti darah menstruasi sampai
hari ke-14. Setelah menstruasi berakhir, dimulailah fase proliferasi
dimana terjadi pertumbuhan dari desidua fungsionalis untuk mempersiapkan
rahim untuk perlekatan janin. Pada fase ini endometrium tumbuh kembali.
Antara hari ke-12 sampai 14 dapat terjadi pelepasan sel telur dari indung
telur (disebut ovulasi)
- Masa sekresi. Masa sekresi adalah masa sesudah
terjadinya ovulasi. Hormon progesteron dikeluarkan dan mempengaruhi
pertumbuhan endometrium untuk membuat kondisi rahim siap untuk implantasi
(perlekatan janin ke rahim)
Siklus ovarium :
- Fase folikular. Pada fase ini hormon reproduksi
bekerja mematangkan sel telur yang berasal dari 1 folikel kemudian matang
pada pertengahan siklus dan siap untuk proses ovulasi (pengeluaran sel
telur dari indung telur). Waktu rata-rata fase folikular pada manusia
berkisar 10-14 hari, dan variabilitasnya mempengaruhi panjang siklus
menstruasi keseluruhan
- Fase luteal. Fase luteal adalah fase dari ovulasi
hingga menstruasi dengan jangka waktu rata-rata 14 hari
Siklus hormonal dan hubungannya dengan siklus ovarium
serta uterus di dalam siklus menstruasi normal:
- Setiap permulaan siklus menstruasi, kadar hormon
gonadotropin (FSH, LH) berada pada level yang rendah dan sudah menurun
sejak akhir dari fase luteal siklus sebelumnya
- Hormon FSH dari hipotalamus perlahan mengalami
peningkatan setelah akhir dari korpus luteum dan pertumbuhan folikel
dimulai pada fase folikular. Hal ini merupakan pemicu untuk pertumbuhan
lapisan endometrium
- Peningkatan level estrogen menyebabkan feedback
negatif pada pengeluaran FSH hipofisis. Hormon LH kemudian menurun sebagai
akibat dari peningkatan level estradiol, tetapi pada akhir dari fase
folikular level hormon LH meningkat drastis (respon bifasik)
- Pada akhir fase folikular, hormon FSH merangsang
reseptor (penerima) hormon LH yang terdapat pada sel granulosa, dan dengan
rangsangan dari hormon LH, keluarlah hormon progesteron
- Setelah perangsangan oleh hormon estrogen,
hipofisis LH terpicu yang menyebabkan terjadinya ovulasi yang muncul 24-36
jam kemudian. Ovulasi adalah penanda fase transisi dari fase proliferasi
ke sekresi, dari folikular ke luteal
- Kedar estrogen menurun pada awal fase luteal dari
sesaat sebelum ovulasi sampai fase pertengahan, dan kemudian meningkat
kembali karena sekresi dari korpus luteum
- Progesteron meningkat setelah ovulasi dan dapat
merupakan penanda bahwa sudah terjadi ovulasi
- Kedua hormon estrogen dan progesteron meningkat
selama masa hidup korpus luteum dan kemuadian menurun untuk mempersiapkan
siklus berikutnya
Kontrasepsi
Kontrasepsi adalah upaya untuk
mencegah terjadinya kehamilan. Upaya ini dapat bersifat sementara, dapat pula
bersifat permanen. Penggunaan kontrasepsi merupakan variabel yang mempengaruhi
fertilitas.
Kontrasepsi Hormonal
Ada beberapa macam kontrasepsi
hormonal yang saat ini dapat dipergunakan dan menjadi pilihan untuk wanita.
Kontrasepsi hormonal ini juga dapat diterima dan dilaksanakan oleh pasangan
dalam program keluarga berencana di seluruh dunia.
Metoda KB hormonal memakai
obat-obatan yang mengandung 2 hormon, estrogen dan progestin. Keduanya serupa
dengan hormon – hormon alamiah yang dihasilkan tubuh, yakni estrogen dan
progesteron.
Mekanisme Kerja Estrogen
Estrogen mempunyai khasiat
kontrasepsi dengan jalan mempengaruhi ovulasi, perjalanan ovum, atau
implantasi. Ovum dihambat melalui pengaruh estrogen terhadap hipotalamus dan
selanjutnya menghambat FSH dan LH. Ovulasi tidak selalu dihambat oleh pil
kombinasi yang mengandung estrogen 50 mikrogram atau kurang. Kalaupun
daya guna preparat ini tinggi ( 95-98 % menghambat ovulasi ), hal itu adalah
progesteron disamping estrogen.
Implantasi sel telur yang sudah
dibuahi dihambat oleh estrogen dosis tinggi (dietil stilbestrol, etinil
estradiol) yang diberikan pada pertengahan siklus haid. Jarak waktu diantara
konsepsi dan implantasi rata-rata 6 hari. Biopsi endometrium yang dilakukan
sesudah pemberian estrogen dosis tinggi pasca konsepsi menunjukkan efek
antiprogesteron, yang dapat menghambat implantasi. Perjalanan ovum dipercepat
dengan pemberian estrogen pasca konsepsi.
Mekanisme Kerja Progesteron
Fungsi progesteron ialah menyiapkan
endometrium untuk implantasi dan mempertahankan kehamilan. Disamping itu,
progesteron mempunyai pula khasiat kontrasepsi, sebagai berikut :
- Lendir serviks mengalami perubahan menjadi lebih
pekat, sehingga penetrasi dan transportasi sperma selanjutnya lebih sulit.
- Kapasitasi sperma dihambat oleh progesteron.
Kapasitasi diperlukan oleh sperma untuk membuahi sel telur dan menembus
rintangan di sekeliling ovum.
- Jika progesteron diberikan sebelum konsepsi, maka
perjalanan ovum dalam tuba akan terhambat.
- Implantasi dihambat bila progesteron diberikan
sebelum ovulasi. Walaupun ovulasi dapat terjadi, produksi progesteron dari
korpus luteum akan berkurang, sehinga implantasi dihambat.
- Penghambatan ovulasi melalui fungsi
hipotalamus-hipofisis-ovarium.
Mekanisme
Kerja
Penggunaan
sediaan kombinasi yang dimulai pada hari ke 5 siklus haid akan meniadakan kadar
puncak FSH dan LH pada pertengahan siklus. Penurunan kadar gonadotropin ini
menyebabkan hambatan ovulasi. Penggunaan preparat yang hanya mengandung derivat
progesteron atau progestin saja, tidak selalu dapat menghambat ovulasi. Senyawa
ini terutama mengubah jumlah dan konsistensi mukus kelenjar serviks sedemikian
rupa sehingga menghambat masuknya sperma dan dengan demikian mengurangi kemungkinan
terjadinya konsepsi. Hormon kelamin estrogen yang digunakan terus menerus juga
dapat mengganggu kontraksi tuba Falopii, sehingga perjalanan telur dapat
terhambat, selain itu terjadi pula gangguan keseimbangan hormonal sehingga nidasi
telur yang telah dibuahi terganggu.
Penggunaan
hormon estrogen terus menerus dapat menyebabkan fungsi ovarium relatif menurun,
pertumbuhan folikel dan korpus luteum terganggu dan sekresi hormon endogen
menurun. Perubahan ini biasanya akan menghilang bila penggunaan obat
dihentikan, tetapi pada penggunaan kontrasepsi hormonal jangka panjang,
kembalinya fungsi ovarium ini membutuhkan waktu yang cukup lama.
Penggunaan
kontrasepsi dosis besar atau jangka panjang, dapat menyebabkan perubahan
gambaran histologi endometrium dan miometrium. Umumnya terjadi hipertrofi
miometrium. Pemberian progestin jangka panjang dapat menyebabkan atrofi
endometrium, sedangkan estrogen menyebabkan otot uterus menjadi lunak dan
mengalami hipertrofi. Perubahan tersebut pada umumnya bersifat reversibel.
Perubahan morfologi ini disebabkan oleh adanya perubahan biokimiawi dan
enzimatik yang cukup kompleks, dengan akibat terjadi perubahan metabolisme
endometrium.
Sekresi
mukus serviks yang dalam keadaan normal bersifat cair, jernih dan jumlahnya
banyak, oleh pengaruh progestin akan menjadi lebih kental, keruh dan jumlahnya
berkurang. Keadaan inilah yang menjadi salah satu mekanisme efek kontrasepsi
preparat yang hanya mengandung progestin.
Pemberian
kontrasepsi hormonal sering menyebabkan gangguan siklus haid. Beberapa akseptor
kontrasepsi oral dengan dosis estrogen yang rendah dapat tidak mengalami
perdarahan putus obat atau menjadi amenore, atau hanya spotting. Beberapa
akseptor kontrasepsi suntikan sering mengalami perdarahan sedikit-sedikit (spotting),
yang kadang-kadang berkepanjangan. Pada penghentian penggunaan golongan obat
ini, sebagian akseptor akan mengalami ovulasi kembali segera setelah obat
dihentikan pada sebagian lain ovulasi baru terjadi beberapa bulan sesudahnya,
bahkan ada pula yang terjadi beberapa tahun setelah kontrasepsi dihentikan.
Sebab terjadinya keadaan di atas belum diketahui dengan jelas, diduga hal ini
berhubungan dengan waktu yang dibutuhkan ovarium untuk kembali ke keadaan fungsi
yang normal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar